Download App
2.05% TWIN’S PET

Chapter 8: HUNT

Sadewa turun dari mobilnya, melihat sebuah gedung kecil di hadapannya saat ini. Gedung itu terlihat tua dan sedikit tak terawat. Catnya berwana merah bata dan mulai sedikit mengelupas. Sadewa memandang dengan iba. Benarkah Liffi tinggal di sini? Gadis itu tinggal di tempat bobrok yang lebih mirip disebut dengan kandang ayam.

Sadewa bersandar pada mobilnya, Liffi tidak berada di apartemennya. Sadewa tak bisa merasakan aroma Liffi di sana. Sia-sia usahanya kemari secepat mungkin setelah jam kantor berakhir.

Aku merindukannya. Kenapa? Sadewa melihat tangannya bergetar karena terlalu merindukan Liffi.

Sadewa mengdengus kesal. Perasaannya tak terkendali, dan dia tak bisa menyalurkan rasa aneh itu. Rasa yang terus berdesir di dalam hatinya. Dia merindukan Liffi, merindukan seorang manusia.

"Dia datang." Sadewa beranjak dari tempatnya, aroma Liffi mulai tercium. Aroma manis dan hangat, angin membuat aromanya terasa lebih menggelitik hidung Sadewa.

Benar saja, Liffi muncul di ujung jalan. Menyandang tasnya yang telah usang. Sesekali merenggangkan lengannya ke depan, mencoba sedikit meredakan rasa lelah.

"Tuan Sadewa?" Liffi menatap heran pria di depannya. Benaknya dipenuhi tanda tanya, untuk apa tuan muda kaya raya pemilik perusahaan besar di negara ini ada di depan rumahnya?

"Um ...." Sadewa bingung bagaimana cara menyapa Liffi.

Haruskah dia bersalaman? Memeluk? Atau langsung mencium gadis itu?

"Tuan?" Liffi mendekatinya.

Sadewa terpaku, wajah gadis itu terlihat sangat dekat. Sadewa tidak pernah berhubungan dengan gadis mana pun sebelumnya. Ia lebih memilih bekerja, berlatih, dan belajar. Sekarang dia menyesal karena tak punya pengalaman apa pun mendekati seorang wanita.

"Ee, siapa namun? Liffi ... betulkan?" Sadewa berusaha tenang saat membuka obrolan, tapi nadanya tetap saja kikuk.

"Betul. Apa yang Tuan lakukan di sini?" Liffi melihat sekeliling, sepi dan tidak ada orang. Semua penghuni apartemen juga pasti sudah tidur.

Sadewa ingin berkata kalau dia kemari karena merindukan Liffi. Tapi Sadewa takut Liffi akan kaget dan malah menghindarinya.

"E ... aku hanya menunggu jemputanku. Ban mobilku kempes." Sadewa beralasan, alasan yang sangat klasik.

Sadewa telah mengeluarkan kukunya dan melubangi ban mobilnya pelan-pelan saat Liffi datang tadi.

"Ah begitu." Liffi mengangguk paham, ia memang melihat kalau ban mobil milik Sadewa kempes.

"Iya, begitu," jawab Sadewa. Matanya masih berfokus menatap Liffi, ia sama sekali tak berkedip.

"Kalau begitu saya masuk dulu, Tuan." Liffi sedikit membungkukkan badannya.

"Tunggu!!" Sadewa memanggil Liffi saat gadis itu hendak masuk ke dalam apartemennya.

"Iya, Tuan?" Liffi menoleh.

"Bisa aku pinjam kamar mandimu? Aku sudah tak bisa menahannya." Sadewa menatap Liffi dengan pandangan memelas.

Seriously, Sadewa??!! Alasan apa itu??!! Sungguh tak berkelas. Sadewa mengumpati dirinya sendiri.

Liffi berpikir sejenak, namun akhirnya mengijinkan Sadewa mengikutinya masuk.

"Maaf, agak berantakan, Tuan." Liffi membuka pintu kamarnya.

Sadewa masuk, melihat sekeliling, melihat setiap bagian dari apartemen kecil itu. Bagaimana bisa manusia tinggal di tempat seperti ini? Walaupun bersih dan tertata rapi tapi ruangan ini terlalu kecil. Bahkan tak lebih besar dari kandang Bark, burung rajawalinya.

"Tuan?? Kenapa diam?" Liffi melihat Sadewa yang terpaku.

"Ah, iya. Sorry." Sadewa masuk ke dalam kamar mandi Liffi.

Liffi merapikan tas, dan buku-buku kuliahnya. Satu bulan lagi liburannya berakhir. Liffi harus kembali mengulang semua pelajaran dan mencari pekerjaan baru. Bekerja di perusahaan akan banyak menyita waktunya. Liffi tak ingin kuliahnya ketinggalan.

Liffi melepaskan jaket dan menggulung cepol rambut hitamnya naik ke atas. Anak rambut halus terlihat disekitar tengkuk yang terbuka.

Sadewa sudah selesai dari kamar mandi, ia menelan ludahnya beberapa kali. Aroma itu kembali menghanyutkannya, memompakan adrenalin ke setiap pembuluh darah Sadewa.

"Sudah selesai, Tuan?

"Iya. Terima kasih."

"Sama-sama." Liffi tersenyum manis. Wajah Sadewa merona merah melihat Liffi tersenyum.

Dengan cepat Sadewa keluar dari gedung itu. Aromanya terlalu berbahaya, hampir saja Sadewa lepas kendali dan menyerang Liffi.

ooooOoooo

Dini hari ....

"Tolong!!" Seorang polisi berteriak.

Ia dan rekannya baru saja mendapatkan laporan dari warga bahwa ada hewan buas yang memangsa ternak mereka. Warga bilang hewan itu selalu masuk ke hutan setelah berburu. Pihak berwenang mengirim dua orang polisi untuk menyelidikinya.

Namun bukan hewan buas yang mereka temui di sana, tapi serigala dengan wujud manusia. Bulunya hitam legam, matanya juga menyala cerah. Taringnya mengeluarkan air liur yang kental dan pekat. Bukan manusia dan bukan juga serigala, wujudnya belum sempurna. Dia bukan manusia atau pun werewolf sejati.

Bulu kuduk mereka merinding, kakinya bergetar hebat. Mereka mundur beberapa langkah ke belakang. Melihat hewan aneh yang berdiri seperti layaknya manusia membuat nyali mereka ciut. Mereka tak bisa menebak atau pun mengerti hewan apa yang saat ini ada di depan mereka?

"Diam di tempat!!! Kami bersenjata!" teriak seorang dari mereka. Pistolnya teracung tepat di depan werewolf itu.

Werewolf itu hanya diam, kuku-kuku cakarnya yang tajam menancap di tubuh mangsanya. Seekor domba telah terbelah menjadi dua bagian, isi perutnya berhamburan keluar. Dengan sedikit rakus ia memakan perut domba itu.

Keduanya berpandangan, mencari timing yang tepat untuk kabur. Namun secepat kilat makhluk hitam itu menyambar seorang dari mereka. Menggigit lehernya dan mengkoyak badannya. Kepala opsir itu terputus dalam sekali gigitan.

Dor Dor Dor!!

Tiga buah tembakan terdengar untuk melumpuhkan iblis itu. Timah panas berdesing cepat, bersarang di dalam tubuhnya, namun sekejap kemudian peluru itu keluar, lukanya kembali menutup. Pelurunya tidak mempan, tak bisa melukai makhluk itu.

"GROOOWWWR!!!" Werewolf itu mengamuk. Ia berlari membabi buta.

"Tolong!!!" Polisi itu berteriak, berlari, dan langkahnya semakin cepat untuk menghindari kejaran serigala buas itu. Ia Ingin berlari kabur keluar dari hutan.

Terlambat, sebuah tangan kuat, besar, berbulu, dengan kukunya yang tajam menembus jauh di perut opsir itu. Isi perutnya berhamburan. Tak puas, werewolf tadi mencabik-cabik tubuh pria itu sampai rusak.

"Aaaauuuuuuu!!!!" Sebuah lolongan terdengar, mengagetkan sang werewolf itu. Dengan secepat kilat dia berlari masuk lebih dalam ke hamparan pepohonan. Masuk lebih jauh lagi di kegelapan hutan.

ooooOoooo

Polisi mengerumuni hutan, memasang police line di sepanjang tempat kejadian. Beberapa orang polisi muntah saat melihat tubuh rekannya telah hancur tercerai berai. Mengeluarkan bau busuk yang menyengat. Padahal baru satu malam mereka di koyak oleh werewolf.

"Dari lukanya terlihat seperti hewan buas!" seru dokter otopsi.

"Tapi hewan buas apa yang sebesar ini?Tidak ada singa di negara ini." seorang polisi menutup resleting pada kantong mayat.

"Kita priksa saja di rumah sakit, Officer," sahut dokter itu.

"Baik, hei ayo naikkan ke ambulan." Perintah kepala polisi setempat.

Iring-iringan mobil polisi dan ambulan meninggalkan hutan. Mereka pulang tanpa membawa jawaban apapun atas kejadian itu.

Di balik pohon, Black diam mengamati manusia-manusia itu menjauh pergi. Darah berwarna merah kehitaman menetes di ujung kuku-kukunya yang tajam. Napasnya sedikit cepat dan tak teratur. Sudah semalaman dia di sini, berburu.

ooooOoooo

Hallo, Bellecious

Jangan lupa vote ya 💋💋

Tinggalkan jejak kalian dan beri semangat untuk Belle ♥️

Follow IG untuk keep in touch @dee.meliana


Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Rank -- Power Ranking
    Stone -- Power stone

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C8
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank NO.-- Power Ranking
    Stone -- Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login