Download App

Chapter 8: #008: Mencari Calon Istri

Endra yang sebelumnya memang sudah sangat kelelahan karena bekerja keras merasa sangat tergoda untuk ikut minum jus bareng. Dia buru-buru memesan, lantas ikut duduk bersama kedua orang tuanya.

"Kok kamu kesininya sendirian aja sih? Mana cewek yang kamu bilang kayak bidadari itu?" Sesuai dugaan Endra, ibunya langsung menanyakan perihal Sarah.

"Kan masih pedekate, Bu. Ya, aku belum berani buat ngajak-ngajakin dia-lah."

"Tapi dianya beneran ada kan?"

"Ya, ada-lah, Bu. Kok Ibu nggak percayaan gitu sih."

"Ya habisnya kamu ngotot banget pengen punya pacar dari kota, padahal yang ngantri jadi pacar kamu di kampung kan banyak."

"Ya ... itu juga kan karena Ayah, Bu."

Mendengar namanya disebut, ayah Endra langsung tersedak, kebetulan tadi memang sedang menyedot jus.

"Kok Ayah jadi dibawa-bawa, Ndra." Ayah Endra langsung protes.

"Lah, Ayah nggak inget pas waktu kecil dulu Ayah ngajakin Endra ke kota. Di situ kan Ayah bilang kalau cewek kota cantiknya ngalahin bidadari."

"Emang Ayah pernah ngomong gitu?" Ayah Endra tampak amnesia.

Sementara ibu Endra yang mendengar percakapan anak dan ayah itu langsung bersuara.

"Oh, jadi Ayah nih biang keroknya. Terus apa maksudnya Ayah bilang gitu. Giliran Ibu yang dari kampung nggak cantik kayak bidadari gitu?" si ibu ngambek.

"Nggak, Bu, bukan gitu," si ayah membela diri. "Lagian omongan Endra juga belum pasti bener kan, Bu. Bisa aja kan dia cuman ngelihat di TV sama di internet gitu, terus kesengsem deh sama cewek-cewek kota."

Endra bersiap protes. Tapi suara ibunya sudah lebih dulu terdengar. "Ya udah kalau gitu, sekarang kita buktikan aja cewek kota yang cantiknya kayak bidadari itu."

"Ha?" Endra bingung. Tapi ibunya sudah keburu berdiri. "Mau ngapain, Bu?" tanya Endra masih dibuat bingung.

"Ya mau nemuin calon istri kamu-lah."

Endra tiba-tiba ikut berdiri. "Kan aku tadi udah bilang, Bu, masih proses, masih pedekate dulu."

"Ya nggak apa-apa. Yang penting orangnya ada kan? Bilang aja ke dia kalau ibunya lagi pengen ketemu sama temen-temen kamu."

"Ya nggak bisa gitu dong, Bu."

"Nggak bisa gimana?" Ibu Endra lantas mengalihkan pandangan ke tempat ayah Endra. "Udah yuk, Yah. Kita buruan cabut."

Ayah Endra menurut saja. Ikut berdiri, seraya berucap, "Udah yuk, Ndra, dari awal tujuan ibumu ke kota juga mau ketemu calon kamu kok. Jadi percuma aja kalau kamu mau protes, Ibu nggak bakal pulang sebelum ketemu sama dia."

Endra syok. Sungguh, dia memang sudah menduga ibunya akan memaksa bertemu dengan Sarah, tapi tetap saja Endra masih dibuatnya kaget. Bagaimana dia akan menjelaskan pada Sarah? Dan bagaimana kalau ibunya justru mengatakan hal super nggak jelasnya pada Sarah? Dengan sifat Sarah yang masih belum bisa dijinakkan, bukan tidak mungkin kalau semua prosesnya jadi kacau balau. Sarah yang cantik kayak bidadari tapi judesnya minta ampun bertemu dengan Ibu yang super nggak jelas dan berisik. Bagaimana Endra akan menghadapinya?

Kedua orang tua Endra meninggalkan kedai jus begitu selesai membayar. Bahkan jus yang sudah dipesan Endra pun jadi mubazir, meskipun sudah dibayar ayahnya. Endra sudah tidak memikirkan rasa lelah yang mendera tubuhnya begitu tahu ibunya ngotot ingin bertemu Sarah.

Begitu ketiganya sudah naik ke mobil, Endra yang disuruh menyetir masih berusaha untuk membujuk ibunya.

"Kita jalan-jalan aja yuk, Bu, mumpung lagi ada di kota. Bisa ke wahana permainan atau ke kebun binatang. Ibu pilih yang mana?"

"Ke calon mantu."

"Bu?" Endra merengek.

"Udah, buruan jalan. Kamu kok aneh gitu sih. Jauh-jauh ke kota buat nyari istri, giliran Ibu pengen lihat malah ngelarang gitu."

"Ya habisnya kan belum pasti, Bu."

"Makanya biar Ibu yang mastiin kira-kira pilihan kamu itu gimana?"

"Endra?" Kali ini, Ayah Endra mulai ikut bersuara. Ayahnya memang lebih memilih duduk di jok belakang untuk beristirahat setelah lelah menyetir, sementara yang menemani Endra di sampingnya adalah ibunya. "Kamu turutin aja apa kata Ibu kamu," lanjut ayahnya menengahi.

Endra seolah kehabisan suara, dan hanya bisa membuang napas panjang. "Ya udah, kita ke sana sekarang," Endra menyerah juga. Meskipun jauh dilubuk hatinya, dia merasa was-was. Entah apa yang akan dia katakan pada Sarah nanti.

Sepanjang jalan, Endra terus saja fokus pada jalanan. Meskipun ibunya sudah mulai mengoceh tidak jelas. Perihal cewek-cewek di kampungnya yang terus nyariin Endra, atau perihal kedua adik Endra yang sekarang di tinggal di kampung, atau malah soal grup whatsaap ibunya yang kian bertambah, entah grup apa saja. Endra tetap saja mengunci mulutnya rapat-rapat. Hingga akhirnya, bangunan kantor Sarah pun terlihat. Endra memarkirkan mobil agak jauhan dari kantor.

"Lho, kok berhenti, Ndra?" tanya ibunya heran.

"Ya karena udah sampe, Bu," jawab Endra.

"Terus mana? Rumah calon kamunya?"

"Kita lagi nggak mau ke rumahnya, Bu, tapi ke tempat kerjanya."

"Lho, dia kerja di sini?"

"Iya. Tapi bentar dulu ya, Bu, aku ngomong dulu ke orangnya kalau Ibu sama Ayah mau ketemu."

"Oh, gitu? Ya udah, tapi jangan lama-lama ya?"

"Iya, Bu."

Endra kemudian turun dari mobil. Dia masih tidak tahu harus mengatakan apa pada Sarah. Namun juga tidak bisa mundur ke belakang. Mungkin, Endra akan mencoba bernegoisasi dengan Sarah saja, barangkali Sarah mau mengerti.

Dengan tekad yang sengaja dibulat-bulatkan, Endra memasuki kantor yang sebelumnya tidak mungkin dia masuki. Karena memang area kerja di dalam kantor ini dihuni perempuan saja. Kalau dulu bukan Sarah yang mengijinkannya bekerja di sini, tidak mungkin Endra bisa masuk ke dalam sini. Jadi selama Endra yang masuk, tidak akan ada pegawai yang menghadangnya seperti waktu dulu. Seluruh pegawai di kantor ini sudah tahu perihal Endra yang menjabat sebagai OB, yang sebelumnya hanya ada office girl saja. Tapi diantara mereka semua, masih belum ada yang terlihat akrab dengan Endra.

Begitu masuk kantor, Endra langsung melangkahkan kakinya menuju ruangan Sarah. Hatinya semakin dag dig dug tidak karuan. Tapi di luar sana ibunya sedang menunggu. Jadi Endra tetap menguatkan tekadnya untuk bernegoisasi saja dengan Sarah.

Tok ... tok ... tok ... Endra mengetuk pintu ruangan Sarah.

"Masuk," sahut suara dari dalam sana yang tak lain adalah suara Sarah sendiri.

Endra pun terus-terusan berdoa agar semuanya tidak berantakan sebelum akhirnya masuk ke dalam.

"Ada apa?" tanya Sarah yang sibuk dengan kegiatannya di depan laptop.

"Saya ... boleh minta tolong?" Endra takut-takut mengatakan itu.

Tatapan Sarah beralih menatap Endra. "Apaan?"

Endra mengembuskan napas panjang dan meminta ijin untuk duduk di kursi sebelum menjelaskan pada Sarah.

"Ya udah duduk aja," ujar Sarah menyilahkan.

Endra pun duduk di depan Sarah dan masih berusaha mengatur napasnya yang tidak beraturan.

"Jadi ... saya ..." suara Endra malah jadi terbata.

"Kalau mau ngomong, buruan ngomong, gue lagi sibuk." Sarah rupanya tidak sabar.

"Ibu sama Ayah saya lagi ada di depan, Bu."

"Terus?"

"Jadi gini. Sebenarnya ... alasan saya pergi ke kota, yang sebelumnya saya bilang sedang mencari seseorang, itu ..." Endra ragu-ragu mengutarakannya.

"Iya, apaan?" Sarah jadi terpancing, dan tidak sabar dengan omongan Endra.

"Sebenarnya saya ... saya sedang mencari calon istri, Bu."

"Ha?" Sarah bengong.

"Iya, Bu. Jadi ... begini ceritanya ..." Meski dengan susah payah, Endra pun menceritakan kejadian lengkapnya pada Sarah. Tentang bagaimana dia begitu mendambakan calon istri yang berasal dari kota. Tentang dari kecil dia sudah terobsesi dengan hal itu. Termasuk menceritakan soal ibunya yang menyuruhnya untuk cepat menemukan jodoh, karena selama ini Endra terlalu lama menjomblo, sementara cewek-cewek di kampungnya banyak yang antri dan menanyakan perihal tentang dirinya.


CREATORS' THOUGHTS
AdDinaKhalim AdDinaKhalim

Terima kasih sudah membaca cerita ini.

- AdDina Khalim

Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Rank -- Power Ranking
    Stone -- Power stone

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C8
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank NO.-- Power Ranking
    Stone -- Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login