Download App

Chapter 3: Malkist Ketiga : Kejadian Malam

Setelah makan pagi itu, Linra langsung merapikan pakaiannya dan memakai sweeter nya kembali, lalu langsung pamit kepada Riota untuk kembali pulang ke kontrakannya, karena akan memindahkan barang-barang miliknya ke garasi mobil Riota yang masih kosong tersebut.

Sementara Riota seperti biasa bermain game di 'Smart Phone' miliknya dengan santai dan menikmati liburan dengan perasan lepas di kamarnya.

Selama bermain game dan hari semakin siang, Riota mendengar suara berisik di bawah, karena tentu itu pasti lah Linra yang sedang beberes beberapa perabotan miliknya yang ada di Garasi.

Lalu suara mobil dan lainnya terdengar.

Riota tidak membantunya, karena ia tahu kalau Linra pasti memikirkan sesuatu yang matang, jadi Riota tetap bersantai menikmati liburannya dengan bermain game seharian.

Apalagi Linra adalah laki-laki, jadi tidak ada yang perlu di khawatirkan oleh Riota.

Kemudian jam menunjukan sudah waktu makan siang dan suara-suara berisik itu telah berhenti.

Riota tentu merasa lapar juga, karena sudah pasti jadwal makannya teratur, jadi tidak boleh terlewat.

" Udah waktunya gue makan, Kira-kira di bawah Linra udah beli apa aja. "

Riota bangun dari tempat tidur nya dan keluar dari kamar.

Namun saat sedang turun ke bawah dengan tangga, Riota melihat Linra yang sedang berpakaian Jump suit pendek berbahan jeans dan kaos lengan panjang polos sedang terbaring di sofa dengan keringat yang membasahi dahi juga rambutnya, mata terpejam tertutupi lengan kanannya yang sedang berada di atasnya.

Riota mendatanginya dengan tersenyum dan menggodanya.

" Kayaknya loe lelah banget. Sampe tiduran begitu, hati-hati bagian bawah loe kebuka lagi kayak tadi pagi. "

Namun saat sedang bicara seperti itu dan menggodanya, Linra tidak merespon dan terkesan terlihat seperti seorang yang sangat kelelahan dan lemas.

Bahkan sampai terlihat dari leher dan dadanya itu keringat yang cukup banyak.

Nafasnya pun terengah-engah.

Riota yang niatnya ingin menggoda Linra, sekarang jadi bingung dan khawatir.

" Hoi, Linra. Loe sakit? "

Linra lalu mengangkat lengan kanannya dari kedua matanya dan membuka matanya perlahan.

" Ehh... Aku kelelahan.. Bisa kamu jangan ganggu aku dulu, uhhmm.. "

Linra membalikan tubuhnya ke arah punggung sofa dan matanya kembali terpejam dengan nafas yang terengah-engah.

Riota lalu melihat bagian pahanya Linra yang terbuka di bagian belakang dan memperlihatkan celana dalam miliknya yang berwarna putih polos sekarang.

" Hei, celana dalam mu sedikit terlihat tuh. "

Riota mencoba membuat cair suasana yang sedikit agak suram itu, namun Linra tidak merespon dan seakan memang dirinya sedang istirahat penuh.

Riota kemudian memutuskan untuk melihat apa saja yang di miliki oleh Linra di kontrakannya.

Ketika di area bagasinya yang terbuka itu, terlihat barang-barang milik Linra sangat sederhana, hanya ada alas tempat tidur lantai, lemari pelastik, meja sekaligus lemari kayunya, penanak nasi, kompor gas, televisi kecil tabung dan kipas angin.

Namun Riota juga melihat sudah banyak perlengkapan seperti wajan besar, kompor, blander, ulekan dan banyak peralatan lainnya yang belum tertata rapih di area luar garasi.

" Pasti barang-barang baru ini adalah barang yang baru dia beli untuk usahanya. "

Riota masuk ke dalam garasi itu dan melihat-lihat sekeliling yang sudah di susun oleh Linra.

Sejauh mata memandang, tidak ada yang aneh dan Riota tidak mengecek bagian dalam dari lemari baju mau pun lemari meja kecilnya, karena tidak sopan tentunya.

Lalu tiba-tiba ia seperti menginjak sesuatu saat sedang berjalan di dekat tempat tidur lipat milik Linra yang berwarna merah itu.

( Krrkk.. )

" Apa.. Apa yang gue injak. "

Riota mengangkat kakinya yang menginjak sesuatu itu.

Lalu terlihat ada bingkisan obat yang Riota injak.

" Obat? Ini pasti obatnya Linra. "

Ketika Riota melihat ada bingkisan pelastik seperti bingkisan obat itu di bawah kasur lipatnya lagi, ia membukanya dan terkejut melihat sesuatu yang tidak ia bisa bayangkan sebelumnya.

Dimana berserakan banyak bingkisan obat berbagai macam warna dan bentuk di bawah kasur lipat itu.

" Obat? Banyak sekali. "

Riota melihat dengan seksama bagian depan yang tertulis umumnya di kemasan obat, yaitu 3x sehari.

Semua Obat-obat itu kebanyakan tertulis demikian.

" Obat apa ini? Apakah Linra sedang sakit parah. "

Riota berfikir keras dan mencoba melihat ke belakang.

Sejauh ini yang ia tahu kalau tubuhnya jauh lebih kecil dari semenjak SMK, namun tubuh dan lainnya entah tiba-tiba berubah tanpa sebab, apalagi kulitnya yang putih itu.

Lalu Riota melihat ekspresinya saat tadi sedang istirahat dengan wajah bingung.

" Jangan-jangan dia benar-benar sedang sakit atau ... "

Riota mengambil 'Smart Phone' miliknya dan memfoto obat-obat itu untuk mencari tahu, apa sebenarnya dari obat-obat tersebut.

" Apa yang loe sembunyiin dari gue, Linra. "

Setelah selesai memfoto bungkus obat-obat itu, Riota lalu merapikan kembali lalu berjalan keluar dengan santai dan bertingkah seperti tidak terjadi apa-apa.

Namun saat keluar itu, ada Linra yang berjalan dengan wajah masih terlihat lelah dan menyapa Riota.

" Ohh.. Riota.. "

Riota terkejut.

" Huaaa... Ngagetin aja loe, bego. Baru tadi gue liat loe istirahat, sekarang udah di sini aja. "

Linra tersenyum tipis dan memegang lengan kiri Riota.

" Maaf... Aku sangat kelelahan.. Uhhmm.. "

Riota merasakan dari telapak tangan yang menyentuh lengannya itu seakaan bergetar.

Riota lalu merangkul tubuh kecil Linra dengan tangan besarnya.

" Kenapa loe gak istirahat aja dulu di sofa tadi. "

Linra menjawab dengan nada lirih.

" Aku ingin istirahat saja di tempat tidur dalam itu. "

Riota baru saja di sana dan melihat sesuatu yang mencenangkan, namun ia tidak berencana untuk bertanya langsung kepada Linra, karena pasti ia akan membantahnya.

" Oh... Ya udah, gue bantu. "

Riota membantu berjalan Linra ke dalam garasi dan perlahan membaringkan di tempat tidur lipatnya dengan kepalanya di alasi bantal.

Riota dengan santai perlahan menaruh kepala Linra dan akhirnya ia terbaring.

Dari telapak tangan yang memegang bagian kepalanya tadi, ada keringat Linra yang menetes.

Saat Riota sangat dekat dengan Linra, ternyata aroma badannya wangi seperti bayi dan walau berkeringat banyak pun, tidak ada aroma yang asam dari tubuhnya, yang ada wangi seperti bayi.

" Aroma tubuh loe kayak bayi. "

Linra langsung tersenyum saat mendengar itu sambil menatap lembut Riota.

" Hehehe, Terima Kasih .. "

Riota sedikit lega saat Linra tersenyum dan tertawa sedikit.

" Hei, jangan sampai sakit. Baru juga mulai untuk usaha. "

Linra tersenyum.

" Akan aku usahakan. "

Riota lalu berdiri dan Kembali berjalan menuju ke arah luar garasi dan meninggalkan Linra untuk istirahat.

Namun Riota tahu, kalau ada kemungkinan ia ingin meminum obatnya, karena tertulis jelas 3x sehari di depan bingkisannya.

Namun karena ia sudah mendapatkan gambar foto apa yang di konsumsi oleh Linra itu, jadi bisa dengan mudah ia tahu tanpa harus bertanya kepadanya.

Namun karena kondisi Linra terlihat tidak bisa melakukan aktifitas memasak, akhirnya Riota memesan makanan dengan Delivery.

Tentu Linra di belikan juga.

Setelah makan dan suasana sore mulai terasa, Riota yang sedang bersantai bermain game di ruang tamu dengan duduk di sofa, memperhatikan Linra yang sudah terlihat aktif.

Namun bagi Riota, sepertinya malah Linra ini banyak sekali jeda waktu istirahat di bandingkan aktifitasnya.

Ketika makan malam tiba.

Riota melihat lemari pendinginnya dan terlihat penuh dengan bahan mentah.

Linra membeli sebuah sayuran, daging ayam, ikan, sapi, telur, bumbu dapur dan lainnya dengan jumlah sedikit.

Sampai Mie Instan nya tersingkir dan ia taruh di rak lemari dapur atas.

" Loe yang beli semua ini? "

Linra menjawab sambil sedang menyiapkan keperluan untuk memasak di dapur.

" Iyah, sekalian, tetapi itu untuk masak sehari-hari saja. Kamu mau aku masak apa? "

Linra menawari pilihan terhadap Riota.

Riota menutup pintu lemari pendingin dua tingkat itu dan menjawab santai.

" Gue sih apa aja, asalkan enak. "

Linra tersenyum dan menghampiri lemari pendingin itu, lalu membukannya.

" Kalau begitu aku akan masakan sayuran saja, karena sudah malam, kalau makan yang berat-berat, nanti berat badan ku bertambah. "

Riota mengelus kepala Linra yang sedang berada di dalam kulkas mencari bahan sayuran.

" Terserah loe aja, tapi gue gak larang loe makan banyak, biar tubuh loe sedikit berisi. "

Linra tersenyum.

" Kalau begitu daging ayamnya separuh akan aku rebus dengan sayur bening yah. "

Riota berjalan ke arah sofa dan langsung duduk santai menonton televisi.

" Aahhhh.. Terserah loe dah, jadi gue gak perlu Delivery lagi. "

Linra menaruh bahan-bahan yang di butuhkan untuk memasak dan ia mulai memotong sayuran, daging, juga menyalakan kompor untuk merebus airnya.

Selama dalam proses memasak itu, Riota menunggu dengan bermain game di 'Smart Phone' miliknya sambil televisi masih menyala.

Setelah semua siap dan Linra menatanya di meja makan, Riota langsung bergegas ke dapur dan menghentikan aktifitas bermain gamenya.

Riota makan dengan lahap dan rasa dari supnya dengan daging ayam sangat terasa.

Bahkan daging ayamnya empuk dan berasa.

" Hmmnn.. Enak.. Bikin seger badan. "

Linra tersenyum sambil makan dengan perlahan.

" Tentu, siapa dulu yang memasaknya. "

Riota benar-benar merasa ada ke untungan besar berlipat saat Linra datang untuk mengelola bisnis, dimana satu sisi ia memasakan makanan 3 kali sehari walau belum sepenuhnya terlaksana.

Namun dari skill memotong dan memasaknya, terlihat tidak di ragukan, apalagi rasanya memang benar-benar enak.

Setelah selesai makan bersama di meja makan.

Linra mendiskusikan menu katering bisnis nya itu kepada Riota di ruang tamu dan duduk bersama di sofa panjang.

Linra menulis di atas meja sambil berdiskusi.

" Aku akan memaketkannya. Jadi paket A itu berisi rendang, kentang di pakai cabai, sambal, acar, telur rebus dan kerupuk, termasuk ada sendoknya, tentu nasinya tidak lupa, juga kerupuk dan peralatan makanannya, seperti sendok garpu pelastik. "

Riota mendengarkan dengan serius.

" Ok, menarik juga. Terusin. "

Linra lalu kembali bicara.

" Paket B itu, berisi ayam goreng saja atau ayam di pakai cabai, aku bagi dua tahap di paket B ini, tentu harganya akan berbeda, namun masih di bawah rendang satuannya. Selebihnya sama. "

Riota mengangguk paham dengan apa yang di maksud oleh Linra.

" Ok... Terus paket C nya? "

" Paket C nya itu adalah ikan goreng biasa atau pedas, sama seperti ayam, selebihnya sama. "

Lalu Riota merangkul bahu Linra yang saat itu masih memakai Jump Suit.

" Hmnnn... Ya kalau itu rencana yang ingin loe buat, silahkan. Intinya konsisten dan enak. "

Linra lalu membuka aplikasi di 'Smart Phone' nya dan memperlihatkan kepada Riota.

" Hei, bisa kamu lihat ini? Ini adalah gerai toko Online ku yang belum aku buka, kamu bisa kasih tahu beberapa teman kantor atau lainnya yang ada di dekat kamu. "

Riota lalu melihat ke arah 'Smart Phone' milik Linra.

" Oh jadi udah loe siapin, tinggal promosinya aja? "

Linra mengangguk.

" Humm.. Bisa kan? "

Riota mengangguk juga.

" Humm.. Bisa aja, tapi loe sebaiknya buat spanduk dulu deh, nanti di pasang di depan rumah, sekaligus nomer yang bisa di hubungi. Biar warga komplek ini juga tau loe buka jasa katering makanan. "

Ide dari Riota membuat Linra tertarik, namun ia terkendali masalah.

" Ide yang bagus, tapi aku tidak tahu caranya untuk memesan spanduk, apalagi membuatnya. "

Riota tersenyum dan mengelus kepala Linra.

" Besok kita ke toko jasa pembuat spanduk, nanti gue akan buat designnnya sesuai paket yang tadi loe bilang. "

Linra merasa dirinya benar-benar di bantu oleh Riota, walau dirinya terkesan memang kadang cuek.

" Terima Kasih banyak yah, Riota. Aku tidak menyangka kamu sudah berkembang sejauh ini, sementara diriku sekiranya lambat, Hehehe. "

Riota tersenyum dan merasa bangga di puji oleh Linra.

Setelah diskusi itu selesai, Riota langsung bergegas untuk membuat design spanduk promosi bisnis kuliner nya, dimana tentu kalau ramai, Riota juga untung.

Hingga pukul 2 dini hari, Riota membuat design spanduk di kamar tidurnya dengan komputer yang ada di dalam kamarnya.

Dengan detail dan teliti Riota buat.

Suasana malam yang sunyi itu masih terasa, dimana Riota sangat fokus kalau sudah menyangkut pekerjaan.

Akan tetapi kesunyian itu tiba-tiba pecah saat Riota mendengar suara seorang terbatuk-batuk dari lantai bawah.

Tentu dia tidak berfikir yang aneh-aneh, karena Riota bukan seorang yang penakut.

" Siapa yang malam-malam batuk-batuk seperti itu. "

Riota penasaran dan berjalan perlahan ke pintu kamarnya, lalu mengendap-endap perlahan menuju tangga lantai bawah.

Suara batuknya itu semakin keras Riota dengar di wastafel dapur.

Riota sembunyi-sembunyi dengan perlahan hingga tahu siapa yang terbatuk-batuk itu.

Ketika mengintip di balik dinding, ternyata itu adalah Linra yang memakai Dress polos pendek sepaha tanpa lengan sedang terbatuk-batuk.

" Uhukk..uhukk.. "

Riota menajamkan kedua matanya ke arah Linra berada agar terfokus dengan apa yang sebenarnya terjadi kepadanya.

" Kenapa loe bisa batuk begitu? Padahal gue yakin satu hari ini loe baik-baik aja, gak mungkin loe tersedak. "

Ketika sedang fokus dan bicara dengan berbisik ke dirinya sendiri, tiba-tiba Riota melihat di telapak tangan kanannya Linra ada banyak bercak darah.

" Darah.. "

" Uhukk..uhukk.. Aww.. "

Linra terlihat tubuhnya bergetar seakan memang dirinya sedang menahan sesuatu yang baginya mungkin tidak enak di sekujur tubuhnya.

Lalu Linra berkata dengan nada bergetar.

" Uhukk.. Hmm... Udah donk, jangan keluar lagi... "

Riota terkejut melihat hal itu. Tidak mungkin jika itu hal yang biasa bagi manusia normal pada umumnya, pasti Linra mengalami sesuatu yang membuat darah keluar dari batuknya itu.

Linra menggenggam pinggiran wastafel dengan tangan yang bergetar dan keringat yang keluar banyak dari sekujur tubuhnya.

Riota masih memperhatikan dirinya dari balik dinding dekat dapur.

Lalu Linra membasuh tangannya yang ada noda darah tadi lalu minum segelas air hangat.

Riota lihat tubuhnya perlahan tidak lagi gemetar, namun keringatnya masih bercucuran, sampai terlihat dari Dress polos berwarna putihnya yang basah di beberapa bagian.

Riota kemudian berjalan ke arah tangga untuk naik kembali dan bersandiwara kalau dirinya haus dan ingin minum.

Dengan akting serius dan bersikap tidak melihat apapun, Riota menyapa Linra yang sedang berdiri di dapur sambil memegang gelas.

" Hei, Linra. "

Namun Linra ternyata terkejut sekali hingga menjatuhkan gelas yang ada di tangannya saat Riota menyapanya.

( Cttrrr.... )

" Ya tuhan.. "

Linra tiba-tiba terdiam dan wajahnya takut.

Riota berjalan santai ke arahnya.

" Kaget begitu loe? Beresin buruan gih. "

Namun Linra terdiam dan berkata dengan wajah takutnya itu.

" Riota... Bisa kamu bereskan... H..... "

Riota melihat Linra ketakutan.

" Kenapa sih loe? Kok kayak ketakutan begitu? Itu cuma gelas yang pecah, santai aja. "

Linra ternyata sampai mengeluarkan air matanya dan berdiri tidak bergerak di dekat pecahan gelas yang tersebar itu.

" Aku mohonn.. Tolong aku.. "

Riota mulai merasa kalau memang Linra ini banyak sekali yang di sembunyikan.

Karena melihat wajah dan gerak tubuhnya yang ketakutan, Riota Akhirnya yang membereskan dan menyapunya dimana Linra masih berdiri terdiam dengan wajah takut.

Ketika selesai di bersihkan hingga bagian terkecilnya, Linra baru bergerak perlahan dan nafasnya terengah-engah hingga tubuhnya kembali gemetar.

Riota menghampiri dan mengelus punggungnya dengan lembut.

" Loe kenapa sih, Linra. Apa yang terjadi kepada loe selama ini selain diri loe yang merubah penampilan menjadi perempuan seperti ini. "

Riota melihat wajah manisnya Linra dari belakang dengan rambut lurus panjangnya.

" A-Aku hanya takut terkena pecahan gelas itu saja... Ma-Maaf aku tidak membantu dan memecahkan gelas kamu. "

Riota lalu menatap serius Linra.

" Sampe nangis begitu? Loe itu laki-laki, kenapa keperibadian loe berubah drastis begini? "

Linra lalu berjalan cepat ke arah pintu yang menghubungkan ke garasi mobil milik Riota.

" Maaf, aku ingin kembali tidur. "

Lagi-lagi Linra tidak ingin membicarakannya.

" Kenapa sebenarnya dengan loe itu. "

Riota lalu memeriksa wastafel yang tadi Linra terbatuk-batuk.

Samar-samar memang tercium aroma darah dan ada beberapa bercak darah yang tertinggal di pinggir wastafel.

" Darah.. Ya tuhan.. Linra. "

Karena kondisinya tidak memungkinkan untuk bertanya kepada Linra langsung, Riota membersihkan dengan hati-hati dan mensterilkan dapur dini hari itu, lalu ia kembali beranjak ke kamarnya.

Karena hasil designnya sudah cukup bagus, Riota simpan dan bergegas untuk tidur di tempat tidurnya yang luas dan nyaman dengan selimut hangat.

Akan tetapi Riota masih kepikiran tentang yang baru saja di lihat oleh matanya itu.

" Kalau gue batuk darah, pasti ekspresi gue akan sama kayak dia. Pastinya ada yang salah di tubuhnya itu, sampai darah bisa keluar dari mulutnya. "


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C3
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login