Download App

Chapter 2: Anjing Kecil Besar

Taraksa, Kate memanggilnya begitu. Makhluk jadi-jadian berwujud serigala itu tidak segalak yang ia kira. Setidaknya masih mau beramah tamah pada Kate seorang. Sementara kepada orang lain sifat galaknya muncul. Agung dan Simbah salah satu yang paling sering digalaki.

Agung masih muda, jantungnya masih kuat. Namun, Simbah beda lagi. Pria renta itu terkadang mengelus dadanya dengan tangan bergetar tiap kali mendengar geraman Taraksa. Baru tiga puluh menit di dalam ruangan bawah tanah itu, Simbah sudah beradaptasi dengan kehidupan dalam kubur. Katanya sendiri.

"Nona Kate, apakah menurut Anda Taraksa ini aman dibawa keluar dari sini?" tanya Agung. Pemuda itu menepi di tembok, tidak ingin terlihat mencurigakan di mata jeli sang anjing.

Mata Kate menjelajah sekeliling ruangan. Selama setengah jam di dalam sana, Kate masih mencoba mencerna. Mengapa dari sekian banyak baja terkuat di dunia, makhluk besar ini malah dikurung menggunakan bambu yang kurus? Terlebih lagi warnanya kuning! Tidak ada kesan menakutkan atau mengintimidasi sama sekali. Ada sedikit kesan keceriaan yang tertangkap mata Kate.

"Aku tidak yakin. Mungkin saja ia tidak berbahaya, kalaupun dia berbahaya pasti sudah dikurung menggunakan material baja yang lebih keras daripada bambu-bambu itu. Kalau hanya dikurung dengan bambu, pastilah ia tidak berbahaya. Mungkin hanya menunjukkan sifat waspada."

Perlu jeda beberapa menit menerjemahkan perkataan Kate kepada Simbah. Pria tua itu tampak tidak terima setelah mendengar terjemahan dari Agung. Dia memang tak pernah senang dengan semua yang keluar dari mulut Kate. Buktinya, Simbah sampai bicara dengan nada tinggi ke Agung.

Ketika matanya tidak sengaja bersirobok dengan Kate, luapan amarah dan sepercik ajakan untuk baku hantam tercetak jelas di sana. Kali ini apa yang membuat kakek itu marah.

"Nona Kate, katanya bambu kuning itu salah satu bahan yang ditakuti makhluk halus atau jadi-jadian. Kalau Taraksa dikurung dengan bambu kuning, tandanya ia sangat berbahaya. Besi atau baja mana pun akan dengan mudah dibengkokkan oleh mereka...," Agung menarik napas panjang sebelum melanjutkan, "...kita akan dalam bahaya kalau sampai melepaskan Taraksa."

Kate menghela napas lagi. Makhluk jejadian. Lagi-lagi segala hal dikaitkan dengan klenik. Tidak bisakah mereka lihat kalau alat-alat laboratorium dan jurnal-jurnal ilmiah yang tertinggal mengindikasikan kalau Taraksa adalah makhluk uji coba?

"Oh, Tuhan. Kalau Kau benar-benar ada, tolong berikan aku kesabaran," lirih Kate sembari memijat pangkal hidung.

"Kedatangan Nona Kate di sini hanya untuk memastikan bahwa Taraksa tidak berbahaya, 'kan? Kemungkinan besar, ia tidak bisa dibawa ke negara kalian. Ia terlalu bahaya untuk dilepas," lanjut Agung lagi setelah berbisik-bisik dengan Simbah.

Tugas Kate tidak sesederhana itu. Memang, untuk langkah pertama, harus memastikan apa sebenarnya makhluk ini. "Memastikan" tidak semudah membuka bulu-bulunya yang lebat lalu memastikan jenis kelaminnya. Ada banyak hal kompleks lain yang tentunya memakan waktu lama jika dijelaskan kepada Agung dan Simbah. Ia juga masih harus menganalisa beberapa hal berkaitan dengan tujuan dua ilmuan di balik semua ini.

Dua nama yang sejak belasan tahun silam hilang dan tidak pernah muncul. Sekalinya nama mereka naik ke permukaan, masuk daftar buronan FBI karena telah mencuri.

Santer terdengar bahwa alat yang mereka curi ada kaitannya dengan mengubah susunan DNA manusia. Dugaan Kate erat kaitannya dengan Taraksa. Apakah kedua ilmuan pasutri itu berniat menggabungkan DNA manusia dengan serigala?

"Ada banyak yang harus dipertimbangkan, Agung. Tidak sesederhana kelihatannya." Kate menelusuri meja di sudut ruangan. Kedua ilmuan itu tidak menyisakan jejak apa pun selain jurnal penelitian mereka yang semuanya ditulis menggunakan bahasa Indonesia. Agung akan banyak pekerjaan sehabis ini.

"Agung," panggil Kate lembut.

"Iya, Nona Kate."

Kate tidak ingin diganggu.

"Perintahkan semuanya untuk keluar sekarang."

"Tapi, Nona Kate kondi—"

"Berbahaya atau tidak, aku butuh waktu sendiri untuk menganalisa makhluk ini. Keluarlah kalian semua," putus Kate.

Para polisi yang tersisa, Agung, dan Simbah menaiki tangga keluar setelah beberapa kali berargumen. Tak lupa dengan geraman Taraksa yang menciutkan nyali mereka. Sejauh ini, Taraksa banyak memihak Kate. Entah mengapa. Maka, Kate harus mencari lubang atas pertanyaan itu.

Taraksa menggoyang-goyangakn ekornya antusias, mengingatkan Kate anjing Nicole yang dinamai Cinnamon. Tentu warna keduanya berbeda. Cinnamon si puddel cokelat, lalu Taraksa serigala. Hubungan kekerabatan anjing dan serigala dekat, 'kan? Tak salah jika Kate membuat perbandingan demikian.

Setelah menyeret kursi ke depan sel si serigala besar, Kate duduk di hadapannya seolah memberikan konsultasi.

"Jadi, sekarang aku harus mengetahui makhluk apakah kamu," ujar Kate lembut.

Taraksa di depannya masih menggoyang-goyangkann ekor. Sangat persis dengan anjing. Mungkin sebenarnya dua ilmuan itu ingin menciptakan serigala dengan anjing alih-alih serigala dengan manusia.

"Aku tidak tahu makhluk seperti apa kamu sebenarnya. Tapi, kenapa kamu sangat ramah dan menurut padaku? Apakah ada sesuatu yang membuatmu tidak galak padaku? Tunggu ... kamu paham apa yang aku katakan bukan?"

Taraksa menggoyangkan ekornya lebih antusias.

"Oke, aku ingin memastikan saja." Kate turun dari kursinya. Telapak tangannya ditempatkan di depan jeruji bambu. "Kalau kamu paham apa yang aku katakan, tolong letakkan salah satu kakimu di atas tanganku."

Taraksa bangkit dari posisi bersimpuhnya. Salah satu kaki depannya terjulur melewati potongan bambu. Gestur si anjing besar yang malu-malu membuat Kate tersenyum sendiri. Namun, ekspresi gemas di wajahnya tidak bertahan lama. Ia segera mundur, melemparkan tubuhnya ke belakang hingga menabrak kursi.

Baru kali ini dalam hidupnya, ia melihat kaki depan seekor serigala menjelma menjadi tangan manusia. Dan sialnya, sebelah tangan itu masih terjulur di depan jeruji bambu. Bergerak-bergerak seolah meminta disentuh.

Ia sedang tidak masuk acara lucu-lucuan di televisi bukan?


Load failed, please RETRY

New chapter is coming soon Write a review

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C2
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login