Download App
3.7% Better

Chapter 2: Ordinary Life

Keluar dari kantor, Nina dikejutkan oleh Kevin yang berdiri dengan tangan terlipat di depan. Keningnya langsung mengerut ketika Nina keluar dan pandangannya berubah jadi penuh selidik. Nina ingin mengabaikannya, lewat begitu saja, tapi Kevin menghalangi jalannya.

"Ada yang salah dari gue? Atau ada yang salah dari lo, Nin?"

Sumpah demi apapun mendengar suaranya saja sudah membuat Nina ingin menendangnya dengan jurus karate yang pernah dipelajari.

"Ternyata lo ngenalin gue, kok bisa?" tanya Nina dengan nada yang sama sekali tidak bersahabat. Sinis dan terasa dingin.

Kevin mengerutkan kening mendapatkan sikap seperti itu. Dia keheranan dengan sikap gadis itu padanya. Kenapa? Apa Kevin pernah melakukan sesuatu yang salah padanya?

"Kenapa lo ngalangin jalan gue?!" Nina kini melipat kedua tangannya, menatap Kevin jengkel.

"Kita sahabat kan, harusnya kita lagi temu kangen sekarang." Kevin merentangkan tangannya menghalangi Nina yang berniat untuk meninggalkannya lagi. "Masa sama sahabat kayak gini. Masa lo nggak kangen gue?"

Nina menganga tidak percaya dengan apa yang didengar telinganya. Sahabat dari mananya. Itu semua sudah berlalu dan sekarang mereka bukan sahabat. Bahkan tidak ada hubungan sama sekali di antara mereka. Dalam pekerjaan pun tidak ada sangkut-pautnya.

"Temu kangen? In your dream! Udah sana minggir, keburu telat kuliah gue." Nina menubruk tubuh Kevin ketika cowok itu berusaha menghalanginya lagi.

Kevin menghela napas panjang lantas berbalik membuntuti Nina. Langkah Nina tampak terburu-buru menuju parkiran. Tetapi langkah Kevin jauh lebih cepat hingga dengan cepat bisa menghalangi langkah Nina lagi.

Nina berusaha menubruk untuk yang kedua kali, tapi dengan cepat Kevin memegang kedua lengan gadis itu dan mendorong sedikit menjauh. Kevin menatap kedua manik mata hitam milik gadis itu. Di sana tampak adanya kebencian.

"Lo benci gue?" tanya Kevin to the point.

Nina menepis kedua tangannya. "Apa itu penting sekarang? Yang terpenting bagi gue sekarang adalah cepet ke kampus, gue udah telat. Jangan ganggu gue!"

Akhirnya Kevin menyerah untuk hari ini. Dia membiarkan Nina pergi dari hadapannya.

Masih ada hari esok. Besok Kevin akan menanyakannya lagi pada Nina apa penyebab cewek itu jadi sangat membencinya seperti ini. Kevin tidak pernah membuat salah apapun, jangankan kesalahan, membuat kontak saja tidak pernah.

Widi yang kebetulan juga mau pulang, menemui Kevin yang berdiri mematung di tengah jalan. Wanita itu menepuk punggung Kevin cukup keras sampai menimbulkan rasa panas.

"Sakit, Mbak!" protes Kevin berusaha menjangkau punggungnya dan mengusap.

"Ngapain diem di sini kayak patung?" tanya Widi tertawa kecil.

Kevin mendesis kesakitan. "Mau jadi manekin tapi nggak ada butik yang mau ngadopsi gue ke tokonya! Puas!"

"Sensi amat kayak pantat bayi." Widi mengusap punggung Kevin bekas kejahatannya. "Maafin lah Vin, orang baik pasti pemaaf. Lagian aneh banget diem-diem di sini aja."

"Mau diem di sini, di halaman, atau di atap sekalipun, suka-suka Mpin dong." Jawab Kevin dengan gaya sok imut yang mampu membuat Widy langsung pura-pura muntah.

"Pakai Mpin Mpin segala, itu panggilan imut dari penggemarnya Kevin Sanjaya buat Kevin Sanjaya, jangan ikut-ikutan," cibir Widi selaku penggemar atlet bulutangkis Kevin Sanjaya Sukamuljo.

"Ya udah sih, kan nama gue sama nama dia sama, Mbak. Sama-sama Kevin. Imutnya juga sama, gantengnya sama, talentanya Insya Allah sama juga." Kevin begitu percaya diri mengatakannya.

"Ya udah terserah lo aja. Gue balik duluan ya."

"Iya, hati-hati, Mbak."

Kevin menghela napas. Sebaiknya dia kembali ke asrama dan tidur sampai besok, mungkin itu akan menyudahi kegelisahannya karena sikap Nina.

*****

Selesai kelas, Nina langsung menuju kantin mengisi perutnya yang keroncongan karena belum diisi sejak siang tadi. Nina ingin makan di kantin tempat pelatihan tapi saat melihat Kevin di sana, Nina mengurungkan niatnya dan lebih memilih mengganjal perut dengan sebotol air mineral. Demi menghindari Kevin!

Nina menghela napas mengusap wajahnya frustasi. Bertemu dengan Kevin bukan hal yang baik dalam hidupnya di masa kini. Mungkin di masa lalu, Kevin adalah segalanya untuk Nina. Sahabat, kakak, dan malaikat.

"Nin, lo beneran magang di PB Garasi?" tanya Rina begitu dia duduk di hadapan Nina. Tatapan matanya begitu serius dan mencari kepastian.

Nina mengangguk.

"Astaga Ninaaaa! Kenapa lo nggak ngomong sama gue sih kalau emang lo magang di PB Garasi?" tanya Rina kesal sendiri karena merasa tidak dipercaya.

Nina mengendikkan bahunya. "Gue pikir tempat magang gue nggak begitu penting buat lo tau. Lagian cepat atau lambat juga lo bakal tau karena ada di papan pengumuman."

Rina mendengus sebal. Sebagai penggila olahraga bulutangkis dan ingin sekali menjadi atlet bulutangkis, tentu saja apapun yang berhubungan dengan bulutangkis selalu membuatnya tertarik. Apalagi PB Garasi termasuk klub bulutangkis yang menghasilkan pemain nasional terbaik, 5 orang anak didiknya sudah berhasil masuk ke dalam pusat pelatihan nasional dan sedang berjuang dari level junior ke level senior.

"Andai aja gue lolos audisi waktu itu, pasti gue bisa masuk klub bulutangkis, terus bisa masuk pelatnas juga bareng atlet-atlet yang lain." Rina menopang dagu dan memandang langit-langit kantin sambil tersenyum membayangkan dirinya sudah berhasil.

"Terima aja deh nasib lo, Rin," jawab Nina melemparkan gulungan tisu pada gadis itu.

Rina mendesis sebal sambil melirik Nina. "Di sana kan tempatnya atlet yang lagi naik daun. Kevin, Ardi, Fian, Aldi. Kabarnya mereka jadi penghuni pusat pelatihan loh awal tahun nanti."

"Oh ya? Gue nggak tau sama sekali tuh."

"Nin, gue boleh minta kado nggak dari lo?"

Mendadak perasaan Nina tidak enak. Tatapan Rina sudah berubah jadi puppy eyes, senyumnya kian melebar, wajahnya berseri.

"Apa?" tanya Nina akhirnya.

"Bawa gue ke sana, ketemu sama orang-orang yang itu. Mereka memang belum sekelas sama The Minions, FajRi, atau The Daddies tapi tetep aja mereka itu berpotensi dan gue seneng banget sama mereka," jawab Rina memohon.

Ngomong-ngomong, sebutan-sebutan tadi adalah sebutan akrab tim ganda putra Indonesia yang sudah sering bertanding di kancah internasional. The Minions adalah sebutan untuk Kevin Sanjaya dan Marcus Gideon, FajRi singkatan dari Fajar Alfian dan Rian Ardianto, serta The Daddies yang merupakan sebutan bagi Mohammad Ahsan dan Hendra Setiawan sang pemain senior yang masih eksis prestasinya sampai sekarang.

"Akan gue usahain, tapi kalau emang nggak bisa, gue bakal cari cara lain biar lo seneng."

Aturan di PB Garasi lumayan ketat. Tidak bisa seenaknya bertamu jika bukan anggota keluarga dari atlet mereka. Tapi semoga saja Nina bisa membawa Rina ke tempat itu.

Rina langsung berpindah tempat dan memeluk Nina dengan erat. "Ummm makasih banyak Nina-ku yang unyu dan baik hati."

Nina tertawa kecil seraya berusaha melepaskan pelukan itu karena kini mereka berdua menjadi objek pandangan orang-orang di kantin.

*****

"Muka lo kenapa dah, Vin? Gelisah banget kayaknya dari tadi," komentar Ardi yang baru selesai mandi jam sepuluh malam. Gerah katanya, jadi meskipun semalam ini tetap mandi agar bisa tidur nyenyak.

Bicara tentang kegelisahan Kevin, bagaimana Kevin tidak gelisah? Dia kini harus sering-sering bertemu Nina yang memberinya tatapan dingin dan tidak bersahaba. Kevin merasa sangat terbebani dengan sikap gadis itu. Karena satu hal yang paling Kevin benci di dunia ini adalah dibenci oleh seseorang.

"Ini gue lagi mikir, kalau gue mendadak mules di pertandingan gimana ya?" tanya Kevin tidak ada sambungannya sama sekali dengan apa yang dipikirkan sekarang.

Kevin merahasiakan masalahnya dulu dari teman sekamarnya ini. Nanti saja kalau sudah waktunya, baru Kevin akan bercerita.

"Pikiran lo nggak penting banget."

"Penting tau, Ar. Gimana kalau itu beneran terjadi?"

"Makanya sebelum pertandingan pergi dulu ke kamar mandi, nabung."

Kevin baru saja ingin menjawab lagi, tapi sudah didahului oleh ponsel Ardi yang berbunyi. Jelas rekannya itu memilih ponsel ketimbang jawaban Kevin yang selanjutnya. Terlebih itu telepon dari sang pacar.

Nasib jomblo selalu begini, ditinggal teleponan tiap malam.

*****


Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Rank -- Power Ranking
    Stone -- Power stone

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C2
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank NO.-- Power Ranking
    Stone -- Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login