Download App
33.33% Beautiful

Chapter 3: Rumah Sakit

Pagi ini Rendra berangkat ke rumah sakit. Dia berangkat mengendarai mobil mewahnya menuju rumah sakit. Sesampainya di rumah sakit, hampir semua orang menyapanya dan dia hanya membalasnya dengan anggukan serta wajah datar.

"Selamat pagi Dokter Rendra." Sapa salah satu dokter wanita.

"Pagi." Balasnya kemudian berjalan menuju ruangannya.

Di tempat lain, Nay baru terbangun dari tidurnya.

"Astagfirullah." Ujarnya cukup keras hingga membangunkan Reyhan.

"Ada apa Nay?" tanya Reyhan sambil mengucek matanya.

"Kok aku bisa tidur nyender ke kamu gitu, maaf ya pasti bahu kamu pegel gara-gara aku."

"Oh itu, nggak papa lagi Nay."

"Tetep aja nggak boleh gitu Rey, kamu kan tahu."

"Iya aku tahu, aku juga minta maaf."

"Ya udah deh aku mau mandi dulu, sebentar lagi Dokter Rahman pasti nyariin aku. Dan senior juga pasti udah nyariin kita dari tadi."

Reyhan mengangguk dan mempersilakan Nay pergi. Rey juga segera bangun lalu bersiap untuk tugas paginya. Setelah siap, Nay berlari ke ruangan Dokter Rahman karena dia telat lima menit untuk ikut mendampingi Dokter Rahman mengecek kondisi pasiennya.

"Ma....maafkan saya dok." Ujar Nay ngos-ngosan.

Tak ada sahutan, ternyata dokter Rahman sedang bersama dengan Dokter Rendra. Karena kedatangan Nay mereka berdua hanya diam melihat reaksi Nay tadi. Nay merasa sangat malu dan hanya menundukkan kepala.

"Oh iya Ren, nanti kita lanjutkan lagi ya. Sekarang aku mau memeriksa pasien. Dan kamu Nay, ikut saya!" Ujar dokter Rahman.

"Iya, kalau gitu aku pergi dulu!" jawab Rendra sambil beranjak meninggalkan ruangan Dokter Rahman.

Rendra berjalan melewati Nay tanpa menatap sedikit pun. Sejenak Nay merasa lega karena Rendra telah pergi, lalu dia mendampingi Dokter Rahman memeriksa pasiennya. Dalam perjalanan ke ruang rawat pasien, Nay membacakan laporan terkait masing-masing pasien dengan detail. Dokter Rahman juga memberikan diagnosis dan meresepkan beberapa obat. Nay dengan cekatan mencatat setiap ucapan Dokter Rahman sambil berjalan. Hal yang sama juga dilakukan oleh beberapa rekan Nay yang berada di bawah supervisi Dokter Rahman.

Akhirnya semua pasien telah diperiksa, Nay dan beberapa rekannya masih setia menemani Dokter Rahman.

"Kalian boleh pergi, jangan lupa laporannya saya tunggu!" ujar Dokter Rahman.

"Baik, dok." Ujar semuanya.

Baru saja Nay hendak beranjak tetapi Dokter Rahman sudah memanggilnya.

"Nay, ikut ke ruangan saya!"

Nay berjalan mengikuti Dokter Rahman. Sesampainya di ruangan, Dokter Rahman menyampaikan bahwa Nay akan dipindahkan untuk menjadi asisten Rendra. Nay tampak shock mendengar berita tersebut.

"Maaf dok, apa tidak bisa saya tetap mendampingi Anda?"

"Ada apa, seharusnya kamu senang karena Dokter Rendra lebih baik daripada saya. Kamu akan banyak belajar dari dia."

"Tapi dok,..."

"Sudah Nay, ini sudah keputusan dari kepala bagian. Seharusnya ini akan menjadi keberuntunganmu karena bisa belajar dari ahlinya. Dan katanya kamu akan akan ambil spesialis bedah kan?"

"Iya Dok, tapi..."

"Seharusnya kamu senang, kesempatan ini tak datang dua kali. Terlebih Dokter Rendra sangat berpotensi untuk menduduki jabatan yang lebih tinggi. Dia akan menjadi mentor yang hebat untukmu. Jadi, ini juga bagus untukmu."

"Baik dok, kalau begitu saya permisi." Ujar Nay tanpa semangat.

Memang benar yang dikatakan Dokter Rahman, hanya saja ia takut berhadapan dengan Rendra. Ia masih ingat perlakuan Rendra dan perkataannya yang menyakiti hati. Mungkin orang lain akan merasa senang dapat mendampingi Rendra, tetapi Nay berbeda justru ia merasa takut. Nay berjalan gontai sambil menundukkan wajahnya.

"Awww...."

Nay menabrak seseorang, namun anehnya orang itu hanya diam.

"Maafkan saya, saya tidak sengaja." Ujar Nay masih menunduk dan kembali berjalan.

"Dia itu kenapa?" Ujar Rendra.

Orang yang Nay tabrak adalah Rendra, kebetulan Rendra mau ke ruangan Dokter Rahman untuk melanjutkan pembicaraan mereka tadi pagi.

"Dia kenapa Man?" tanya Rendra to the point.

"Maksudnya gimana?" tanya Dokter Rahman bingung.

"Dia kok murung gitu habis keluar dari ruanganmu?"

"Oh itu, tadi dia aku kasih tahu tentang pemindahan itu dan sepertinya dia agak keberatan menjadi asistenmu Ren."

"Kenapa bisa gitu?"

Dokter Rahman hanya mengangkat bahu tanda tak tahu.

Di tempat lain, Nay sedang duduk di ruangannya sambil menyusun laporan yang diminta Dokter Rahman. Sesekali Nay memegangi perutnya yang terasa sakit dan perih.

"Nay kamu kenapa?" tanya Reyhan.

"Nggak papa kok Rey." Ujar Nay lemah.

"Kamu udah makan?"

"Belum, nanti kalau laporannya udah kelar baru aku makan."

"Nay kamu itu bodoh atau apa, kamu tahu kamu punya mag kronis tapi masih aja suka telat makan. Semalam aja kamu nggak makan, sekarang kamu melewatkan sarapan sama makan siang. Kamu nggak kasihan sama badan kamu hah?" ujar Rey jengkel. Dia tak bisa menahan emosinya.

"Iya Rey aku tahu, ini sebentar lagi selesai jadi aku akan makan setelah ini."

"Kamu tunggu di sini, aku beliin makan dulu! Jangan kemana-mana!"

Reyhan berlari meninggalkan Nay, sedangkan Nay masih melanjutkan pekerjaannya meski perutnya semakin sakit dan kepalanya sedikit pusing. Setelah selesai, Nay bergegas ke ruang percetakan untuk mencetak laporannya. Setelah itu dia bergegas menuju ruangan Dokter Rahman. Namun dalam perjalanannya menuju ruang Dokter Rahman kepalanya semakin pusing dan pandangannya mulai kurang fokus. Nay berpegang pada dinding dan sesekali berhenti untuk meredakan sakit kepalanya, tetapi bukannya reda justru pandangannya semakin menggelap. Lagi-lagi Nay jatuh pingsan, para perawat yang melihatnya berteriak meminta tokamung.

Tak jauh dari kamukasi Nay pingsan, Rendra baru saja kembali dari ruang operasi dan hendak beristirahat di ruangannya. Karena melihat keramaian Rendra mendekat dan melihat Nay pingsan.

"Dok, bantu kami membawa Dokter Nay ke ruang perawatan." Ujar salah seorang perawat bernama Martha.

"Tapi...." Ujar Rendra terhenti.

"Kami berdua tidak kuat dok, yang lain juga sedang sibuk. Tokamung dok!" ujar perawat itu lagi.

Akhirnya Rendra membawa Nay ke ruang perawatan dan Rendra jugalah yang memeriksa Nay secara langsung.

"Tokamung lakukan rontgen ya!" ujar Rendra.

"Baik dok." Ujar perawat itu.

Setelah melakukan pemeriksaan Rendra menunggu hasilnya. Dan entah mengapa ia masih setia menemani Nay.

Di tempat lain Reyhan datang membawa makanan untuk Nay, namun yang dicari tidak ada di tempat. Dia menelpon Nay tetapi tidak ada jawaban, lalu dia bertanya kepada perawat yang ia temui. Karena tahu Nay pingsan lagi, Reyhan berlari ke ruangan di mana Nay dirawat. Setelah menemukan ruangannya Reyhan masuk dan tak bisa menutupi rasa khawatirnya. Reyhan memegang tangan Nay dan menyalahkan dirinya sendiri karena gagal menjaga Nay. Dia merasa tak bisa menjalankan amanah ayah Nay. Reyhan baru sadar bahwa ada seseorang di ruangan itu, ya Dokter Rendra ada di sana.

"Dia telat makan lagi, jadi dia pingsan. Magnya semakin parah kalau dia sering telat makan dan itu yang menyebabkan dia pingsan. Seharusnya sebagai dokter dia bisa menjaga diri, bagaimana mau menjadi dokter kalau merawat diri sendiri tidak bisa." Ujar Rendra ketus.

"Terima kasih Dokter, saya akan menjaga Nay." Ujar Reyhan.

Rendra meninggalkan ruangan dan berjalan ke ruangannya untuk beristirahat. Namun entah mengapa hatinya terasa tak nyaman melihat kedekatan Reyhan dan Nay. Apa dia jatuh cinta pada Nay? Kesimpulan itu terlalu cepat bukan?


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C3
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login