Download App

Chapter 2: BAB 1 [Azmi Kembali]

Masyaa Allah, mengapa dia begitu manis dengan setelan jubah biru langit dan peci putih di kepalanya, di tambah dengan netra indahnya yang terlihat begitu teduh.

Aiza

****

Author Pov

Tanpa terasa bulan demi bulan berlalu, bahkan tahun demi tahun pun sudah beralu. Dalam waktu yang terasa sebentar empat tahun sudah berlalu.

Dan Aiza, gadis kecil itu kini sudah tumbuh menjadi remaja cantik dengan kulit putih bersih dan wajah cantiknya yang sering membuat kaum hawa iri.

Bahkan beberapa minggu yang lalu Aiza baru saja melaksanakan acara perpisahan di sekolahnya, dan rencananya bulan depan Aiza akan berangkat ke Jawa Timur untuk melanjutkan pendidikannya di Pondok Pesantren Al-Mukmin yang berada di kota Sidoarjo.

Dan ini sudah menginjak tahun ke enam gadis itu tidak pernah melihat sosok Azmi lagi. Tepatnya setelah Azmi lulus SD dan melanjutkan pendidikannya dengan masuk di Pondok Pesantren yang berada di pulau Jawa.

Wahai Allah tolong beritahu Azmi jika korban bullyan yang selalu ia lindungi itu tengah merindukannya.

===***===

*Di teras rumah Aiza*

"Hmm.... Mas Azmi kapan ya pulangnya, bay tre way ini udah jadi tahun ke enam lho beliau enggak  pulang." Kata Aiza.

"Betul Za, apa ya yang sebenarnya bikin Mas Azmi betah sampai-sampai udah tahun ke enam Mas Azmi enggak pulang." Balas Rara.

"Entahlah, Aiza juga nggak tau Ra. Betah banget ya perasan. Ck." Kata Aiza yang di lanjutkan dengan mengerucutkan bibir mungilnya.

"Emangnya kenapa? Kamu kangen ya? Hayo ngaku!" Rara bertanya yang di sertai dengan senyum jahilnya.

"Jelas lah! Kamu aneh deh Ra, memangnya kamu gak kangen apa?"

"Ya kangen sih! tapi kamu itu beda. Atau jangan-jangan kamu suka ya sama Mas Azmi? Hayo ngaku?" Kata Rara dengan mengangkat-ngangkat kedua alisnya.

"Hah?! Apaan si Ra? Gak jelas banget kamunya."

"Udah lah, gak usah ngeles. Sama sahabat sendiri pun, masa pakai rahasia-rahasiaan segala." Kata Rara yang kemudian membuat Aiza bercerita jika dirinya teramat sangat merindukan sosok Azmi, bahkan Azmi pun kerab mendatanginya lewat mimpi.

Tapi bukankah itu sesuatu yang cukup wajar bagi seseorang yang sedang dalam mode merindukan seseorang.

"Jadi kesimpulannya kamu suka kan sama Mas Azmi?"

"Hah?! Eh kok kamu jadi ngawur gini sih Ra ngomongnya. aku cuma kangen doang, kamu tau kan gimana lengketnya aku sama Mas Azmi."

"Hahaha. Iya deh iya. Aku ngerti deh Za ngerti karna perasaan cinta itu datang tanpa di rencanakan."

Di dorongnya bahu Rara. "Dasar bucin!" ledek Aiza yang semakin membuat Rara terkekeh.

===***===

"Shalat dulu nak." Himbau Ummi Laila pada putri bungsunya yang tak lain adalah Aiza.

"Iya Mmi." Jawab Aiza, setelahnya gadis itu melenggang pergi untuk berwudhu.

Setelah selesai mengerjakan shalat magrib, Aiza menyantap dua potong brownies yang di lanjutkan dengan menyantap semangkuk kolak buatan Ummi nya itu.

Saat kolak di dalam mangkuk Aiza tersisa beberapa sendok lagi, Nissa yang statusnya adalah sahabat Aiza  semenjak Aiza kecil, datang untuk mengajak Aiza shalat tarawih di Masjid.

"Assalamualaikum?" Salam Nissa yang sedang berada di teras rumah Aiza.

"Waalaikumsalam Nissa." Jawab Aiza yang di ikuti oleh Ummi Laila.

"Tarawih kan?" tanyanya.

"Yo-i, tungguin bentar tinggal sesendok lagi, habis itu aku wudhu terus siap-siap, okay?"

"Oke, santai aja." Ucap Nissa.

"Masuk Nduk, makan kolak Bude dulu sana." Kata Ummi Laila pada Nissa.

[Nduk : sapaan akrab untuk anak perempuan dalam bahasa jawa]

"Matur suwun Bude. Nissa udah kenyang ini." Jawab gadis itu dengan mengusap perutnya.

[Matur suwun : terima kasih]

"Udah Nak?" tanya Ummi Laila saat mendapati putri bungsunya yang sudah siap dengan pakaian syar'inya.

"Udah Mmi, Aiza berangkat dulu ya. Assalamualaikum?" Pamit Aiza sembari mencium punggung tangan Ummi Laila.

"Iya. Hati-hati nak, Waalaikumsalam."

Aiza Pov

Setelah sepuluh menitan kami berjalan akhirnya kami bertiga sampai di Masjid yang posisinya tidak terlalu jauh dari rumah kami.

Sesaat setelah kami sampai di Masjid dan baru mendudukkan diri di saf pertama adzan isya berkumandang, dan entah mengapa suara adzan itu terdengar lebih merdu dari suara azan maghrib yang tadi sore ku dengar.

"Masyaa Allah, suaranya bikin adem ya " Pujiku pada pemilik suara adzan itu.

"Iya betul katamu Za, kayaknya aku tau deh suara adzan ini berasal dari suara siapa," Kata Nissa.

"Memangnya siapa?" Tanyaku dan Rara bersamaan.

"Waduh, kenapa kalian jadi kompakkan gini?" Kata Nissa yang membuat kami berdua terkekeh pelan.

"Kalau gak salah itu suara Mas Az---" Suara Nissa terhenti saat seorang laki-laki tiba-tiba berjalan melewati saf perempuan menuju ke teras masjid.

"Az apa? Siapa si Niss? Penasaran aku jadinya." Kata Rara yang tengah memasang ekspresi wajah penasarannya.

"Mas Azmmm---" lagi-lagi ucapan Nissa terhenti saat aku menempelkan jari telunjuk ku di tengah-tengah bibirnya.

"Entar aja ngomongnya, aku lupa kalau Ummi bawain puding ini untuk acara Tasyakuran Khataman Qur'an nanti. Aku mau nyimpan ini dulu ya" kataku sembari berlalu meinggalkan kedua sahabatku itu dan berjalan menuju ke arah dapur Masjid.

Setelah sampai di dapur Masjiid aku menelusuri setiap sudut-sudut dapur Masjid tersebut. Aku bingung harus meletakan puding ini di mana. Masa iya aku mau taruh di atas kulkas.

"Simpan di atas meja aja." Kata seorang lelaki dengan suara berat dan lembut yang hampir membuat jantungku ini berpindah dari tempatnya, karena terkejut dengan suaranya itu.

Ku putar balik tubuhku untuk mengetahui sumber suara itu berasal dari siapa.

Deg!

Dan ternyata setelah aku membalikkan tubuhku kudapati seorang laki-laki yang tengah meraih sesuatu dari atas kulkas.

Ku fokuskan netraku untuk menatap objek yang ada di hadapanku saat ini. Sejurus kemudian kugelengkan kepalaku lemah, entah mengapa wajahya begitu mirip dengan wajah seseorang yang tengah aku rindukan. Bahkan aku sampai melamun menatap lelaki yang mempunyai wajah yang sangat mirip dengan seseorang yang sangat aku rindukan.

"Ehem, tidak baik lho malam-malam begini melamun" Ucapnya yang seketika membuyarkan lamunanku.

Ku tunjuk lelaki itu menggunakan jari telunjukku. "Mas Azmi kan?" Tanyaku dengan suara bergetar di sertai dengan raut wajah tak percaya dengan pemandangan yang ada di depanku saat ini.

Selang beberapa detik kemudian laki-laki yang ada di hadapanku itu tersenyum dan menganggukkan kepalanya.

Entah setan apa yang tengah merasukiku saat ini hingga mataku ini enggan sekali untuk di kerjabkan, seakan-akan mataku ini tidak mau menyia-nyiakan pemandangan indah yang ada di depanku saat ini.

Masyaa Allah, mengapa dia begitu manis dengan setelan jubah biru langit dan peci putih di kepalanya, di tambah dengan netra indahnya yang terlihat begitu teduh.

"Au!" Cicitku pelan setelah mencubit pelan pipiku.

"Kenapa?" Tanyanya.

"Aiza cuma mau memastikan, kalau kali ini Aiza bukan lagi mimpi, ataupun lagi ngehalu Mas." Kataku spontan, yang membuat senyuman manis terukir di bibirnya.

Tanpa sadar air mataku menetes,  entah karena apa, aku sendiri pun tak tahu-menahu penyebabnya. Apa mungkin karena perasaan bahagia yang tengah membuncah di dalam hatiku karena bertemu dengan lelaki yang ada di hadapanku ini.

"Kok nangis?" Tanyanya.

"Hiks. Aiza seneng." Kataku sembari menyeka air mata yang masih sesekali menetes.

"Kalau seneng, kenapa mesti nangis, heum?"

Ku gelengkan kepalaku pelan. "Gak tau."

"Udah, di hapus air matanya. Udah besar jangan nangis."

"Aaaa. Alhamdulillah, Aiza seneng bisa ketemu sama Mas lagi." Ujarku histeris. Oke kalian bisa mengatakan kalau sikapku barusan berlebihan.

Mas Azmi mengangguk dengan senyum tipisnya. "Iya, Alhamdulillah. Mas juga gak nyangka bisa ketemu Aiza lagi, udah gede ya sekarang?"

"Udah dong masa kecil terus"

"Ah. Aiza seneng banget bisa ketemu sama Mas lagi."

"Mas juga seneng kok, tapi sebaiknya jangan berlebihan. Bukannya Aiza tau kalau Allah sangat-sangat nggak suka dengan sesuatu yang berlebihan-lebihan?" Katanya yang seketika membuat senyuman yang sedari tadi terukir di sudut-sudut bibirku hilang begitu saja.

"Berlebihan dari segi mananya Mas? Memangnya salah ya kalau Aiza seneng karena gak nyangka setelah enam tahun nggak gak ketemu sama Mas akhirnya Allah pertemukan kita lagi?! Itu yang di maksud Mas berlebih-lebihan, iya?"

"Bukan gitu Za." jawabnya.

"Emangnya salah ya kalau Aiza kangen sama Mas Azmi? Salah Mas, salah?" Ucapku spontan yang pada akhirnya aku menyesali kalimat yang barusaja keluar dari lisanku.

"Jadi selama ini Aiza kangen ya sama Mas?" Katanya dengan tersenyum dan menaik-naikan kedua alisnya yang berhasil membuat pipi putih kepunyaanku ini merona malu.

"Kepedean. Gak ada yang kangen sama Mas, Eee, ini pudingnya."

Agghh. Kenapa aku jadi salah tingkah sendiri karena ucapan konyolku yang ku katakan beberapa saat lalu.

"Lho kenapa jadi di kasih sama Mas?" Tanya Mas Azmi sembari menatapku sesaat dan tersenyum geli.

Ya Allah mengapa senyuman kilatnya dapat mempengaruhi debaran jantungku, ini sama sekali tidak sehat untuk kesehatan jantungku.

"Eh." Kataku dengan menampilkan wajah yang sudah memerah karena malu, malu sekali.

"Udah deh, kasian, lihat tuh pipi Aiza sampai merah gitu." Ucapnya, kemudian Mas Azmi keluar dari dapur Masjid begitu saja, tanpa mementingkan perasaanku akibat ucapannya barusan.

Duhai Jantung maafkan aku, aku sama sekali tidak bermaksud memberikanmu pekerjaan dua kali lebih cepat daripada biasanya.

Azmi Pov

Ya Allah-batinku saat mengingat jika  ponselku tertinggal di dapur Masjid.

Mau tak mau akupun harus ke dapur untuk mengambil ponselku yang tertinggal.

Sesampainya di dapur, aku melihat perempuan dengan menggunakan pakaian Syar'i berwarna peach tengah berdiri dengan membawa plastik di tangannya yang sepertinya berisikan sesuatu, dari gelagatnya sepertinya perempuan itu tengah bingung akan meletakan barang yang ia bawa itu dimana.

"Simpan di atas meja aja." Kataku.

Sejurus kemudian perempuan berpakaian serba peach itu memutar tubunya dan menghadap ke arahku.

Deg!

Masyaa Allah. Bukankah itu Aiza.

Detik berikutnya Aiza terlihat tengah menatapku. Dengan tatapan yang sulit untuk di jelaskan.

Anak kecil yang selalu menjadi bahan bullyan itu kini sudah tumbuh menjadi remaja yang sangat manis.

Dengan hidung kecil dan runjing, manik mata yang cantik, sepaket alis dan bulu mata yang indah, dengan bibir kecil yang terlihat merah alami. Yang tak berubah dari gadis itu postur tubuhnya yang tetap saja mungil, hanya saja tinggi badannya yang sudah meningkat.

Aku mencoba untuk mencairkan suasana canggung yang tengah tercipta ini dengan berdehem dan menegurnya yang tengah melamun dengan terus memandangiku.

Tidak tahukah dirinya itu, jika keturunan adam yang tengah di pandanginya ini merasakan debaran aneh yang berasal dari jantungnya.

"Ehem, tidak baik lho malam-malam begini melamun" Kataku.

Gadis itu menunjukku menggunakan jari telunjuknya yang mungil. "Mas Azmi kan?"

Selang beberapa detik aku tersenyum tipis dan menganggukkan kepalaku sebagai jawaban atas pertanyaannya.

Namun sepertinya gadis itu tidak memperdulikan jawaban yang  kuberikan. Bahkan saat ini ia tengah mencubit pipinya.

"Au!" Ucap Aiza setelah mencubit pipinya, di sertai dengan menampilkan mimik wajah kesakitan.

"Kenapa?"

"Aiza cuma mau memastikan, kalau kali ini Aiza bukan lagi mimpi, ataupun lagi ngehalu Mas." Jawabnya polos.

Ku ulum senyumku setelah mendengar penuturan polos dari lisan gadis itu.

Selang beberapa detik kemudian kulihat air mata Aiza meleleh melalui kedua manik hitamnya.

"Kok nangis?" Tanyaku.

"Hiks. Aiza seneng." Katanya sembari sesekali menyeka air matanya yang menetes.

"Kalau seneng, kenapa mesti nangis, heum?"

"Gak tau." Katanya dengan terus mengusap air matanya.

"Udah, di hapus air matanya. Udah besar, masa nangis." Kataku yang di tutup dengan kekehan pelan hingga menampilkan deretan gigiku.

"Aaaa. Alhamdulillah, Aiza seneng bisa ketemu sama Mas lagi." Ujarnya histeris dengan senyuman yang merekah dari sudut-sudut bibirnya.

"Iya, Alhamdulillah. Mas juga nggak nyangka bisa ketemu Aiza lagi, udah gede ya sekarang?"

"Udah dong masa kecil terus" katanya dengan tersenyum.

"Ah. Aiza seneng banget bisa ketemu sama Mas lagi"

"Mas juga seneng kok, tapi sebaiknya jangan berlebihan. Bukannya Aiza tau kalau Allah sangat-sangat nggak suka dengan sesuatu yang berlebihan-lebihan?" Kataku yang seketika membuat senyuman manis yang sedari tadi terukir di sudut-sudut bibirnya lenyap begitu saja.

"Berlebihan dari segi mananya Mas? Memangnya salah ya kalau Aiza seneng karena gak nyangka setelah enam tahun nggak gak ketemu sama Mas akhirnya Allah pertemukan kita lagi?! Itu yang di maksud Mas berlebih-lebihan, iya?" Katanya dengan eksprsi wajah yang sudah berubah jutek, dan ekpresi wajah seperti itu lah yang sudah sangat aku rindukan dari seorang Nurul Aiza Al-Rahmah.

"Bukan gitu Za."

"Emangnya salah ya kalo Aiza kangen sama Mas Azmi? Salah Mas, salah?" ujarnya yang terdengar tulus dan membuatku kembali harus mengulum senyumku.

"Jadi selama ini Aiza kangen sama Mas gitu?" Kataku yang berniat menggodanya dengan terus tersenyum dan menaik-naikan kedua alisku yang berhasil membuat pipi putihnya memerah.

"Kepedean. Gak ada yang kangen sama Mas, Eee, ini pudingnya." Ujarnya yang terdengar gugup dengan menyerahkan kantong tersebut kepadaku.

"Lho kenapa jadi di kasih sama Mas?" Ucapku dengan menatapnya sesaat yang di akhiri dengan tersenyum geli karana tingkahnya.

"Eh." Katanya dengan menampilkan wajah yang sudah memerah.

"Udah deh, kasian, lihat tuh pipi Aiza sampai merah gitu." Ucapku dengan spontan yang berhasil memunculkan semburat merah dari kedua pipinya yang putih. Kemudian aku melangkahkan kakiku untuk keluar dari ruangan dapur setelah menyadari ucapanku tadi yang salah.

Ku usap wajahku. "Astagfirullahaldzim"

Author Pov

Setelah kepergian Azmi, kemudian Aiza pun memutuskan untuk meninggalkan dapur, dan menghampiri kedua sahabatnya itu.

"Lama banget sih." Gerutu Nissa.

"Maaf deh maaf." Kata Aiza dengan menggaruk-garuk kepalanya yang mendadak terasa gatal.

"Itu kenapa pipimu merah gitu?" Tanya Rara.

"Ha? Merah? Merah gimana? Seriusan kamu?" Tanya Aiza tanpa titik koma.

"Iya, bukannya biasanya pipi memerah itu terjadi kalau perasaan kita baper ya?" Tanya Nissa.

"Iya, yang aku tau juga gitu Niss, tapi bisa juga karena malu kok, kalau gak salah." Ujar Rara.

"Siapa yang berani-beraninya baperin kamu Za?" Kata Nissa sembari mengepalkan kedua tangannya dengan menampilkan ekspresi wajahnya yang datar. Karna sedari ketiganya MTS jika ada laki-laki yang berani menggoda Aiza Nissa lah yang selalu turun tangan pada laki-laki tersebut ia tak peduli jika laki-laki tersebut kakak kelasnya, sekaligus mengingatkan untuk jangan pernah menggoda Aiza lagi kalau tidak mau terkena tendangan mautnya.

"Ha? Enggak ada kok Niss." Jawabku.

"Kayaknya aku tau deh." Kata Rara dengan menaik-naikkan alisnya.

"Tau apa?" Tanya Nissa.

"Ssstttt...." Ucap Aiza sembari menempelkan jari telunjuknya di tengah-tengah bibir Rara, mengisyaratkan pada sahabatnya itu untuk tidak melanjutkan omongannya dan Rara pun membalasnya dengan sebuah anggukan di sertai senyuman manis.

"Siapa? Kok kalian main rahasia-rahasian" Gerutu Nissa yang sudah memanyunkan bibirnya.

"Bukan apa-apa kok Nis" Jawab Aiza dengan senyum di sudut-sudut bibirnya.

"Udah-udah, berantemnya di lanjutin nanti lagi. Sebentar lagi Iqomah" Kata Rara pada Aiza dan Nissa.

Tidak lama kemudian Iqomah pun berkumandang, mereka pun segera bangkit dari duduk dan merapalkan niat sholat Isya kemudian di lanjutkan dengan takbiratul ihram, membaca do'a iftitah dan di akhiri dengan mengucapkan salam.

Setelah selesai kultum saat ingin melaksanakan Sholat Tarawih, terdengar percakapan jamaah laki-laki dari balik hijab pembatas.

"Silakan nak jadi imam" Kata Eyang Sumo yang merupakan Ustadz sepuh di komplek perumahan sedikit.

"Eyang saja" Jawab Azmi.

"Kapan lagi di imami penghafal Qur'an, ini pertama kalinya setelah enam tahun lho nak" Jawab Eyang Sumo.

"Nggeh yang" Jawab Azmi pasrah. Yang akhirnya pemuda itulah yang menjadi imam shalat tarawih.

Deg!

Di imami oleh dia? Yang bener saja? Ya Allah, aku takut tidak bisa fokus dengan Shalatku-batin gadis itu yang tak lain adalah Aiza.

Akhirnya Aiza pun mulai membaca niat. Dan akhirnya dirinya itu mulai melantunkan Al-fatihah dan di lanjutkan dengan membaca An-Naba. Entah kenapa rasanya Aiza tidak merasa bosan dengan bacaan surah yang di lantunkan Azmi dengan irama bayati, Aiza begitu menikmati suara merdun yang keluar dari lisan Azmi saat melantunkan Ayat suci.

===***===

Setelah selesai Sholat tarawih, para jema'ah tidak langsung pulang ke rumah masing-masing, karena malam ini akan di laksanakan kegiatan tasyakuran Khataman Qur'an.

Aiza, gadis itu dan kedua sahabatnya langsung memposisikan diri dengan ikut duduk bersama jamaah perempuan. Saat ketiganya tengah duduk di antara jamaah perempuan, tiba-tiba ada seseorang yang menepuk pelan bahu Aiza, refleks Aiza pun langsung menoleh ke belakang, untuk mengetaui siapa orang yang menepuk bahunya. Dan ternyata yang menepuk bahunya itu Aisyah adik perempuan Azmi.

"Teh Aiza apa kabar?" Tanyanya ramah semabari mengulurkan tangan kanannya pada Aiza.

"Alhamdulillah baik Syah. Aisyah sendiri apa kabar?" Tanya balik Aiza dengan membalas uluran tangan Aisyah.

"Alhamdulillah baik juga Teh." Jawabnya dengan mencium punggung tangan Aiza.

"Syukurlah, gimana mondoknya? Seru?" Tanya Aiza lagi.

"Ya gitu deh teh. Ada suka dukanya, tapi menurut Aisyah kebanyakan sukanya si Teh."

"Harus dong, kalau ngelakuinnya ikhlas karena Allah pasti banyak ngerasain sukanya Syah." Kata Aiza yang di angguki Aisyah.

"Ayo Teteh-Teteh maju ke depan, kita baca surah pendek sama-sama." Kata salah seorang laki-laki berumur empat puluh tahunan yang bisa disapa Mang Jamal.

Keempatnya dan beberapa perempuan seumuran mereka pun menganggukkan kepalanya, lalu mereka semua menuju ke tempat yang telah di instruksikan.

Aiza pun membuka lembaran demi lebaran Al-qur'an, Aiza mulai memperhatikan hurufnya saat salah seorang di antaranya membaca ayat Allah tersebut, hingga kini sekarang giliran Azmi yang membaca Surah Al-bayinah.

Pemuda itu pun mulai melantunkan Ta'awudz.

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ

لَمْ يَكُنِ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتٰبِ وَالْمُشْرِكِينَ مُنْفَكِّينَ حَتّٰى تَأْتِيَهُمُ الْبَيِّنَةُ(1)

رَسُولٌ مِّنَ اللَّهِ يَتْلُوا صُحُفًا مُّطَهَّرَةً(2)

فِيهَا كُتُبٌ قَيِّمَة(3)ٌ

وَمَا تَفَرَّقَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتٰبَ إِلَّا مِنۢ بَعْدِ مَا جَآءَتْهُمُ الْبَيِّنَةُ (4)

فِيهَا كُتُبٌ قَيِّمَةٌ (5)

إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتٰبِ وَالْمُشْرِكِينَ فِى نَارِ جَهَنَّمَ خٰلِدِينَ فِيهَآ ۚ أُولٰٓئِكَ هُمْ شَرُّ الْبَرِيَّة(6)ِ

إِنَّ الَّذِينَ ءَامَنُوا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ أُولٰٓئِكَ هُمْ خَيْرُ الْبَرِيَّةِ (7)

جَزَآؤُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ جَنّٰتُ عَدْنٍ تَجْرِى مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهٰرُ خٰلِدِينَ فِيهَآ أَبَدًا ۖ رَّضِىَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ ۚ ذٰلِكَ

لِمَنْ خَشِىَ رَبَّهُ (8)

Ayat demi Ayat di lantunkannya, merdu sekali. Sampai tidak terasa ada air mata yang menetes di pipi Aiza.

Setelah Azmi selesai membacakan ayat Allah tersebut, seperti ada setan yang menggoda Aiza untuk menatap ke arahnya, dan pertahanan Aiza runtuh saat dirinya itu menatap ke arah Azmi, tidak sampai di situ, ternyata yang tengah di tatapnya itu juga tengah menatap ke arahnya.

"Astagfirullahaladzim" Guman Aiza lirih karena dirinya itu tidak mampu mengendalikan matanya.

Setelah satu jaman akhirnya acara khataman pun selesai. Dan keerempat gadis itu memutuskan untuk pulang bersama.

-TBC-

###

Segini dulu ya readers😙

Maaf selalu untuk typo yang bertebaran di mana-mana🙏

Sehat selalu kalian, semoga Allah mudahkan kalian dalam mengerjakan urusan dunia dan akhirat.

Jangan lalaikan kewajiban kita sebagai umat muslim, dan jadikan AL-QUR'AN sebagai bacaan yang UTAMA.

Next Bab,Inysaa Allah.

Assalamualaikum warahamatullahi wabarakatuh🌹

Sanggau, 02 Agustus 2020 Kalimantan barat.


Load failed, please RETRY

New chapter is coming soon Write a review

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C2
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login