Download App

Chapter 45: 45. Angsa dan Itik buruk rupa

Lily mengelus perutnya yang keroncongan. Waktu berjalan begitu lambat, Lily ingin segera berlari ke kantin untuk mengisi perutnya.

Lily segera menyeret Yuli pergi dari kelas ketika bel berbunyi sangat nyaring. Lily memang belum makan tapi energinya sangat kuat untuk berlari menembus banyaknya siswa dan siswi yang berlalu lalang, agar mendapat antrian depan ketika memesan makanan.

"Bu pesen nasi goreng dua, eh bukan tiga bungkus sama es teh dua." Ujar Lily sekalian memesankan Yuli yang sudah duduk anteng di meja kantin agar tidak kehabisan tempat. Dua nasi goreng lainnya, tentu saja untuk Lily sendiri yang kelaparan sejak pelajaran pertama.

Begitu Lily menerima kembalian, Lily segera membawa semua pesanannya dengan kedua tangan. Duduk disamping Yuli yang sudah bersama Doni dan Rena disana.

Lily membuka dua bungkus nasi goreng dan menumpuknya menjadi satu, membuat Yuli, Rena dan Doni terperangah tak percaya.

"Kecil-kecil makannya banyak." Komentar Doni.

"Biarin, aku malah pengen gitu. Makan banyak tapi badannya tetep awet, gak gendut." Ucap Rena membela.

"Perasaan lo gak gendut deh Ren." Ujar Yuli menilai Rena dan Lily mengangguk setuju.

"Kok gue ditinggal sih?" Ujar Angkasa yang entah datang dari mana. Lily terkejut hampir memuncratkan makanannya.

"Katanya mau di perpus aja. Gak makan." Sahut Doni terheran.

"Kan gue bilang, gue juga ikut makan sebentar."

Nafas Lily tercekat, Angkasa duduk disampingnya. Lily segera meneguk es tehnya hingga tandas.

"Gue balik dulu ya, udah kenyang." Lily hendak bangkit, namun tangan Angkasa berhasil menangkap lengannya.

"Kok gak dihabisin makannya?" Tanya Angkasa heran, melihat Lily asal menggumpal kertas pembungkus nasi goreng.

"Udah kenyang." Lily melepaskan tangan Angkasa dari lengannya. Buru-buru pergi dari sana dan membuang nasi yang masih tersisa separuh itu.

"Lily kenapa tuh? Kok buru-buru amat?" Lihat? Donipun merasa aneh dengan sikap Lily.

"Mungkin pengen ke toilet." Ujar Rena berpositif thinking.

"Tapi dari jam pelajaran pertama perutnya bunyi terus lho. Bikin gue sebel, gue yakin tuh anak pasti masih laper." Angkasa termenung mendengar penjelasan Yuli. Lily memang gemar membuat Angkasa khawatir.

"Lo gak lagi marahan sama Lily kan?" Tebak Yuli.

"Enggak, astaga."

*

Lily merasa lega, dikala nafasnya kembali teratur. Sudah menjadi aktifitasnya akhir-akhir ini, menghabiskan waktu di UKS entah jam pelajaran berlangsung ataupun waktu istirahat.

Lily tahu ada yang salah dengan dirinya ketika Angkasa berada di dekatnya. Lily merutuki tubuhnya yang tidak sejalan dengan hatinya.

"Nih roti lo." Lily meringis dikala ketua rohis, sekaligus anggota PMR itu memberinya sebungkus roti berukuran besar.

"Makasih." Lily segera melahap roti yang Reza beli untuk membantu Lily mengisi perutnya. Tentu saja ada upahnya dengan meminta Reza membelikan roti untuk Lily.

"Gue heran, lo gak punya riwayat asma. Tapi lo selalu kehabisan nafas kalau gak marah-marah. Lo itu sebenernya kenapa sih?" Lily berhenti mengunyah rotinya, menatap Reza kebingungan.

"Yang jelas bukan masalah penyakit serius." Ya, itu yang selalu Lily ucapkan.

"Maksudnya itu apa? Bukan penyakit serius?" Lily hanya mengangguk, membuat Reza geram. Pasalnya jika Lily sudah kehabisan nafas, Reza tidak bisa melakukan tindakan apapun untuk melakukan pertolongan. Tapi ajaibnya, Lily akan membaik dengan sendirinya.

"Lo deket sama Angkasa kan? Apa jangan-jangan lo kayak gini gara-gara dia?" Lily menggeleng dengan cepat.

"Bukan! Bukan karena Angkasa. Ini masalahku sendiri."

"Terserah deh." Ujar Reza memilih mengalah.

"Berisik woi!" Ah, mereka hampir lupa, ada manusia lain yang sedang sakit disini.

*

Sial! Gara-gara foto yang ditunjukan papa Angkasa, trauma Lily kambuh dan membuat Lily tidak bisa berdekatan dengan Angkasa. Beberapa hari ini Lily terus menghindarinya.

Tamat sudah, jika nanti, Lily akan kehabisan alasan untuk menghindar.

"Ly!" Angkasa berlari menghampirinya. Yulipun perlahan mundur teratur, kembali ke dalam kelasnya.

"Nanti pulang bareng mau? Aku kangen pulang sama kamu." Lily berhasil mengontrol nafasnya.

"Aku udah janji sama Yuli buat pergi nonton, besok aja ya. Lagian kamu pasti ada pemotretan. Buat film juga kan sama Sindi?" Raut Angkasa berubah terkejut, Lily hampir tidak pernah menunjukkan kecemburuannya seperti ini.

"Aduh, ada yang cemburu ya." Lily menepis kasar tangan Angkasa yang mencubit pipi Lily. Tatapan mata Lily sangat tajam dan menusuk, membuat Angkasa gelisah.

"Ly, aku gak tahu kalau tiba-tiba bos aku setuju gitu aja sama proyek. Aku gak bisa nolak." Jelas Angkasa, namun itu malah membuat Lily semakin marah.

"Kalau gitu berhenti aja jadi model. Gampang." Lily tahu ucapannya saat ini sangatlah keterlaluan. Tapi mulutnya tidak bisa menghentikan kata-katanya yang meluncur dengan lancarnya.

Angkasa membelalak tak percaya, tapi dengan cepat mengganti ekspresi terkejutnya dengan senyum manis.

"Jangan ngomong gitu ah Ly, hatiku sakit nih." Angkasa mengelus rambut Lily perlahan. Namun Lily malah mendengus tak suka dengan sikap Angkasa.

"Jangan marah ya Ly. Aku harus gimana biar kamu gak marah lagi?" Angkasa menggenggam kedua tangan Lily.

"Pikir aja sendiri." Angkasa menangkap tubuh Lily hingga membuat Lily jatuh pada pelukannya.

"Masih marah?" Lily mengangguk, tangannya enggan membalas pelukan Angkasa.

Lily menatap kesekitar, sepertinya dirinya menjadi tontonan gratis saat ini. Lily langsung mencubit keras perut Angkasa ketika jari Angkasa bermain di belakang lehernya, hampir membuat Lily tertawa geli.

"Aw! Ly sakit." Angkasa mengusap perutnya perlahan.

"Salah sendiri, malah pegang-pegang gak jelas." Angkasa terkekeh, rupanya kemarahan Lily belum juga reda.

"Aku kan cuma pegang bekas luka kamu." Ungkap Angkasa, entah mengapa garis besar dibelakang leher Lily sangat menarik perhatiannya. Terlebih jika terlihat saat rambut pendek Lily tersiangkap, atau terayun kesana kemari.

"Aku lupa punya bekas luka." Angkasa mengacak rambut pendek Lily gemas.

"Jangan marah lagi ya Ly, aku janji habis film pendek ini selesai, aku gak akan kerja sama lagi sama Sindi."

"Bener?" Tanya Lily, hendak menemukan jawaban dari keraguannnya.

"Iya. Janji."

"Janji juga kalau pas syuting jangan deket-deket sama Sindi."

Angkasa berfikir sejenak.

"Kalau itu kayaknya gak bisa Ly, secara.. AAAW" Tanpa fikir panjang Lily menggigit lengan Angkasa dengan keras. Bahkan bekas gigitan Lily yang melingkar tercetak dengan jelas.

"Sakit Ly." Ujar Angkasa mengelus tangannya yang terasa perih. Lily tidak peduli, Lily hanya ingin tahu Angkasa tidak berdekatan dengan Sindi.

"Jangan tatap aku gitu Ly." Peringat Angkasa, namun Lily malah semakin menajamkan tatapannya.

Sungguh, Angkasa ingin mengarungi Lily dan membawanya pulang. Baginya Lily terlihat sangat menggemaskan.

"Kenapa?!" Tanya Lily garang.

"Pengen aku peluk." Begitu mengatakannya, Angkasa hendak memeluk Lily, namun kalah cepat dengan Lily yang menghindar dari Angkasa.

"Kamu tahu apa yang difikirin temen-temen kalau aku deket sama kamu?" Angkasa mengernyit, pasalnya Angkasa tidak memiliki kemampuan untuk membaca fikiran.

"Apa?"

"Angsa dan itik buruk rupa." Lily menyeringai dan segera berbalik pergi meninggalkan Angkasa yang terdiam.

Tentu kalian tahu siapa itik dan angsa jika berada disekolah bukan?


Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Rank -- Power Ranking
    Stone -- Power stone

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C45
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank NO.-- Power Ranking
    Stone -- Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login