Download App

Chapter 14: Part 14

Hari demi hari telah dilewati Arini di rumah majikannya itu. Dengan seiring berjalannya waktu kini dia sudah terbiasa hidup dengan rutinitas yang hampir sama setiap harinya yaitu bersih-bersih rumah dan melayani majikannya. Tidak terasa sekarang Arini sudah bekerja hampir tiga minggu disana. Banyak pengalaman dan cerita yang telah dia dapat darisana.

Pahit, asam, manis dan getirnya kehidupan menjadi pembantu di rumah majikannya itu telah dia alami semua. Mulai dari kejadian yang tidak mengenakkan baginya hingga sampai membuat hidupnya serasa hancur berkeping-keping dan getirnya ketika harus berusaha bangkit dari keterpurukan sudah dilewatinya serta kini dia harus memendam semuanya sendirian. Sedangkan manisnya itu ketika dia sering mendapatkan perhatian dari majikannya.

Seperti biasa hari ini Arini menjalankan kewajibannya membersihkan semua ruangan dan seisi perabotan yang ada di dalam rumah majikannya itu. Entah kenapa tiba-tiba hari ini dia merasa ada yang aneh pada perutnya. Setelah memasakkan sarapan buat majikannya, tiba-tiba kepalanya terasa sedikit pusing ditambah lagi perutnya kayak diaduk dan ingin muntah.

"Ekhm."Arini merasa ingin mual dan tangannya berusaha menahannya agar tidak keluar dan jatuh ke lantai. Berkali-kali dia seperti itu. Tidak biasanya di saat pagi hari Arini mual-mual.

Arini menahan rasa mualnya saat masih membersihkan piring di dapur. Dia tidak tahu kenapa badannya seperti tidak enak. Dia beranggapan kalau dirinya tengah masuk angin. Jadi dia anggap enteng.

"Arin."panggil nyonya Diana yang sedang mengantar Panji berangkat kerja. Arini langsung menghampiri Nyonya Diana dan Panji di pintu depan.

"Ibu minta tolong ya. Tolong beliin obat. Soalnya obat ibu habis. Ini resepnya."Nyonya Diana memberikan selembar kertas kepada Arini. Dikertas tersebut terdapat resep obat yang diinginkan oleh Nyonya Diana.

"Oh ya Nyonya. Saya pergi dulu."Arini langsung mengambil catatan obat yang telah ditulis majikannya di selembar kertas dan menyanggupi permintaan Nyonya Diana. Panji melihat Arini yang selalu menuruti permintaan mamahnya membuatnya sedikit kagum soalnya sampai sekarang Arini tidak pernah menolak permintaan dan membantah perintah dirinya dan mamahnya. Disamping itu mamahnya juga terlihat perhatian sekali sama Arini, mungkin karena Arini yang masih terlihat kekanak-kanakan jadi dianggapnya seperti anaknya sendiri. Walaupun status Arini di rumahnya sebagai pembantu.

"Arin."Nyonya Diana memanggil Arini yang baru berjalan satu langkah. Arini langsung berhenti dan menoleh kearah Nyonya Diana dan Panji yang ada dibelakangnya.

"Kamu bareng sama Panji saja."Arini seketika kaget mendengarnya. Panji kaget juga tapi dia bisa menyembunyikan ekspresinya ketimbang Arini yang masih terlihat polos itu. Sepertinya Panji juga tidak keberatan dengan permintaan mamahnya itu. Hanya saja Arini yang terlihat sungkan untuk berbarengan dengan Panji semobil.

"Saya bisa jalan sendiri kok Nyonya."jawab Arini yang terlihat mencari alasan agar tidak berbarengan dengan Panji.

"Sudah ayo ikut aja."Panji tidak mau Arini menolak permintaan mamahnya. Lagian kalau dipikir-pikir juga dia akan mendapatkan untungnya nggak usah capek-capek jalan. Tangan Panji langsung menggandeng tangan Arini. Arini terkejut dan tidak bisa menolak. Panji menggandeng tangannya hingga ke mobilnya.

"Masuklah."Panji membukakan pintu mobilnya. Arini sekilas melihat Nyonya Diana karena merasa tidak enak hati harus menumpang mobil mewah anaknya yang berwarna hitam itu. Tangan Panji langsung memaksa memasukkan tubuh Arini kedalam mobilnya.

Panji menyetir mobilnya dengan pelan. Selama perjalanan Arini hanya diam saja sambil menoleh ke kaca jendela disampingnya. Terlihat Panji melirik kearah Arini yang duduk disampingnya. Ingin rasanya dia mengajak bicara Arini tapi diurungkannya lantaran ada rasa gengsi di dirinya.

Menunggu hingga lama tapi Arini juga tidak mengajaknya bicara. Malahan Arini terlihat asyik melihat pemandangan luar mobil. Panji tidak suka dengan suasana hening begitu.

"Khmmm."Panji tidak tahan dengan suasana hening dan sepi di dalam mobilnya. Keasyikan Arini melihat pemandangan pinggir jalan terpaksa dia hentikan karena suara Panji. Arini menoleh kearah Panji.

"Liatin apa?"Panji tahu kalau Arini bakal canggung setelah dia memberi kode ke Arini.

"Mmm….liat diluar."jawab Arini tidak jelas. Panji langsung nyengir kearah Arini.

"Kamu udah sarapan kan tadi?"Panji basa basi agar Arini tidak canggung lagi.

"U…udah kok tuan."jawab Arini agak kikuk. Panji mendengarnya serasa ingin ketawa. Diluar rumah masih aja dipanggil tuan.

"Khhmm."Arini tiba-tiba mual lagi. Tangannya langsung refleks menutup mulutnya agar tidak muntah di mobil Panji. Panji terkejut melihat Arini yang sepertinya mual.

"Apa kamu baik-baik saja?"Panji bertanya sambil menyetir mobil.

Arini kembali mual lagi. Setelah tadi pagi mual di rumah ini malah gantian di dalam mobil Panji. Arini bingung sendiri dengan dirinya hari ini. Tidak biasa-biasanya dia mual-mual kayak begini. Sekuat tenaga dia menahan rasa mualnya itu. Tidak enak juga kalau di dalam mobil Panji dia muntah.

Melihat Arini yang terus mual tanpa henti, membuat Panji tidak tega dan langsung mengurangi laju mobilnya. Panji meminggirkan mobilnya itu di pinggir jalan. Kebetulan di mobil Panji ada plastik hitam kecil jadi bisa digunakan Arini untuk menampung muntahannya.

Arini langsung menerima plastic tersebut dan langsung memuntahkannya kedalam plastik. Anehnya tidak keluar apa-apa saat Arini muntah ke dalam plastik. Panji terlihat panic saat Arini mual-mual tanpa henti itu. Dia bingung harus memberikan bantuan seperti apa kepada Arini. Akhirnya Panji hanya bisa memandanginya saja.

"Kok aku jadi aneh kayak begini sih."batin Arini sambil berusaha memuntahkan isi di perutnya. Panji terus memandangi Arini saat muntah di plastik. Aneh memang, umumnya kalau melihat orang lain muntah pasti akan merasa jijik tapi kali ini Panji tidak. Panji juga bingung sendiri kenapa dia seperti itu. Baginya menonton Arini ysang sedang muntah adalah tontonan yang menarik perhatiannya.

"Tuan sampai sini saja. Biar saya jalan sendiri. Apoteknya juga udah dekat kok."Arini merasa tidak enak ketika Panji terus menatapnya saat mual-mual. Sebenarnya dia juga tidak tahu dimana apoteknya. Hanya saja dia tidak ingin Panji terus memandanginya.

"Makasih tuan."Arini langsung membuka pintu mobil dan keluar. Panji ingin rasanya menghentikan langkah kaki Arini yang hendak keluar dari mobilnya itu. Tapi sudah terlambat Arini sudah keluar dari mobilnya dan langsung berlari.

Akhirnya Panji langsung berangkat kerja dan meninggalkan Arini yang entah kemana larinya itu. Sedangkan Arini masih berjalan-jalan dengan pelan sambil mencari apotik terdekat. Selama perjalanan mencari apotik terdekat dia tidak bisa berhenti memikirkan apa yang sebenarnya terjadi pada dirinya hari ini. Tanpa disadarinya setelah keluar dari mobil Panji kini perutnya sudah aman alias tidak mual-mual lagi. Kalau memikirikan keanehan pada dirinya hari ini malah membuatnya lupa dengan perintah majikannya. Jadi dia sekarang langsung fokus lagi dengan pesan dari majikannya untuk membelikan obat di apotik.

"Oh itu apotiknya."pelan-pelan tapi pasti, dirinya sudah sampai tepat di depan apotik kecil di salah satu gang. Arini langsung membeli obat yang sudah ditulis di lembaran kertas.Dia merasa lega sekali setelah menemukan dan membeli obat majikannya itu.

Setibanya di rumah dia langsung mencari majikannya hendak memberikan obat tersebut. Dicari di setiap ruangan rumah tapi tidak ketemu juga. Arini merasa capek sendiri, habis beli obat dengan berjalan kaki kini setelah sampai rumah harus mencari majikannya yang entah dimana keberadaannya itu. Dia sadar kalau rumah majikannya itu sangat luas jadi wajar saja kalau dia malas kalau mencari majikannya.

Akhirnya dia menyerah sendiri setelah mencari majikannya yang tak kunjung ditemukannya. Kini dia meletakkan beberapa obat itu di atas meja. Kemungkinan Nyonya Diana sedang pergi keluar tanpa sepengetahuannya. Seperti yang telah diketahuinya kalau majikannya itu punya kegiatan berkumpul dengan teman-teman lamanya. Maklumlah namanya juga orang kaya dan kalau ada waktu luang pasti disempatkannya untuk berkumpul-kumpul dan bercanda dengan kawan lama di sebuah tempat.

Sejak Arini datang ke rumah majikannya itu, dia tidak pernah melihat suami dari Nyonya Diana. Ingin sekali dia bertanya tentang suami majikannya itu karena dia juga penasaran kok tidak pernah terlihat. Namun karena baginya itu tidak ada urusannya dengan dirinya jadi dia hanya diam saja walaupun rasa penasarannya masih ada.


Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Rank -- Power Ranking
    Stone -- Power stone

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C14
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank NO.-- Power Ranking
    Stone -- Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login