Download App

Chapter 2: (2) A W A L

Waktu pertama kali gue nemuin instagramnya kak Dipa, gue nggak henti-hentinya bersyukur. Ditambah mengetahui fakta kalo dia ngefollow Rio, rasanya kayak dapet durian berkulit kedondong, udah kulitnya nggak berduri, dalemnya nikmat lagi, terus makannya ditemenin kak Dipaku yang ganteng. Ah, penyakit ngelantur gue kambuh lagi kan. Intinya, jalan gue buat deket sama kak Dipa seolah terbuka lebar.

Gue harus mencari tau gimana ceritanya kak Dipa bisa kenal sama Rio. Kalo ternyata mereka kenal deket, kan gue bisa minta tolong Rio buat ngenalin.

"Yo, lo kenal sama kakak tingkat yang namanya Dipa?" tanya gue pada Rio pas kita lagi nongkrong di wifi corner ---sebuah area berisi beberapa gazebo dan taman di tengah-tengah halaman gedung perkuliahan--- bersama para fakir kuota lainnya.

"Kenapa emang?"

Bukannya langsung menjawab, Rio malah balik bertanya. Sebelumnya gue emang belum cerita ke Rio kalo gue ngefans banget sama Kak Dipa, jadi mungkin dia agak heran kenapa gue tiba-tiba nanya soal Kak Dipa.

"Jadi, sebenarnya gue udah lama ngefans berat sama kak Dipa. Gue liat kalian saling follow di Instagram," ungkap gue pada Rio, "lo kenal kan sama dia?"

"Baru kenal di sosmed doang sih lebih tepatnya, kita sama-sama gabung di komunitas MJL," jawab Rio, "lo tau nggak MJL apaan?"

Gue menggelengkan kepala sambil nyengir. "Enggak."

Rio menepuk jidatnya. "Vik ... Vik ... MJL tuh Michael Jackson Lovers."

"Ooh ... penyanyi yang kalo joget suka majuin tititnya itu?" tanya gue yang malah dibalas dengan Rio menjitak kepala gue.

"Aww ... sakit Yo!" keluh gue kesakitan.

"Syukurin, makanya kalo ngomong jangan sembarangan, dijitak MJL sedunia baru tau rasa lo!" ujar Rio sewot. Kayaknya tuh bocah lagi pms.

"Ya maaf, kan gue ngomong berdasarkan apa yang gue liat." ucap gue sedikit nyesel.

Rio berdecak. "Tetep aja kalo punya mulut kudu dijaga!"

"Iya Yo ... Iya ...," jawab gue, "tapi, kira-kira Kak Dipa tau nggak, kalo dia satu jurusan sama lo?"

"Tau."

Beberapa saat gue nunggu lanjutan dia ngomong, tapi nggak ada tanda-tanda dia nglanjutin perkataannya.

"Kok jawabnya tau doang sih," selidik gue penasaran, "terus-terus?"

"Ah, lo kok jadi kepo gini?" Mendadak Rio sensi. Tuh kan, fix dia pms, tapi gue nggak peduli. Pokoknya gue harus tau info tentang kak Dipa.

"Ya kan gue ngefans berat sama Kak Dipa, makanya kasih tau biar gue nggak kepo lagi." bujuk gue pada Rio.

"Hadeh," Rio menghela nafas berat, "iya dia tau. Gue beberapa kali chat sama dia, tapi, gue nggak yakin dia ngenalin wajah gue atau enggak, soalnya lo tau sendiri kan gue nggak pernah pasang tampang gue di sosmed."

"Demi apa? Ya ampun Yo ... gue rela deh jadi fansnya MJL asal bisa chat sama dia."

"Nggak cuma itu," sambung Rio, "beberapa kali dia juga sempet ngajakin hangout bareng tapi--"

"DEMI APA DIA NGAJAKIN LO HANGOUT?" Tanpa sadar mendadak gue jadi heboh sendiri. Beberapa anak yang juga lagi nongkrong di sini langsung nengok ke arah gue dengan tatapan semacam Situ sehat? yang tentu saja gue abaikan.

"Kenalin gue ke dia dong, Yo!" pinta gue pada Rio.

"Ogah!" tolak Rio tegas. Kampret. Nyebelin banget sih.

"Please," bujuk gue sekali lagi, "mau yaa? Mau doooong?"

Rio bergeming.

"Yo ...." panggil gue tetep nggak mendapat sahutan darinya.

Tau-tau Rio beranjak dari tempat duduk dan ninggalin gue tanpa ngomong apa-apa. Duh, jangan-jangan dia ngambek dan malu punya temen yang kelakuannya absurd kayak gue makanya langsung pergi.

Gue pun menyusul Rio. "Yo, jangan ngambek Yo! Maaf kalo gue malu-maluin."

Rio menaikkan sebelah alisnya. "Ngambek apaan coba, orang gue lagi kebelet makanya cepet-cepet ke toilet. Lo mau ikut?"

Njiir ... mendadak gue cengo

***

Sudah sewindu, ku di dekatmu,

Ada di setiap pagi di sepanjang harimu,

Tak mungkin bila engkau tak tahu,

Bila ku menyimpan rasa yang ku pendam sejak lama....

Nggak ada bosen-bosennya gue ngeliat salah satu video pendek Kak Dipa lagi nyanyi lagunya Tulus-Sewindu yang di-upload di instagramnya. Stalking kak Dipa sepertinya mulai jadi rutinitas baru buat gue.Tampangnya adem, suaranya adem, cuma rahim gue yang mendadak nggak adem tiap denger suaranya.

"Stalking teroooos ...." komentar Rio saat melirik ke arah hp gue.

Saat ini gue lagi gabut-gabutan bareng Rio di wifi corner, berhubung kelas udah selesai dan masih terlalu pagi buat balik ke kost.

"Daripada stalkingin Porno kan mending stalkingin Kak Dipa. Sahut gue cuek.

"Rio, ayo nyari buku di perpus buat bahan presentasi lusa."

Panjang umur pendek napaas nih orang, baru aja diomongin, tiba-tiba udah muncul aja. Dia adalah Porno, temen sekelas gue yang level freaknya ada diatas rata-rata. Gue manggil dia Porno bukan karena dia maniak bokep, justru alimnya kebangetan malah. Bikin manusia jadi ngerasa kayak iblis kalo ada di deket dia. Namanya Adi Suparno. Tapi temen-temen manggilnya Parno, soalnya dia orangnya parnoan. Jarang yang panggil dia Adi. Songongnya naudzubillah, hobinya ceramah, terutama nyeramahin gue. Selain itu dia juga hobi ngintilin Rio. Hal yang paling bikin sebel, dia manggil gue "Pika". Akhirnya, gue plesetin aja namanya yang awalnya ada Parno-nya jadi Porno.

Gue melirik Rio yang tampak ogah-ogahan. Hahaha, syukurin lo Yo, salah sendiri milih satu kelompok sama dia. Porno emang pinter sih, tapi, ya begitulah.

"Vik, temenin gue yuk," ajak Rio. Mukanya kelihatan melas banget.

"Kan udah ada Si Porno yang nemenin," sahut gue cuek.

"Astaghfirullah Pika, nama saya Adi bukannya Porno. Kamu tahu kan, nama adalah doa, dan-- " Porno mulai ceramah.

"Stop!" potong gue sebelum dia ceramah lebih panjang lagi dan bikin gue kebakar, "Lo nyebut nama gue juga nggak pernah bener kan, jadi diem sebelum gue sumpel mulut lo pake sepatu." Porno langsung kicep, sedangkan Rio malah ngakak.

"Ayolah Vik," bujuk Rio sekali lagi, "masa lo tega sama gue sih, siapa tau si anu juga lagi di perpus."

Ah kampret deh Rio. Si anu yang dimaksud Rio udah pasti kak Dipa. Kalo udah bawa-bawa kak Dipa kan gue jadi nggak bisa nolak.

"Ya udah deh ayo!"

Sesampainya di perpus, Porno udah mulai kesana kemari nyari buku macem kutu, sedangkan gue dan Rio duduk di bangku khusus baca.

"Lo nggak bantuin Porno nyari buku ?" tanya gue pada Rio.

"Males Vik, biar ntar gue yang ngetik makalahnya aja," sahut Rio, "atau ... lo minat bantuin Parno nyari bukunya?"

"Mending gue kekunci di kamar mandi bareng kak Dipa daripada bantuin dia."

Rio menjitak kepala gue. "Huu, dasar mesum! Ngarep aja lo!"

"Sakit dodol!" Gue menjitaknya balik. Akhirnya terjadilah perang jitak menjitak diantara kami, tapi nggak berlangsung lama karena Porno keburu dateng dengan setumpuk buku di tangannya.

"Astaghfirullah, sesama teman nggak seharusnya berantem, kita--" Penyakit ceramah Parno kumat.

"Diem!" Gue mengacungkan jari tengah ke arahnya dan bikin dia langsung diem.

"Sini liat bukunya," Rio mengambil alih salah satu buku dari tangan Parno dan tampak serius menandai bagian-bagian buku yang hendak dijadikan bahan makalah.

Rio dan Porno mulai sibuk berkutat sama tugasnya. Gue yang gabut merhatiin mereka lama-lama bosen juga. Tau gitu tadi langsung balik kost.

"Masih lama nih? Gue balik kost ya Yoo..."

"Sabar napa, kurang dikit lagi," sahut Rio tanpa mengalihkan pandangan dari buku di hadapannya, "ntar gue anterin pulang."

"Mas Dipa!!!"

Nggak ada angin nggak ada hujan tiba-tiba Porno neriakin nama kak Dipa, otomatis gue nengok ke arah pandang Porno.

Di deket pintu masuk, ada Kak Dipa, jalan ke arah gue dengan gayanya yang maskulin dan memesona. Gue berusaha pasang tampang semanis mungkin, barangkali Kak Dipa bakalan terpesona ngeliat gue.

"Ada apa Di?"

What the hell. Senyum gue langsung luntur. Gue melupakan fakta bahwa Kak Dipa ke sini buat nyamperin Adi Suparno alias Porno. Dia sama sekali nggak ngelirik gue yang udah pasang tampang semanis Cinderella. Akhirnya gue cuma bisa pelototin Rio yang berusaha menahan tawa ngeliat gue.

Porno mengeluarkan selembar kertas ---mirip formulir--- yang terselip di bindernya dan menyerahkannya pada Kak Dipa. "Ini formulirnya sudah saya isi, Mas."

"Formulir apaan, No?" tanya gue kepo.

"Formulir pendaftaran kepanitiaan buat ultah unit jurnalistik. Minat gabung?"

Di luar dugaan gue, bukan Porno yang jawab, tapi Kak Dipa. Ini pertama kalinya gue diajak ngomong sama pujaan hati gue setelah sekian lama. Rasanya bahagia tiada tara.

"Mau dong Kak ikutan gabung!" sahut gue tanpa pikir panjang, "Yo, ayo ikutan juga."

"Iya Rio, biar saya makin banyak temennya," timpal Porno.

Rio menggelengkan kepalanya. Gue ke toilet dulu ya.

Kak Dipa berdehem pelan. "Kalo emang beneran minat gabung, langsung aja ambil formulir di markasnya anak jurnalistik."

"Siap Kak!" jawab gue semangat.

"Oh iya ." Kak Dipa seperti hendak menanyakan sesuatu tapi tampak ragu.

"Kenapa Kak?" tanya gue ke Kak Dipa.

"Kalo boleh tau, kalian kelas apa ya?" Ragu-ragu Kak Dipa bertanya. Ya ampuun, gayanya Kak Dip yang malu-malu gemesin bikin gue pengen bawa dia pulang.

"Kelas E angkatan 2015 Kak."

Kayaknya gue mulai punya harapan deh. Buktinya Kak Dipa nanyain kelas gue. Ngapain coba Kak Dipa nanyain kelas gue kalo bukan buat ngecengin gue? Kan nggak mungkin dia ngapelin Porno.

Kak Dipa tersenyum seraya pamit. "Kalo gitu, saya mau lanjut cari buku dulu yaa..."

Dia pun berlalu menyusuri rak demi rak buku dan meninggalkan kita bertiga, eh berdua maksudnya. Rio kan masih di toilet. Andai ini bukan perpustakaan, mungkin gue udah jingkrak-jingkrak nggak karuan.


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C2
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login