Download App
3.65% Surga Kecil

Chapter 18: Kutunggu di Meja Makan

Tak terasa sudah satu bulan Alexa bekerja di sini. Dalam rentang satu bulan ini, fasilitas yang didapatkannya semakin bertambah. Selain pakaian dan sepatu baru, dia mendapatkan akses kartu kredit tanpa batasan transaksi untuk belanja kebutuhan bahan makanan, ditambah lagi sebuah ponsel keluaran terbaru. Meski begitu, Alexa adalah seseorang yang gagap teknologi, sehingga dia nyaris tidak pernah menyentuh ponsel kecuali ada pesan atau telepon dari tuannya.

Setelah satu bulan, tuannya juga memberikan sebuah akun bank beserta kartu ATM pada Alexa, karena gajinya akan dikirimkan pada akun bank, alih-alih diberikan secara cash. Karena sudah mendapatkan gaji pertama, Alexa langsung menggunakannya untuk membeli dompet, agar dia bisa menyimpan semua kartu di sana supaya tidak mudah hilang.

Saat ini, dia sudah selesai membuat makan malam. Seperti biasa, Alexa akan menggunakan telepon yang ada di dapur untuk menghubungi lantai tiga, tempat ruang kerja tuannya. Dia memanggil tuannya lewat telepon dan memberitahu jika makanan sudah siap. Tapi kali ini, tidak ada jawaban sama sekali dari seberang telepon.

Alexa menghela napas. Jika teleponnya tidak dijawab, berarti tuannya sedang tidak ada di lantai tiga. Gadis itu pun meletakkan kembali gagang teleponnya dan melangkah menuju lantai dua. Langkahnya berhenti di depan pintu ganda besar, kemudian mengetuknya sebanyak tiga kali.

Tanpa menunggu jawaban, pintu dibuka, dan Alexa bisa melihat Skylar sedang duduk di depan televisi bersama Sophie. Di tangannya terdapat sebuah konsol, lalu perhatiannya sedang fokus pada layar televisi di depan. Dari apa yang dia lihat, tuannya sedang memainkan game yang tak terlalu Alexa pahami.

Kakinya pun melangkah mendekat. Baru setelah sampai di sebelah sofa, Alexa berkata, "Tuan, makan malam sudah siap."

Tanpa mengalihkan pandangan dari layar televisi, pemuda itu membalas, "Kau buat apa malam ini, Alexa?"

"Molten Lasagna."

Makan malam hari ini merupakan makan malam biasa. Lasagna, menu umum yang dapat dijumpai. Hanya saja sedikit berbeda dengan lasagna yang sekedar ditumpuk-tumpuk dan dipanggang. Alexa bahkan menghabiskan waktu lebih dari dua jam hanya untuk membuatnya, lebih lama daripada membuat lasagna biasa.

Semua ini karena dirinya yang tak sengaja menemukan channel memasak beberapa hari lalu saat mencoba-coba aplikasi di ponsel, lantas ingin mencoba resep baru. Tentu saja dia sudah mencobanya dan meyakinkan bahwa rasa masakannya enak dan baik-baik saja jika disuguhkan pada sang majikan.

Skylar harus menekan-nekan beberapa tombol pada konsolnya untuk menyimpan kemajuan dalam game-nya, kemudian baru berdiri dari sofa. "Ayo, Sophie." Tak lupa pula mengajak Sophie yang sejak tadi sudah bergelung nyaman di bawah sofa, seolah menemani tuannya bermain.

Anjing itu pun menyalak pelan dan mengikuti langkah tuannya. Setelah sang pemuda melewati Alexa, dia pun mengekor di belakang, sama seperti Sophie.

Hanya saja, tak seperti biasanya, Skylar mendadak bicara padanya. "Kau sudah makan, Alexa?"

Gadis itu memasang ekspresi bingung sejenak, kemudian menjawab, "Belum. Saya akan makan nanti setelah Tuan selesai."

Skylar hanya mengangguk singkat mendengar jawaban dari gadis itu. Belum makan, jelas. Dia merasa tolol dengan menanyakan pertanyaan yang sudah jelas jawabannya. Tidak mungkin pelayan makan duluan sebelum dirinya. Pelayan macam itu yang tak tahu etika pasti sudah diusirnya di hari pertama bekerja, tak mungkin Alexa berani makan duluan dengan adanya dia di dalam rumah. Terlebih dengan sikapnya selama ini yang keras.

"Kau—"

Keras. Mungkin SKylar agak kelewatan dengan gadis itu.

Selama ini, Skylar menghindari berbicara dan berinteraksi terlalu banyak dengan Alexa, meskipun mereka berdua berada di satu tempat yang sama. Tidak lebih dari percakapan pendek-pendek mengenai tugas-tugas yang harus dilakukan gadis itu. Bayangan Iracebeth masih berbekas begitu kuat setiap kali sang pemuda bertemu pandang dengan iris kecoklatan tersebut. Tapi diakuinya, sikapnya nampak terlalu dingin.

Bagaimanapun, pelayannya masih berumur belasan, hidupnya terkurung di dalam gedung ini dan nyaris tak pernah keluar kecuali berkenaan dengan beberapa hal. Dia yakin bahkan pelayannya itu tak punya teman bicara selain Sophie yang menjadi tanggung jawabnya selama ini.

Setelah Skylar berikan ponsel pun, dia lebih sering melihat Alexa duduk menonton televisi ataupun membaca buku. Sementara ponsel pemberiannya tak terlihat di sekitarnya sama sekali. Terlebih dengan dirinya, satu-satunya orang yang berada di tempat yang sama namun tak pernah banyak bicara. Skylar masih heran dengan gadis itu yang tak pernah menampakkan tanda-tanda ingin pergi dan kabur dari sela-sela tangannya.

Setelah sampai di lantai 51, Alexa berhenti di depan televisi, sementara membiarkan tuannya berjalan menuju ruang makan. "Saya akan menunggu di sini jika Tuan butuh sesuatu."

Tanpa sadar, langkah Skylar pun berhenti, dan dia berdiri menghadap pelayannya yang sudah berpamitan akan menunggu di ruangan lain. Itu adalah hal yang normal, karena setiap harinya memang seperti ini. Tapi mulutnya mendadak mengucapkan, "Kalau begitu, makan denganku. Sekarang. Temani aku bicara, aku sedang bosan."

Kalimat itu meluncur begitu saja dari mulutnya. Entah apa yang sedang Skylar pikirkan. Otaknya terasa kosong dan mulutnya bicara begitu saja tanpa disaring.

Makan satu meja dengan pelayannya? Mungkin Skylar sudah gila.

Gadis itu terlihat tercengang.

"Eh … tapi—"

Alexa berusaha membalas dan menolak. Tapi Skylar sama sekali tidak menarik kembali kalimatnya. Alih-alih, dia menyela sebelum gadis itu menyelesaikan kalimatnya, "Kutunggu di meja makan, Alexa."

Mungkin ini memang ide buruk. Tapi tidak ada salahnya mengenal orang yang tinggal bersamanya, lebih dari sekadar nama yang dia tahu. Sebab Skylar pun tahu, mengenal gadis itu dengan lebih baik mungkin merupakan satu-satunya cara menghilangkan bayangan Racie yang selalu menghantuinya tiap kali dia berinteraksi dengan Alexa.

Tanpa menunggu jawaban, Skylar Kembali berjalan menuju ruang makan, meninggalkan Alexa yang masih terpaku di tempatnya.

Butuh beberapa saat sampai Alexa selesai memproses kalimat perintah dari tuannya. Selama ini, dia merasa aman karena mereka jarang berinteraksi. Tapi bukan berarti semua itu menghilangkan rasa takutnya pada pemuda tersebut. Bohong jika Alexa bilang tidak khawatir setelah pemuda itu menyuruhnya makan Bersama.

Tapi apa pilihan yang dia miliki? Tidak ada.

Langkahnya terbentuk dengan sedikit enggan. Alih-alih masuk ke ruang makan, Alexa bergerak cepat menuju dapur. Dia memindahkan makanan miliknya ke atas piring dengan cekatan, lalu mengantarkan makanan dan gelas berisi wine milik tuannya lebih dahulu.

Skylar yang duduk di ujung meja, melihat Alexa datang membawakan makanannya. Awalnya, dia menikmati segelas wine sambil menanti gadis itu meletakkan makanannya sendiri. Tak lama, Alexa kembali dan meletakkan piringnya di tempat berjarak satu kursi dengan Skylar.

Tidak heran jika pelayannya memilih sedikit menjauh. Biar bagaimanapun, dia juga punya peran dalam sikap yang ditunjukkan Alexa. Dirinya terlalu keras dan dingin selama memperlakukannya di sini. Gadis itu juga mungkin paham posisinya, sehingga dia tidak akan berani duduk di sebelahnya.

Tanpa memedulikan hal itu, Skylar pun mulai mengiris lasagna di piringnya.

Mengejutkan. Dia belum pernah melihat lasagna seperti ini. Lasagna yang ketika diiris, di bagian tengahnya mengeluarkan keju yang sudah meleleh.

Dari mana gadis itu belajar masak?


Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Rank -- Power Ranking
    Stone -- Power stone

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C18
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank NO.-- Power Ranking
    Stone -- Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login