Download App

Chapter 2: Dua

"Papa aja yang nikah sama gadis itu, Denis ogah!" Denis pergi meninggalkan meja makan dengan situasi yang cukup rumit.

Orang tuanya telah menjodohkan putranya itu dengan seorang gadis yang jangankan mengenal, bertemu saja belum pernah dan langsung mengadakan pernikahan tiga hari lagi. Bukan tanpa alasan orang tuanya memilih gadis tersebut, tapi karena orang tuanya sudah kenal lama, kenyataan bahwa gadis tersebut memang cewek baik-baik membuatnya mantap menjodohkan dengan Denis.

Gadis itu belum pernah pacaran. Baktinya pada kedua orang tuanya membuat paruh baya itu kagum. Terkenal ramah dan baik. Berharap bisa merubah sikap Denis yang emosional, playboy dan suka menghamburkan uang. Memang dia sudah bekerja di perusahaan papanya dan jadi CEO, tapi dia seperti bukan seorang pemimpin tapi seorang diktator yang kejam.

"Denis pasti mau, Pa. Mama yang akan bujuk dia," ucap Bu Arini sambil mengelus punggung tangan suaminya --Pak Raffi--.

"Semoga saja ya, Ma. Papa nggak enak sama Hendra kalau sampai batal." Mama menganguk lalu pergi ke lantai atas menemui putranya.

Denis sendiri sibuk menghancurkan kamarnya. Dia hanya ingin menikahi jesslyn, pacarnya. Dia sangat mencintai perempuan dengan rambut blonde tersebut. Mengembuskan napas meredakan emosi yang memuncak. Belum genap sehari mereka berpisah, tapi rindu ingin bertemu itu muncul. Gadis yang sudah menemani hari-harinya selama satu tahun terakhir ini membuat Denis rela melakukan apapun untuk gadis tersebut meski uang yang dikeluarkan tak sedikit selama mereka pacaran.

Dipandanginya foto Jesslyn yang terletak di nakas. Memutar memori, mengingat kejadian dimana dia sudah melakukan hubungan terlarang itu dengan Jesslyn. Begitu penuh nikmat, dan penuh cinta. Bahkan sampai sekarang Jesslyn masih senikmat dan sehangat seperti pertama melakukannya. Ahh, tiba-tiba Denis ingin bertemu lagi dengannya. Memanjakan dirinya sekali lagi. Menikmati kehangatan ranjang bersama pacarnya. Menghabiskan sisa malam bersama dibawah selimut dengan memeluknya erat.

Bergegas menggangganti baju kemudian berjalan menuju pintu. Hampir tangannya sampai di pegangan pintu, tapi pintu terbuka terlebih dahulu dari luar, dan kepala mamanya masuk sedikit. "Mau kemana, Nis?"

"Keluar sebentar." Ditariknya pintu itu hingga terbuka lebar kemudian berjalan menuruni tangga, lalu pintu utama, dan hilang.

Gagal, Bu Arini gagal bicara dengannya. Sejujurnya, keluarga Denis tak ada yang menyukai Jesslyn. Karena sikapnya yang tak sopan dengan keluarga Denis, suka berkata kasar dan nada tinggi, dan yang paling utama lebih cinta uang Denis daripada pemiliknya. Cewek matre yang ditutupi dengan rayuan maut dan tubuhnya. Dan Denis terjebak dalam perangkap Jesslyn. Lagipula asal usul Jesslyn belum jelas. Setiap datang ke rumah dan orang tua Denis menanyakan asal usul atau keberadaan orang tuanya, Jesslyn selalu mengubah topik.

Menutup pintu kamar Denis lalu turun menemui suami. "Denis pergi, Pa."

"Biarkan saja. Ketika dia pulang, kita kunci kamarnya dari luar."

"Apa itu tidak keterlaluan?"

"Maka dia seharusnya tahu batas bagaimana bersikap yang tidak keterlaluan kepada orang tuanya."

"Terserah papa, mama ikut saja. Daripada punya mantu Jesslyn." Bu Arini duduk di samping Pak Raffi. "Apa kita tidak mengadakan pertemuan untuk mereka berdua?"

"Apa menurut mama itu penting?"

"Setidaknya dia bisa bertatap calon istrinya."

"Baiklah kalau menurut mama itu baik. Papa akan menelpon Hendra untuk memberi kabar baik."

Denis mengendarai mobil dengan kecepatan penuh. Ingin segera bertemu dengan pacarnya, memadu kasih dan berkeringat bersama hingga matahari terbit. Kenapa Denis tidak mencoba untuk mengajak Jesslyn ke jenjang yang lebih serius? Kenapa baru terpikirkan.

Ya, selama mereka berpacaran Denis memang tak pernah berbicara tentang masa depan. Dan sekarang sebelum semuanya terlambat maka Denis akan mengajak Jesslyn menikah. Menjadikan hari-hari mereka penuh warna dan akan selalu bersama hingga maut memisahkan.

Denis sudah sampai di apartemen Jesslyn. Dengan rona bahagia dirinya menaiki lift, tidak sabar untuk segera bertemu dengan kekasihnya itu dan mengutarakan niatnya. Dengan tidak sabar Denis membuka pintu apartemen lalu menghampiri Jesslyn yang sedang bersantai. Memeluk lalu melumat bibir Jesslyn dengan sangat nafsu. Niatnya hanya sebuah pelukan dan ciuman kecil. Nyatanya, sekarang keduanya hampir telanjang dengan napas yang tersengal-sengal dan gairah yang memuncak.

Masih di sofa, Denis mengangkat Jesslyn kemudian mendudukkan di pangkuannya. Melumat bibir Jesslyn dengan kasar lalu turun ke leher memberi jejak. Tak peduli dengan warna kebiruan yang belum hilang akibat ulahnya tadi siang, sekarang Denis ingin memasuki Jesslyn lagi. Dengan kasar Denis menyingkap penutup gundukan itu lalu mencium, melumat, menghisap bahkan ingin menghabiskan isinya, membuat Jesslyn melenguh, mendesah keenakan.

Jika mulut Denis sibuk dengan gundukan pacarnya, maka jarinya sibuk dengan sesuatu di pangkal paha. Mencari kehangatan dan kenikmatan untuk dirinya dan Jesslyn. "Uh, masuk ... kan Sayang. Aku sudah tak tahan." Dan penyatuan itu terjadi lagi. Membuat ruangan kecil itu menjadi berisik karena jeritan nikmat keduanya. Entah berapa ronde mereka bermain yang Denis tahu dirinya sangat lelah. Bahkan tanpa pindah ke kamar, tetap di sofa keduanya tertidur.

"Bangun, Sayang. Kamu tidak pulang semalam. Bagaimana kalau mama papa mencarimu?" Jesslyn mengusap pipi Denis dengan lembut. Jesslyn pikir, Denis belum bangun, nyatanya Denis mengambil jarinya lalu dicium seperti permen, membuat Jesalyn keenakan sekali lagi. "Kau bahkan be ... belum bangun, ta ... tapi kau sudah mem ... membuatku menginginkan lagi."

Mendengar kata menginginkan lagi, dengan cepat Denis membuka mata dan kembali menghujam Jesslyn. Keduanya kembali bersatu di pagi yang cerah dan sinar matahari yang memasuki ruangan itu melalui celah-celah jendela. Setelahnya terdengar napas mereka yang beradu menerpa wajah masing-masing. Keringat yang bercampur menjadi satu menjadikan aroma favorit bagi keduanya.

Mencium kening Jesslyn sebentar lalu pergi ke kamar mandi. Belum lima langkah, Denis menoleh pada pacarnya itu, "Mau mandi bareng?"

"Tidak, aku sangat lelah, Sayang."

"Karena kau nikmat."

"Mandilah, aku berbaring terlebih dahulu."

"Oke." Denis melangkah masuk ke kamar mandi dan Jesslyn ke kamarnya. Dia tidak tahu energi yang dipunya pacarnya itu, karena selama ini jika mereka melakukannya Denis tidak pernah puas hanya dengan satua atau dua ronde. Jika Jesslyn tidak memohon, maka sampai pagi pun Jesslyn yakin Denis kuat. Merebahkan diri di kasur besar nan empuk itu membuat matanya kembali terpejam.

Tidak tahu berapa lama dia tertidur, terbangun karena ada sesuatu yang membasahi bibirnya, apalagi kalau bukan bibir Denis. "Kau sudah selesai?" tanyanya ketika melihat Denis sudah rapi dengan setelan kerjanya.

Duduk di tepi ranjang, Denis mengelus rambut Jesslyn. "Mari kita menikah." Ucapan Denis mampu membuat Jesslyn duduk dengan cepat.

"Apa?!?!"

"Menikah, Sayang. Bukankah kita sama-sama cinta? Jadi lebih baik kita menikah. Kamu bisa memiliki aku dengan seutuhnya, pun sebaliknya."

"Tidak. Aku belum siap."

"Kenapa?"

"Aku belum siap Denis!"

"Hanya itu?"

"Iya. Aku belum siap."

"Tapi kita sudah pacaran lama sekali, Sayang."

"Pacaran bukan menikah."

"Beri aku satu alasan, Sayang."

"Aku belum siap."

"Ayolah, Sayang. Kita menikah, dengan begitu kita bisa bersama selamanya dan kita bisa melakukannya berkali-kali."

"Tidak."

"Kenapa?"

"Tidak, Denis. Sekali tidak, akan tetap tidak. Pergi."

"Jessi ...."

"Pergi Denis!!"

"Aku dijodohkan, Sayang. Mengertilah."

"Menikahlah dengannya, tapi tubuhmu hanya untukku."

"Tapi kenapa?"

"Pergilah."

"Say ...."

"Pergi, Denis!!!"


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C2
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login