Download App

Chapter 3: Bersikeras

Marsha pergi ke kantor Erwan tanpa sepengetahuan Erwan. Ia malas untuk menghubungi pria brengsek itu.

“Anda sudah ada janji dengan Pak Erwan?” tanya wanita yang memakai baju formal.

“Tidak.”

“Anda harus membuat janji dulu. Pak Erwan tidak bisa ditemui jika anda tidak-”

“Katakan padanya, calon istrinya Marsha Adinta ingin bertemu.” Marsha malas sekali mengatakan ‘calon istri’. Ia ingin segera membuang ludah yang baru ia telan. Marsha terpaksa mengatakan seperti itu pada wanita yang ada di hadapannya agar tidak membuang waktu berharga Marsha.

Wanita itu yang diyakinkan seumuran dengan Marsha menunjukan ekspresi terkejutnya. Marsha tersenyum culas.

Wanita itu segera menelepon bosnya. “Pak, ada nona Marsha Adinta ingin bertemu dengan bapak.”

“....”

“Baiklah pak.”

Wanita itu pun akhirnya mengijinkan Marsha masuk. Wajahnya masih terlihat terkejut.

Saat memasuki ruang kerja Erwan, Marsha tanpa permisi langsung duduk di hadapan Erwan yang di halangi oleh meja kerjanya. Kaki Marsha ia lipat sambil menyandarkan punggungnya dengan santai.

“Kejutan di siang hari untukku. Kau merindukanku?” Erwan mengawali pembicaraan mereka.

Marsha tersenyum, dalam hatinya ia memaki mati-matian pria yang ada di hadapannya. “Jangan terlalu percaya diri sir. Aku ke sini hanya untuk mengatakan sesuatu.”

Erwan menaikan sebelah alisnya. “Aku tahu kau bukan tipe yang suka basa-basi. Jadi katakan,” ujarnya. Pandangannya beralih pada berkas yang ada di mejanya.

“Aku sudah mempunyai kekasih dan sebenarnya kami sudah memutuskan untuk menikah,” terang Marsha tanpa ekspresi. Marsha merasa bodoh mengeluarkan alasan yang tiba-tiba terucap dari mulutnya. Marsha sama sekali tidak mempunyai kekasih dan ia selama hidupnya tidak pernah mempunyai seorang kekasih.

Erwan mengabaikan berkas kerjanya, ia menatap mata Marsha sambil memberikan senyuman.

“Aku tahu kau berbohong. Aku sudah mencari tahu tentangmu secara mendetail. Kau tidak pernah mempunyai seorang kekasih.”

Marsha membalas senyuman Erwan, membalasnya dengan senyuma licik. “Ada bagian dari diriku yang tidak kauketahui meskipun kaumembayar orang paling profesional untuk menguntitku, yaitu kekasihku. Begitu juga sebaliknya, pasti ada yang tidak kuketahui meskipun aku sudah membuang uangku untuk mencari informasi detail tentangmu. Aku menyimpan sebuah rahasia dengan sangat rapih, dan aku yakin kau juga menyimpan rahasiamu begitu rapih tanpa jejak sedekit pun. Jadi apa yang kukatakan mengenai kekasihku, itu tidak berbohong.”

Marsha sekilas melihat keterkejutan Erwan namun Erwan termasuk pintar mengontrol ekspresinya.

“Jadi apa maksudmu bicara seperti itu padaku Marsha Adinta?” tanyanya tenang namun cukup mengerikan bagi Marsha.

“Batalkan pernikahan kita.” Marsha menatap Erwan dengan tatapan mengecam. Suaranya lantang.

“Jika aku tidak mau?”

Marsha tidak ingin jadi istri ke dua. Misalkan Erwan belum menikah pun, Marsha tetap tidak mau menikah dengan Erwan. Ada aura gelap yang Marsha rasakan sejak pertama kali bertemunya.

“Aku akan mempermalukanmu dan menghancurkan hidupmu.”

Erwan tertawa keras.

Marsha menggeram melihat reaksi Erwan yang tidak terganggu sama sekali dengan ancamannya. Padahal Marsha benar-benar akan mempermalukan Erwan dengan mengatakan kebusukannya di depan keluarga mereka. Marsha tidak pernah bermain-main dengan ucapannya.

“Mempermalukanku dengan melarikan diri menjelang pernikahan kita?” Erwan menggeleng. “kau tidak akan bisa melakukan itu padaku. Percayalah,” lanjutnya.

“Aku bisa melakukan apa pun yang kuinginkan. Aku sedang tidak bermain-main,” desis Marsha tajam.

“Menarik,” gumamnya. “aku juga bisa melakukan apa pun. Aku tidak pernah gagal dalam hidupku.”

Marsha merasa terpojok. Ia tahu Erwan bukan pria sembarangan. Ia mempunyai kekuasaan yang artinya ia bisa melakukan apa pun. Marsha harus lebih berhati-hati.

Tiba-tiba dua pria bertubuh besar dan berotot masuk ke ruangan Erwan. Dua pria itu wajahnya sangat sangar menurut Marsha.

“Antarkan dia ke rumahnya. Jangan sampai ia keluar dari rumahnya sampai hari pernikahan,” perintah Erwan.

Marsha menganga. Sial, Marsha terjebak.

“Siap Pak,” jawab ke dua pria itu berbarengan, lalu mereka menyeret paksa Marsha untuk mengikuti mereka.

Marsha tidak menyangka Erwan akan melakukan ini padanya. Hal ini di luar dugaan Marsha. Berani-beraninya dia melakukan hal ini padanya. Jika belum terikat hubungan apa pun dengannya Erwan berani, apalagi jika sudah menikah. Erwan pasti akan berbuat lebih.

“Erwan apa yang kaulakukan?!” teriak Marsha sambil memberontak seretan dua pria bertubuh besar itu.

“Aku hanya melakukan hal yang menurutku benar. Aku tidak akan membiarkanmu melarikan diri menjelang pernikahan kita. Itu saja,” jawabnya tenang, menunjukan senyum liciknya.

Marsha menghajar Erwan dengan berbagai macam cacian. Marsha tidak terima di perlakukan seperti ini.

*****

Marsha mundar-mandir di kamarnya. Ia begitu kesal di kurung di kamarnya sendiri dan yang tambah membuatnya kesal adalah keluarganya mendukung aksi Erwan untuk mengurung Marsha di kamar sampai hari pernikahan mereka.

Bagaimana caranya agar keluarga Marsha mengerti bahwa Erwan bukan pria yang baik seperti yang mereka pikirkan? Ditambah lagi mamanya. Saat Marsha di bawa pulang paksa oleh dua bodyguard dan tidak tahu caranya seperti apa, mamanya tahu apa yang dilakukan Marsha ketika ia pergi ke kantor Erwan. Mamanya langsung merasa kesakitan di dadanya. Sekali lagi, Marsha terpaksa mengalah, tapi itu tidak membuat Marsha akan pasrah mencari cara untuk membatalkan pernikahannya.

Marsha merasa otaknya buntu, ia tidak bisa mencari cara untuk membatalkan pernikahannya jika di kurung seperti ini. Untuk kabur saja sulit. Letak kamar Marsha di atas, jika Marsha kabur lewat jendela itu sama saja bunuh diri.

Marsha mengambil ponselnya. Ia berpikir masih ada Erico yang pasti akan membantunya. Erico harapan Marsha satu-satunya dan yang terakhir. Marsha pun menelepon Erico. Di bunyi ke tiga Erico baru mengangkat teleponnya.

“Erico!” seru Marsha kegirangan. Marsha seperti menemukan jalan keluar setelah tersesat di hutan begitu lamanya.

“Wow wow. Kau membuat telingaku tuli. Ada apa Sha? Kau merindukanku? Baru kemarin kita-”

“Jangan bercanda,” sergah Marsha, “aku butuh bantuanmu. Tolong aku atau tidak aku akan tersiksa seumur hidupku atau aku bisa mati.” Marsha sadar ucapannya itu terlalu berlebihan.

Terdengar jelas Erico sedang menertawakannya di sebrang sana. “Ada apa Sha? Kauingin seblak?”

Marsha mendengus kesal. Kapan sahabatnya bisa serius di saat ia benar-benar membutuhkannnya?

“Eric, aku sedang serius!” pekik Marsha.

“Maaf. Maaf. Jadi...apa yang bisa kubantu?”

“Erwan pria tidak baik. Dia mengurungku di rumahku sendiri. Bantu aku untuk keluar dari sini.”

“Dia melakukan itu karena kau mengancamnya, bukan?”

Marsha terdiam. Dari mana dia tahu?

“Ya memang,” Marsha mengakuinya, “tapi kau harus tahu kalau dia itu pria terbrengsek. Dia sudah mempunyai…,” Marsha sedang memikirkan sesuatu yang bisa membuat Erico mempercayainya, “ah pokoknya dia brengsek.”

Erico tidak langsung menjawab. Marsha tahu Erico pasti sedang memikirkan ucapan Marsha, apakah ucapan Marsha bisa dipercayai atau tidak.

“Marsha sayang, cari alasan yang masuk akal jika kau berniat membatalkan pernikahanmu. Kautahu kita semua tahu kau tidak memiliki kekasih. Oh maksudku...kau tidak pernah punya kekasih. Dan semua ancamanmu yang kau lontarkan padanya membuatku malu menjadi sahabatmu,” tawanya mempekakan telinga Marsha.

Marsha merasa dirinya sedang mengeluarkan asap. Lagi, dari mana Erico tahu mengenai hal itu? Apa si brengsek itu mengadu pada Erico?

Dia sudah memiliki istri bodoh! Bella istrinya, batin Marsha menjerit. Ia tidak mungkin mengatakan hal seperti itu. Marsha sudah berjanji pada Bella. Seandainya Bella tidak memintanya untuk menutup mulut, sudah pasti Marsha membongkar kebusukan Erwan.

“Kau tidak mempercayaiku?” suaranya kecewa.

“Percaya kau mempunyai kekasih? Tidak,” Erico terkekeh.

“Sudahlah!” suara Marsha nyaris memekik. Ia langsung menutup telepon dan melempar ponselnya ke ranjang.

Tidak ada yang bisa membantunya. Semua orang tidak percaya pada Marsha. Tapi wajar jika tidak ada yang percaya Marsha mempunyai kekasih karena selama ini Marsha tidak pernah terlihat berkencan dengan pria mana pun terkecuali Erico. Seharusnya Marsha lebih pintar memberi alasan.

Marsha menatap dirinya di cermin. Apa dia harus bunuh diri untuk melancarkan rencananya? Tapi itu namanya bukan melancarkan rencananya melainkan mengakhiri hidupnya dengan sia-sia.

Marsha menoleh saat seseorang membuka pintu kamarnya. Kakaknya, Tomy datang membawa makanan untuknya. Makanan empat sehat lima sempurna. Tumben, batinnya. Biasanya keluarganya tidak memperhatikan pola makan Marsha, tapi kali ini ada yang memperhatikannya. Apa itu karena Marsha akan menikah dan harus menjaga kesehatannya? Marsha menertawakan dirinya sendiri dalam hatinya. Selalu saja demi orang lain di bandingkan demi dirinya sendiri.

Mata Marsha mengekori gerak-gerik Tomy. Ia duduk di tepi ranjang dan Marsha lebih memilih duduk di meja riasnya. Raut wajah Tomy terlihat sedih. Marsha bertanya-tanya apa yang terjadi? Apakah ia melakukan hal yang salah lagi? Selama ini Marsha selalu melakukan hal yang benar tapi di mata keluarganya Marsha selalu terlihat salah, padahal Marsha sudah rela banting tulang untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi keluarganya dari kemiskinan beberapa tahun lalu. Tapi sepertinya tidak ada yang menghargai kerja keras Marsha. Marsha selalu di pojokkan oleh keluarganya. Terkadang itu yang membuatnya sedih.

Mungkin Marsha terlihat sebagai wanita tegar. Itu hanya bagian luarnya saja, jauh di dalam dirinya, Marsha setiap hari merasakan kepedihan karena keluarganya yang tidak pernah mengerti Marsha mulai dari hal terkecil pun. Mereka selalu memaksakan kehendak mereka tanpa memikirkan perasaan Marsha seperti apa. Terkadang Marsha bertanya, apa dia bukan anak kandung sehingga diperlakukan seperti ini? Tapi, walau bagaimana pun, Marsha tetap menyanyangi keluarganya lebih dari yang mereka tahu.

“Mama masuk rumah sakit,” ujar Tomy.


Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Rank -- Power Ranking
    Stone -- Power stone

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C3
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank NO.-- Power Ranking
    Stone -- Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login