Download App

Chapter 81: Bab 81

Panas matahari pagi yang teramat cerah saat ini menembus kulit mulus Tamara yang kini sedang berbaring lemah di antara tumpukan sampah yang menggunung. Bau tak sedap langsung menyeruak indera penciumannya. Ketika Tamara membuka matanya ia melihat lalat-lalat yang mengerubungi tubuhnya. Dengan sigap ia bangun lalu menjerit histeris. Tamara berloncatan ketika larva kecil merayap-rayap di kakinya. Beruntung ketika kejadian tersebut tak ada satu pun orang yang melihat dirinya yang sedang kacau.

Tamara segera beranjak dari Tempat Pembungan Sampah tersebut. Ia menuju arah jalan raya untuk mencari taksi yang bisa ia tumpangi menuju apartement Yafizan. Namun, tak satu pun taksi yang berhenti karena mengira Tamara orang gila yang hendak menumpang. Dengan terpaksa Tamara berjalan kaki mengingat lumayan cukup jauh dari tempat ini ke apartement Yafizan. Tak sedikit orang yang memandang jijik pada kondisi Tamara saat ini. Orang-orang bahkan tak mengenali sosok cantik dari dirinya.

Ketika Tamara sampai di depan gedung apartement tempat Yafizan bertinggal, ia ditahan oleh security yang bertugas. Tamara tak bisa mengontrol emosinya ketika ia diseret paksa oleh petugas keamanan tersebut. Penampilannya yang acak-acakan serta bau yang tak sedap di sekujur tubuhnya memang membuat siapa saja tak bisa mengenalinya. Sungguh berbanding balik dengan Tamara yang biasanya glamour dan menjaga penampilannya.

Namun, sepertinya dewi fortuna masih berpihak pada Tamara. Ketika ia diseret paksa oleh petugas keamanan, ada seseorang yang mengenalinya. Mungkin ia salah satu

fans fanatiknya. Karena ketika ia melihat Tamara diperlakukan seperti itu, orang tersebut malah memarahi petugas keamanan tersebut.

"Kak Tamara? Apa Kakak baik-baik saja? Kakak sedang melakukan syuting drama terbarunya ya? Judulnya apa, Kak?"

Segala macam rentetan pertanyaan keluar dari mulut sang penggemarnya. Dengan memasang wajah yang memelas, Tamara berusaha bersikap seolah-olah dirinya teraniaya dan melemparkan segala apa yang terjadi pada orang lain.

Wajah Tamara berubah kecut. Dengan kemampuan aktingnya ia membuat agar penggemarnya merasa iba padanya. Dengan mata yang berkaca-kaca Tamara mulai mengarang cerita, tampilannya yang seperti itu hanyalah totalitas dari peran yang sedang dia jalankan saja. Hingga akhirnya petugas keamanan itu kewalahan karena orang-orang mulai mengecam dirinya yang berlaku tidak sopan pada Tamara, Sang dewi dunia hiburan.

Akhirnya karena merasa tak enak hati, petugas keamanan tersebut mempersilahkan Tamara untuk masuk. Tamara merasa menang, tak sedikit orang-orang memperhatikan kejadian ricuh sebelumnya. Dengan wajah sinis ia melangkahkan kakinya segera untuk menuju apartement Yafizan. Tak lupa ia sempat berterima kasih kepada penggemar yang tadi menyelematkan dirinya. Hanya berpura-pura demi mempertahankan image-nya saja.

***

Saat tiba di depan pintu apartement Yafizan, Tamara berulang kali menekan bel dan mengetuknya. Karena kejadian semalam tak urung membuat penghuni di dalamnya untuk segera bangun. Lama kemudian karena dirasa mendapat suara yang cukup keras dari gedoran pintu, akhirnya membuat mata Rona terbuka. Rasa ngilu di seluruh badannya akibat serangan bosnya, tak membuat Rona tetap bangun dan melihat siapa yang sudah membuat keributan siang itu. Beruntung apartement mereka berada paling atas dengan hunian yang sudah dikuasai mereka sendiri sehingga takkan ada orang yang merasa terganggu oleh suara gaduh yang Tamara lakukan.

Rona melihat layar monitor untuk melihat siapa yang sudah mengganggu istirahatnya. Matanya membulat seketika saat melihat sosok Tamara ada di depan pintunya.

"Buka pintunya! Dasar pengawal sialan!" Tamara meracau.

Awalnya Rona mengabaikan kedatangan Tamara. Ia sengaja tidak membukakan pintu untuknya. Hanya dengan melihat sekilas dari layar monitor Rona sudah bisa menebak apa yang akan terjadi. Rona tak ingin merusak suasana yang sedang tercipta dengan majikannya.

Namun, beberapa menit kemudian, Rona tak bisa menahan diri karena teriakan Tamara semakin menjadi-jadi. Ia terus menjerit beserta suara gaduh yang ia layangkan karena terus memukul, menggedor bahkan menendang pintu.

Karena tak ingin membuat para penghuni apartement yang di bawah terganggu serta keributan yang Tamara buat akan membuat majikannya terbangun, pada akhirnya Rona membuka pintu. Sedikit celah Rona menampakkan batang hidungnya.

"Berisik sekali! Enyahlah kau dari sini!" usir Rona.

Tamara mendengus kesal. Dirinya begitu murka tatkala mengingat Rona mengerjai dirinya tanpa merasa berdosa. Dengan sekuat tenaga ia mendorong pintu yang sudah sedikit terbuka itu. Mendorong Rona yang belum siap menahannya saat itu, seketika Rona terdorong.

Tamara berlalu melalui Rona yang hendak menahannya. Rona segera mengejar Tamara lalu menariknya untuk mengusirnya kembali. Tamara yang seperti kesetanan meronta lalu menghempaskan tangan Rona dengan kasar. Ia pun segera berlari menuju kamar di mana Yafizan berada.

Tamara sudah berada tepat di depan pintu kamar yang masih tertutup rapat itu. Segera ia membuka pintu tersebut dan seketika langkahnya terhenti tatkala ia disuguhkan pemandangan yang tak terduga. Matanya membulat penuh amarah dan kebencian. Dua sosok anak manusia yang hanya terbalut selimut sedang tertidur lelap di tempat tidur dengan saling berpelukan. Terlebih sang pria yang lebih mendominasi memeluk sang wanita dengan dekapan eratnya seakan tak ingin lepas. Mata Tamara memincing dengan kilat-kilat emosi ketika ia benar-benar memastikan apa yang dilihatnya bukanlah khayalan semata.

***

"Tamara..." Yafizan seketika melepaskan pelukannya terhadap Soully. Seolah ia tak ingin membuat Tamara salah paham.

Tamara yang masih meronta karena Rona menyeretnya untuk keluar terus berteriak sehingga membuat Yafizan memerintahkan pengawal setianya itu melepaskan Tamara.

Tamara berlari, lalu menghambur memeluk Yafizan yang masih terduduk di tempat tidurnya dengan bertelanjang dada. Dengan kemampuan aktingnya Tamara menangis seolah dirinya teraniaya. Yafizan terdiam, ia tak membalas pelukan Tamara.

"Ta-tamara, kenapa kau...?" Yafizan menahan indera penciumannya ketika dirasa ia mencium aroma tak sedap yang menyeruak ke dalam hidungnya.

Tanpa diduga, seseorang langsung beringsut dengan menarik selimut yang sama digunakan oleh Yafizan untuk menutupi tubuhnya. Seketika ia berlari menuju kamar mandi. Lalu ia mengeluarkan semua isi perutnya saat itu.

Yafizan begitu terkesiap ketika ia menyadari orang yang menarik selimut tersebut tak lain dan tak bukan adalah Soully.

Sejenak ia melupakan keberadaan Soully yang sedari tadi ada di sampingnya. Segera, ia melepaskan pelukan Tamara yang dirasa sangat jorok.

Yafizan menyusul Soully ke dalam kamar mandi. Dengan hanya memakai celana boxernya saja ia berjalan perlahan lalu dengan ragu membantu menepuk-nepuk tungkak leher Soully.

"Kau baik-baik saja?" tanyanya ketika Soully sudah berhenti mengeluarkan isi perutnya yang hanya berupa cairan kuning dan pahit itu.

Soully membersihkan air mata, hidung serta mulutnya. Namun, tak ayal membuat dirinya ingin mengeluarkan isi perutnya lagi tatkala bau tak sedap dari tubuh Yafizan menyeruak indera penciumannya kembali.

"Se-baiknya kau keluarlah. Aku akan membersihkan diri terlebih dahulu," pinta Soully.

Tanpa suara ataupun bantahan Yafizan keluar dari dalam kamar mandi. Kemudian Soully menutup pintu kamar mandi dengan rapat dan menguncinya dari dalam.

Setelah dirasa perutnya mulai baikan, ia melepas selimut yang melilit tubuhnya. Tak lama kemudian Soully memutar kran, lalu berguyur di bawah derasnya air yang mengalir dari shower.

***

Cukup lama Yafizan termenung di depan pintu kamar mandi yang tertutup rapat itu. Ia masih mematung karena tak mengerti akan perasaannya yang tiba-tiba khawatir kepada perempuan mungil yang semalam menemani dirinya.

Terlintas bayang-bayang pergumulan mereka semalam. Ada rasa tak enak hati, namun ia merasa tak menyesalinya. Bahkan ada rasa yang membuncah senang dalam hatinya yang Yafizan pun tak mengerti kenapa perasaan itu ada.

"Baby, apa kau mengacuhkanku sekarang? Setelah semalam kalian habiskan waktu bersama? Kau melupakan kehadiranku?" pekik Tamara membuyarkan fikiran Yafizan.

Yafizan mengusap wajahnya bersamaan helaan nafasnya dengan kasar. Ia tak menyadari akan keberadaan Tamara saat ini. Rasa bersalah? Sepertinya ia tak merasakan hal tersebut ketika Tamara mendapati dirinya bersama perempuan lain dalam tempat tidur yang sama.

"Baby, kenapa kau ini?" Tamara hendak berjalan mendekati Yafizan.

Namun, sejurus kemudian entah ia mengikuti instingnya ataukah memang dirasa aroma yang berasal dari tubuh Tamara menyeruak indera penciumannya kembali sehingga membuat Yafizan menggeser tubuhnya bergerak untuk menghindar.

"Tamara sebaiknya kau membersihkan dirimu terlebih dahulu," Yafizan berdalih dengan memberi isyarat pada Rona dengan pandangan matanya agar ia membawa Tamara pergi dari kamarnya segera.

Rona yang tanpa banyak bicara segera melakukan apa yang diperintahkan tuannya. Ia menarik lengan Tamara. "Tolong, Nona. Kau ikuti saja apa yang diperintahkan Bos Yafi. Dan jangan mencoba berusaha untuk memberontak."

"Lepas!" Tamara menepis kasar tangan Rona. Tanpa banyak bicara ia melangkahkan kakinya keluar dari kamar Yafizan.

***

Suara gemericik air yang mengalir dari dalam kamar mandi sudah berhenti. Sepertinya Soully sudah selesai melakukan ritual mandinya.

Suara pintu kamar mandi terbuka. Soully keluar dengan memakai bathrobe pink favoritnya. Dengan tersenyum pada Yafizan yang sedari tadi duduk di tepi tempat tidurnya. Ia mengusap-usap rambutnya yang basah dengan handuk kecil. Lalu berjalan menuju meja riasnya.

"Sayang, sebaiknya cepat kau mandi. Hari sudah siang, aku akan segera turun dan menyiapkan makanan. Kita sarapan, tidak, mungkin lebih tepatnya makan siang untuk kita."

Soully sudah mendudukan tubuhnya di depan meja rias. Ia tersenyum begitu riang. Entah ia lupa ataukah memang tak menyadari jika situasi saat ini bukanlah seperti yang ia lakukan sebelumnya.

Soully melihat bayangan suaminya itu di dalam cermin. Terlihat jelas saat ini Yafizan menatapnya dengan tatapan dingin yang sulit di artikan.

***

Bersambung...


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C81
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login