Download App

Chapter 18: Medusa

Senyum licik tercetak jelas di wajah jelita itu.

Satu dari tahapan rencananya telah berhasil dilakukan. Dan hasilnya? Tidak buruk juga, semua butuh proses.

Satu per satu akan hilang, pergi, menjauh. Tidak, jangan katakan bahwa ia jahat. Ia hanya ingin semua orang merasakan apa yang dirasakannya.

Tidak boleh ada yang berbahagia, siapapun itu. Termasuk anak tirinya.

Anak tiri? Menggelikan.

Kini jemarinya mengusap sensual punggung seorang pria yang tengah memangkunya. Sesekali berbisik nakal tepat di telinga, membuat siapapun yang mendengar akan membuat darah mereka berdesir hebat. Hidupnya memang seperti ini, menggoda beberapa pria tampan juga kaya—tidak peduli jika ia sudah memiliki anak atau istri—yang penting dirinya mendapat untung.

Ya, kalian benar.

Dia Helia, medusa tua yang dikatai oleh Aella, jalang tengik yang dikatai Luna. Neil bukan korban pertamanya, melainkan—entahlah. Ia sengaja menjebak para lelaki yang bermain dengannya, berdalih bahwa ia hamil anaknya atau mengancam bahwa ia akan menjatuhkan perusahaan atau citra yang dimiliki mereka. Setelah ia mendapatkan apa yang diinginkan, maka mereka dibuang begitu saja.

Ah, setidaknya Helia tidak pernah mengugurkan bayi yang dikandungnya. Ia juga tidak mengurusnya, membiarkan para lelaki yang menjadi korban menanggung segalanya. Iya, dia memang selicik itu. Hidupnya dipenuhi akal cerdik dan ketamakan.

"Jadi, kapan kau akan menceraikan Nara?"

Lelaki yang tengah memangkunya kini terdiam. Ia menghembuskan nafas lelah. Sungguh, alasan mengapa dirinya pergi menemui Helia karena ia ingin melarikan diri dari Nara—istrinya. Inginnya bersenang-senang, melupakan sejenak masalah juga beban yang ditanggungnya.

"Aku tidak tahu, di satu sisi aku masih teramat membutuhkan kehdirannya. Tapi—"

Helia mendengus muak. Sungguh kenapa para lelaki selalu memiliki alasan yang sama? Telunjuknya berdiam di bibir tebal sang lelaki. Helia memberikan senyuman menggodanya, "Baiklah, aku mengerti. Maafkan aku jika membuatmu tak nyaman. Tidurlah, ini sudah malam" ujarnya sembari turun dari pangkuan lelaki tersebut.

Sejenak kemudian, lelaki dengan surai cokelat tersebut menarik pergelangan tangannya. Sontak saja hal tersebut membuat Helia tersenyum senang, taktiknya berhasil.

"Tidak, jangan seperti itu darl. Maafkan aku, ayo kita tidur, jangan tinggalkan aku sendiri disini" rajuknya pelan. Diam-diam, si lelaki mulai merasa ada yang tidak beres dengan dirinya.

Cih, menjijikan.

Sebenarnya Helia bisa-bisa saja langsung menguras habis harta lelaki tersebut, tapi jika dilihat tidak seru jika tidak diberi bumbu lain dalam permainannya.

Helia pun melangkahkan kakinya, mendekat. Tubuhnya langsung saja di peluk erat, Helia membiarkan apapun yang dilakukan lelaki tersebut. Ia tidak peduli, sengaja malam ini ia memasukan sebungkus obat ke dalam kopi yang diminum lelaki tersebut. Tunggu beberapa saat lagi, maka semua akan hancur begitu saja.

***

Hanish kini hanya bisa termangu di tempat. Pikirannya kacau sekali, khawatir, marah, kesal juga sedih bercampur menjdai satu. Clarisa diam-diam menundukan kepalanya merasa bersalah. Seharusnya ia tidak lancang mengangkat panggilan milik Hanish. Seandainya hal itu tidak terjadi, mungkin tidak akan seperti ini hasilnya, benarkan?

"H-hanish, a-aku minta maaf .. aku tidak bermaksud—kalian, ah bagaimana ini" rutuknya pelan.

Lelaki tersebut menghembuskan nafasnya, terdengar berat. Ia duduk di kursi sembari menggenggam erat handphonenya. Sesekali mengusak surai nya kasar.

"Duduklah risa, ini bukan salahmu"

Clarisa menurut, ia duduk kemudian menenangkan diri. Setelah beberapa saat, ia memilih untuk kembali membuka suaranya. "Lalu .. sekarang bagaimana? Apa kau masih ingin melanjutkan ini semua atau berhenti lalu membiarkan gadismu mengetahui yang sebenarnya?"

Hanish memijat pelipisnya pelan. Sungguh ia juga bingung jika ditanya seperti ini, jika berhenti—maka semua akan sia-sia. Ia dan Clarisa sudah ditengah jalan, tanggung jika berhenti begitu saja. Tapi jika dilanjutkan? Ah sial.

Lelaki tersebut masih berharap jika Aella kembali menghubunginya, atau sekedar membaca rentetan pesan berisi penjelasan yang dikirim oleh Hanish. Ia tahu jika saat ini Aella pasti terkejut, bingung. Dan tidak akan berguna jika dirinya memaksakan diri menghampiri Aella ke apartemen. Ia yakin bahwa Aella akan mengusirnya, atau bahkan tidak membuka suara sama sekali.

Di tempat lain,

Aella kini sedang melamun menghadap jendela besar yang berada di kamarnya. Ia memeluk lengannya sendiri, keningnya berkerut. Raut wajahnya sukar diartikan, semuanya membingungkan. Membuatnya muak. Kepalanya sakit.

Ia ingin menepis segala kemungkinan buruk yang bersarang di kepalanya. Tetapi hal tersebut enggan beranjak, malah asumsi-asumsi buruk tersebut semakin kuat.

Kenapa Hanish tidak menghampirinya saat tadi mereka bertemu di perpustakaan? Kenapa Clarisa yang mengangkat panggilannya? Kenapa—ah sial.

Ini yang ia takuti ketika menjalani hubungan dengan seseorang. Memang, hal tersebut lumrah jika terjadi kecurigaan, cemburu atau pertengkaran dalam suatu hubungan. Tetapi entah mengapa bagi Aella rasanya berbeda.

Selain memang karena dirinya pertama kali membuka hati untuk seseorang, banyak kemungkinan lain yang menghantuinya.

Rasa takut ditinggalkan, kehilangan setiap hari menggelayutinya. Sungguh, ia tidak ingin kehilangan siapapun yang berharga dalam hidupnya untuk yang kesekian kali. Cukup dengan luka dan rasa sakit yang ia terima, tidak ingin dirinya kembali harus bersusah payah menambal luka jika suatu hari ia kesakitan.

Apa yang harus ia lakukan?

Ponselnya sedari tadi berdering. Ada banyak notifikasi masuk. Dan Aella yakin jika itu adalah Hanish. Ia sedang tidak ingin di ganggu saat ini, oleh siapapun. Dirinya butuh waktu untuk menjernihkan pikiran.

Bagaimana jika saat itu Aella tidak mendapat pesan misterius yang berisi foto Hanish dan Clarisa? Apakah semua nya akan seperti ini?

Tunggu.

Ia jadi penasaran, siapa sebenarnya pengirim pesan tersebut? Kenapa orang itu bisa mengetahui nomor ponselnya? Apakah mereka kenal? Apakah selama ini ia diawasi?

Kepalanya kembali berdenyut nyeri. Ia tidak tahan lagi, lalu semua gelap begitu saja. Beruntung sebelum Aella benar-benar terjatuh ke lantai, Dareen dengan gesit menangkap tubuh sepupunya.

"Astaga, kenapa lagi dengannya? Baru aku tinggal beberapa hari sudah seperti ini" gerutunya cemas.

Setelah posisi Aella dirasa benar, Dareen beranjak untuk mencari obat Pereda pusing dan mual yang biasa di konsumsi gadis tersebut. Lalu tangannya cekatan membuat bubur untuk dimakan nanti.

Melihat ke sekeliling, apartemen sepupunya cukup berantakan. Entah apa yang terjadi, karena tidak biasanya Aella seperti ini. Gadis itu sangat memperhatikan kebersihan, ia akan mengomel semalaman jika menemukan Dareen membuang sampah sembarangan di apartemennya.

Perhatiannya teralihkan dengan suara nyaring dari ponsel Aella. Tertera disana nama seseorang, Dareen mengerutkan dahinya. Sejak kapan Aella dekat dengan lelaki? Dan apakah ini kekasihnya?

Hanish. Nama tersebut berulangkali terpampang di layar ponsel Aella. Namun Dareen mengabaikannya. Ternyata banyak hal yang disembunyikan sepupu mungilnya. Ia kecolongan, mendadak menyesal karena beberapa bulan ini sibuk dengan pekerjaan sehingga tidak terlalu memperhatikan Aella seperti biasa.

Hanish, siapa sebenarnya dirimu?


CREATORS' THOUGHTS
Moonard Moonard

Hi! welcome to my work! ^^

Don't Forget for the vote!

I tagged this book, come and support me with a thumbs up!

Like it ? Add to library!

Have some idea about my story? Comment it and let me know.

With love,

x

moonard

Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Rank -- Power Ranking
    Stone -- Power stone

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C18
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank NO.-- Power Ranking
    Stone -- Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login