Download App

Chapter 43: #043: Keajaiban

Selama hampir satu jam, Endra membiarkan tangannya digenggam Sarah. Tiba-tiba saja perut Endra berbunyi. Dia jadi ingat kalau sejak siang tadi dia masih belum makan apa-apa.

Akhirnya Endra mencoba untuk melepaskan tangan Sarah yang sudah mulai melemah. Endra bangkit. Dia sempatkan dulu membetulkan posisi selimut Sarah, lantas meninggalkan kamar Sarah untuk sekadar mengisi perutnya yang keroncongan.

Tidak lama. Endra hanya memakan makanan yang tersedia di kulkas. Dia tidak tenang meninggalkan Sarah sendrian. Akhirnya setelah sempat mengisi perutnya, Endra pun kembali ke kamar Sarah.

Betapa terkejutnya Endra, saat dia kembali ke kamar Sarah, rupanya Sarah kembali bermimpi buruk. Kepalanya bergerak ke kanan dan ke kiri dengan sangat tidak tenang, selimutnya juga sudah berantakan, dan jemari Sarah kembali mencengkeram seprai kuat-kuat seolah sedang berusaha melepaskan diri dari sesuatu.

Seketika saja Endra langsung menghampiri Sarah dan menggenggam jemari Sarah dengan penuh kekhawatiran. Entah bagaimana, keajaiban itu rupanya terjadi lagi.

***

"ASTAGA! LO NGAPAIN ADA DI KAMAR GUE, HAH!" teriak Sarah dengan suara nyaring yang seketika langsung membuat kesadaran Endra terjaga sepenuhnya.

Endra langsung tersenyum semringah. Sarah sudah bangun, dan tatapan tajam khas Sarah sudah kembali lagi. Endra sempat melirik jam digital, pukul 03.02 AM.

"HEH, KENAPA LO MALAH SENYUM-SENYUM GINI! CEPETAN LO PERGI DARI KAMAR GUE SEKARANG JUGA!" lanjut Sarah masih dengan suara nyaring. Matanya juga melotot tajam ke arah Endra.

Endra benar-benar bersyukur Sarah-nya sudah kembali. Tanpa berkata apa-apa, Endra langsung bangun dari kursi yang menjadi alas duduknya dan beranjak keluar dari kamar Sarah.

Menunggui Sarah dengan posisi tidur sambil duduk seperti tadi benar-benar membuat tubuhnya terasa pegal luar biasa. Karena Endra sudah melihat sendiri Sarah sudah kembali normal, jadi kekhawatirannya pun menguap. Kali ini Endra langsung menuju kamarnya untuk kemudian membaringkan tubuhnya di kasur yang empuk.

***

Pagi-pagi Endra sudah bangun. Dia membuatkan sarapan untuk Sarah, kemudian mengetuk pintu kamar Sarah untuk memanggil perempuan itu.

"Ngapain sih lo ketok-ketok segala," Sarah langsung bersungut-sungut kesal begitu pintunya terpaksa dia buka.

"Aku udah bikin sarapan buat kamu, dari kemarin kamu juga belum makan kan?"

"Hah? Lo apaan sih sok ngasih tau gue buat sarapan segala. Biasanya juga gue bakal sarapan sendiri. Lagian, tugas lo di kantor emang udah selesai apa, buruan sana jangan ganggu gue."

"Iya, tenang aja kok, aku selalu inget tugasku yang itu. Cuman ... kamu beneran harus sarapan sekarang deh, aku takut nanti kamu pingsan lagi."

Mendengar kata pingsan, Sarah tiba-tiba langsung terdiam. Dia jadi teringat kejadian kemarin.

"Kamu kenapa? Masih ngerasa nggak enak badan?" Endra langsung bertanya khawatir karena raut wajah Sarah langsung berubah aneh.

"Aku nggak bakal tanya alasan kamu ngelepasin kerja sama penting sama perusahaan JK. Tapi aku nggak mau lihat kamu pingsan kayak kemarin lagi. Jadi, ayo sekarang kamu sarapan dulu."

Sarah terdiam beberapa saat, dia juga sempat menatap Endra dalam diam. Lantas tanpa berkata-kata, Sarah bersedia keluar kamar untuk menuruti perkataan Endra.

Tentu saja itu membuat Endra merasa lega sekaligus senang.

"Lo bikin sarapan apa?" tanya Sarah sesampainya di meja makan.

"Kamu bisa lihat sendiri kan?" balas Endra santai.

Sarah sempat berdecak kesal mendengar jawaban Endra. Namun saat Endra memberikan kursi padanya, Sarah bersedia untuk duduk.

"Sejak kapan gue ngijinin lo sarapan bareng gue?" kata Sarah begitu melihat Endra ikut duduk di seberang meja.

Endra tersenyum. "Tenang aja kok, aku cuma mau ikut duduk aja."

"Hah? Terus lo ngelihatin gue makan aja gitu?" Sarah mulai terusik. "Kayaknya lo jadi makin kurang ajar yah sama gue. Dini hari tadi aja gue kaget banget pas bangun tau-tau ada lo di kamar gue, di tambah lagi ... TANGAN LO KENAPA MEGANG-MEGANG TANGAN GUE, HAH!" Sarah menaikkan volume suaranya saat mengatakan kalimat terakhirnya tadi.

Endra membuang napas perlahan. Sebenarnya dia ingin berbicara pada Sarah terkait itu, tapi sebelumnya Endra ingin melihat Sarah sarapan. Tapi rupanya Sarah justru sudah membahasnya terlebih dulu.

"Ada yang mau aku bicarakan sama kamu," kata Endra akhirnya. Nada suaranya terdengar serius, sampai mampu membuat Sarah terpaku.

"Sebenarnya ... sejak kamu pingsan kemarin, aku selalu duduk menunggui kamu di samping ranjang kamu. Dan kamu tau, sejak semalem aku terus bertanya-tanya soal ini."

Sarah menahan napas. Entah kenapa perasaannya tidak enak. Dia benar-benar merasa tidak nyaman.

"Kamu ... mimpi buruk apa semalem?" tanya Endra kemudian. "Apa selama ini ... kamu sering mengalami mimpi buruk seperti itu?"

Sarah langsung berlagak tidak peduli. Dia menyuapkan makanan ke mulut dengan santai seraya berkata. "Bukan urusan lo."

"Itu jelas urusanku karena kamu istriku, Sar."

Sarah langsung mendaratkan tatapan tajam pada Endra. "Gue ngijinin lo jadi suami, itu karena permintaan Bu Diyah, jadi jangan seenaknya lo bersikap konyol seperti itu."

Endra menghela napas, kemudian berkata, "Sarah, denger. Aku tau kamu punya masa lalu buruk, dan itu hak kamu untuk merahasiakannya dari aku. Tapi coba kamu inget lagi. Kemarin apa yang udah terjadi sama kamu? Karena aku nggak tau masa lalu kamu, aku jadi nggak tau mesti ngelakuin apa buat ngadepin kamu yang bener-bener ketakutan itu. Apalagi saat kamu tiba-tiba pingsan."

Sarah terdiam. Kembali menyuapkan makanan ke mulutnya.

"Kenapa kamu masih belum bisa percaya sama aku sih? Sementara reaksi tubuh kamu saja udah mulai bisa menerimaku."

Sarah kembali mendaratkan tatapannya pada Endra. Ucapan Endra tadi benar-benar tidak bisa di mengertinya. "Apa maksud ucapan lo?" tanya Sarah dengan wajah curiga.

Endra sempat membuang napas berat sebelum menjawab pertanyaan Sarah. "Kamu tau, saat kamu mimpi buruk semalem, aku benar-benar khawatir. Apalagi melihat wajah kamu yang ketakutan gitu. Sampe aku nggak sadar megangin tangan kamu, dan apa kamu tau reaksinya apa?"

Sarah menatap Endra lamat-lamat. Dia sama sekali tidak tahu soal ini.

"Mimpi buruk kamu itu menghilang. Aku mungkin terlalu PD kalau bilang itu semua gara-gara aku megangin tangan kamu. Atau mungkin kamu ngira itu reaksi phobia kamu yang jangan-jangan malah bikin kamu pingsan. Tapi nyatanya nggak seperti itu." Endra mengambil napas dalam-dalam untuk menyelesaikan perkataannya. "Kamu tau, justru tangan kamulah yang terus saja megangin tangan aku."

Sarah menggeleng-gelengkan kepalanya tidak percaya.

"Kamu mungkin nggak bisa percaya karena aku juga nggak bisa percaya. Tapi saat akhirnya aku ke dapur buat makan sesuatu, ternyata pas aku balik ke kamar kamu, lagi-lagi kamu mengalami mimpi buruk itu lagi, dan saat aku megangin tangan kamu lagi, tubuh kamu berhenti bergerak-gerak. Kamu tau, Sar. Itu terjadi sepanjang malam. Saat aku jatuh tertidur dan nggak sengaja tanganku terlepas, tau-tau kamu mimpi buruk lagi, dan aku langsung megangin tangan kamu lagi, kamu langsung tenang dan kamu bisa melanjutkan tidur. Itulah kenapa pas kamu bangun, aku masih megangin tangan kamu. Karena saat aku ngelepasin tangan aku, maka mimpi buruk itu langsung kamu rasain lagi."

Kedua mata Sarah bahkan tidak berkedip saat mendengar cerita Endra barusan. Rasanya, itu sama sekali tidak bisa dipercaya. Tapi sorot mata Endra saat mengatakan kalimat tadi benar-benar serius dan tajam. Seolah tidak ada sedikitpun celah kebohongan yang terpancar dari mata Endra.

Tapi, bagaimana mungkin?


Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Rank -- Power Ranking
    Stone -- Power stone

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C43
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank NO.-- Power Ranking
    Stone -- Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login