Download App

Chapter 46: Ada ada saja

POV Risa

Aku tidak mengerti bagaimana seseorang bisa tertaut hubungan begitu dalam. Bagiku yang awam perihal percintaan sungguh sulit ku pahami. Aku melihat bagaimana Bunga menangis tersedu sedu hingga hidungnya memerah. Aku mendengar dia mengeluarkan umpatan bahkan sumpah serapah, aku yakin Bunga sudah sangat membenci Amar. Hubungan yang mereka jalin bukan lah sehari atau satu dua bulan, empat tahun! ah bukan enam tahun! mungkin lebih, sebelumnya mereka juga pernah ldr-an. Yang paling tak bisa ku pahami adalah, bagaimana wajah melongo Bunga ketika mendapati Amar kembali menghampirinya. Wajahnya tadi, wajah yang memerah karena menangis, matanya bahkan sedikit membengkak. Aku bahkan tak bisa berkata kata saat Bunga segera bangkit dari posisi duduk melihat kedatangan Amar. Aku hanya bisa bengong melihat keduanya terlibat obrolan. Jika sejam lalu aku mendengar nada tinggi dan emosi, pertemuan selanjutnya penuh derai air mata dan permohonan maaf. Amar bahkan berlutut membiarkan celana Jeansnya menyentuh lantai halte yang kotor dan becek. Dia menangis bersamaan dengan deras nya air hujan. Aku hanya bisa menatap nanar tak percaya.

"Bunga, aku tahu aku salah, aku brengsek, aku bajingan, tapi aku mohon beri aku kesempatan untuk berubah.." aku masih mengingat jelas kalimat yang Amar ucapkan tadi. Wajahnya jelas terlihat penuh penyesalan. Aku beralih menatap wajah tegang Bunga yang masih meneteskan air mata, dia bahkan menahan gemelutuk gigi yang bertaut karena geram, aku bisa merasakan perasaan apa yang berkecamuk di hati Bunga. Ku pikir Bunga akan sangat marah, dia bukannya sering tersulut emosi. Tapi tidak. Aku salah. Bunga meminta Amar bangkit dari posisi berlututnya. Keduanya masih menangis dan tertunduk dalam.

"Gue ga tau harus kaya gimana, gue ga ngerti kenapa lu setega ini sama gue!" balas Bunga berusaha menahan emosinya, semua terlukis jelas dalam sorot mata yang meminta lebih banyak kejelasan dari Amar.

"Lu tau kan, lu tau kan, GUE CINTA SAMA LU!!" Antara ingin marah dan juga tertawa, aku merasa geli mendengar teriakan Bunga. Kenapa dia mengatakan kalimat menggelikan seperti itu pada pria yang sudah jelas berkhianat. Bunga bahkan bisa memeriksa daftar kedatangan Amar di apartemen itu.

Amar meraih pundak Bunga, mereka berpelukan erat, kenapa aku masih di sini sih! Hanya terus begitu saja suara hati ku saat tadi, kenapa aku ada di sini!. Aku seperti penonton di sebuah acara live action, kisah cinta rumit yang penuh emosi. Mereka berpelukan, saling meminta maaf, saling menghapus air mata, kembali menggaris senyum dan pergi..

Aku menghela nafas berat. Aku sungguh masih pemain amatir, masih harus banyak belajar lagi. Ternyata menjalin hubungan tidak lah sesimple di beri hadiah, diberi pujian, saling berbagi kebersamaan. Ada banyak hal lain selain itu. Kejadian tadi membuat ku berpikir, apakah hubungan ku dengan bos Glen sangat rapuh? Melihat Bunga dan Amar yang terlibat emosi begitu dalam, melihat Bunga yang menangis tersedu sedu tapi juga segera tersenyum membuat ku hilang pikiran, kenapa bisa seperti itu? Logika sepertinya tidak bermain dalam percintaan.

Sementara hubunganku dengan bos Glen belum terjalin lama. Jangankan mengikuti kemana dia pergi, aku bahkan tak tahu berapa usia kekasihku. Jangankan seperti Bunga, yang bisa menerima telepon dari ibu Amar dan saling memberi pengertian, aku bahkan tak tahu harus berbicara pada siapa untuk sekedar bertanya apa kabarnya di sana. Lalu, lalu aku harus bagaimana? Nyatanya aku masih tinggal di apartemen miliknya, nyatanya aku masih terus membayangkan tidur dalam dekapanya di bawah selimut yang sama. Terkadang aku membayangkan dia menunggu di meja saat aku memasak, aku sering membayangkan jika Hoon adalah bos Glen, ah tapi tidak, kelakuan Hoon yang ceroboh selalu membuyarkan bayangan wajah bos Glen.

Aku tak bisa membayangkan jika hubungan ku dengan bos Glen berakhir, bisa kah? Aku juga tak bisa membayangkan penghianatan antara kami, bos Glen terlalu sempurna bagi ku, cinta nya, pemberiannya, perhatiannya, dia hampir tanpa cela, pria itu tak mungkin berkhianat, dia mencintai ku begitu tulus dan dalam, aku yakin itu, aku percaya itu. Bahkan kami melewatkan malam pertama bersama, pertama kali bagi ku, dan pertama kali baginya. aku tak perlu mencemaskan hal seperti ini. Ya, aku menggeleng, haruskah aku memikirkan hal lain saja? Aku menyeka rambut yang terjatuh di dahi ku, basah. Ya ampun, aku bahkan tak sadar berjalan di bawah hujan. Aku hanya tertawa, menertawakan diri sendiri, aku tak sadar jika hari masih hujan sementara aku terlibat dengan pikiran ku sendiri.

Kenapa dia tak menghubungi ku? Dia tak membaca pesan ku? Ah, kenapa aku kembali memikirkan bos Glen, suhu dingin dan basah ini membuatku mengingat nya lagi. Ya, aku cemas, di dalam hatiku ada ketakutan besar, aku takut sesuatu terjadi padamu, aku takut sesuatu terjadi antara kita, walau begitu untuk saat ini aku harus bersabar, tanyakan pada hatiku! Hoon bilang seperti itu. Dan hati ini, aku memegang dada, aku harus menunggu, menunggu, dan menunggu mu.

Mungkin ini yang dikatakan cinta itu buta, walau sakit, menangis, kesal, benci marah tapi tetap memaafkan, tetap menerima, tetap mengatakan aku cinta kamu! Aku tertawa sendiri saat mendengar bagaimana Bunga berteriak dengan air mata nya tadi, tertawa getir. Cinta membuat hilang akal logika.

"Kenapa kau hujan hujanan seperti ini!" sepasang sepatu di ujung pandangan mengejutkan ku, aku menaikkan kepala, Hoon!

Dia membawa payung dan segera melepas jaketnya. Aku hanya bisa melirik saja saat pria ini membungkus badanku dengan jaket yang tadi dia kenakan. Kau bisa berbuat manis juga!

"Kenapa kau mandi hujan, tingkahmu ini seperti bocah!" ah sepertinya aku salah, untung saja aku urung memuji nya. Tentu saja, Hoon pasti tidak tulus melakukan ini kan! 

"Harusnya kau melihat ramalan cuaca, membawa payung, kau menyusahkan ku kalau begini, aku jadi mengurangi jatah tidur di hari libur, aku juga harus mencari tahu kemana arah--" aku tak mau lagi mendengar ocehan Hoon

"Heii.. Tunggu aku!" Hoon berlari mengejar di belakang punggung ku, aku tersenyum melihat dia yang kesusahan memayungi ku, untuk apa? Toh aku sudah basah kuyup, lebih baik mandi hujan sekalian kan. Aku berlari di bawah deras nya hujan, sesekali aku menoleh dan mendapati wajah kesal Hoon, dia berusaha bertahan dengan payung, sepertinya dia takut terkena guyuran hujan, walau begitu pakaian nya sudah lebih banyak basah daripada kering. Aku tertawa melihat raut manja di wajah Hoon, dia memang menyebalkan tapi tingkahnya sungguh membuat ku terhibur.

***

"Aish, semua jadi basah kuyup. Harusnya aku tak usah susah payah menjemputmu tadi" Hoon masih mengomel kesal, dia meraih handuk dan mengeringkan tubuhnya yang basah, sementara Risa mengatur belanjaan dengan pakaian basah, dia menutup kepalanya dengan handuk kecil.

"Hei, setidaknya pergi ke kamar mandi dulu!" ujar Hoon kesal melihat tetesan di ujung kaos Risa. Gadis itu membalikkan badan dan memonyong kan bibir, sepagi ini Hoon terus mengomel, membuat Risa kesal.

Risa segera membereskan lantai.

"Heu, kubilang sana ke kamar mandi!"

"Cerewet!"balas Risa tak peduli.

"Kau mau ke kamar mandi atau tidak!" ujar Hoon memaksa sekali lagi sambil memalingkan wajah. Risa membalikkan badan, segera berdiri menghadap Hoon dan bertolak pinggang.

Gadis ini sungguh polos apa bodoh! bagaimana mungkin dia tidak sadar dengan baju basah yang transparan itu! Hoon mengela nafas berat, dia kesal!


Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Rank -- Power Ranking
    Stone -- Power stone

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C46
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank NO.-- Power Ranking
    Stone -- Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login