Download App

Chapter 4: Bab 4 : Ketahuan Mama

***

        Hubungan Rayen dan Eva semakin dekat. Mereka sudah resmi berpacaran. Rayen selalu mengajak Eva ke suatu tempat nyaris setiap hari. Ratna, Ibu Rayen pun menyadari hal itu. Sehari yang lalu dia pulang dari Papua bersama sang suami. Dan tepat saat mereka sampai di rumah, Rayen dan Eva barusaja pulang dari sebuah kafe--tempat mereka berkencan.

          "Kau dari mana sama Eva?" tanya Ratna saat itu. Dia cukup kaget melihat putranya Rayen menggandeng anak seorang pembantu. "Dari toko buku, Ma. Eva menyarankan buku genre fantasi kepadaku. Dan aku tertarik membelinya." Penjelasan Rayen saat itu cukup membuat Ratna percaya. Namun kali ini dia tidak yakin akan kejujuran putranya.

         "Mau kemana lagi sekarang?" Ratna melipat tangan di depan dada. Dia memberikan tatapan menerkam menuju bola mata hitam milik Eva. "Aku mau beli buku lainnya," jawab Rayen. Lelaki itu tidak tahu menjawab apa. Saat ini dia libur sebab barusaja mengikuti Ujian Nasional SMP. Dan dia tidak bisa menjadikan sekolah sebagai sebuah alasan keluar ruma bersama Eva.

         "Sejak kapan kamu suka baca buku?" Ratna cukup memahami putranya. Rayen bukanlah anak yang suka membaca. Dia bukan penggemar buku kendati dia cerdas dalam hal akademik. "Aku selalu menyukai baca buku. Mama yang tidak tahu kegiatanku karena Mama dan Papa sibuk bekerja."

         Separuh kata-kata Rayen memang benar. Ratna dan Budi selalu sibuk mengurus perusahaan mereka sampai waktu bersama Rayen lebih sedikit. "Kalau begitu, biarkan Eva yang beli buku untukmu," tegas Ratna, "dia 'kan anak pelayan. Seharusnya dia memenuhi kebutuhanmu termasuk membelikan buku." Rayen mengepalkan tangan--dia benar-benar kehabisan kalimat. Bagaimana cara agar dia dan Eva berkencan bebas di luar sana.

         "Benar, Biarkan aku yang beli buku untukmu. Kau di rumah saja," pinta Eva. Dia menepuk pundak Rayen, dia berharap lelaki itu mau mengerti. Eva cemas kalau Rayen nekat membongkar hubungan mereka di depan orang tua Rayen. Bisa-bisa Zaenab kehilangan pekerjaan dan Eva harus diusir dari istana itu.

         "Baguslah kalau kau sadar posisimu." Kalimat Ratna begitu menyenak hati Eva. Apa seburuk itu posisi Eva dan ibunya di dalam rumah majikan mereka? Ratna menambahkan, "Supir akan mengantarmu ke toko buku." Eva mengangguk paham. Dia cukup muram atas kata-kata majikannya sebelumnya.

        Eva baru melangkah dua langkah ketika Rayen berseru, "Aku yang akan antar Eva ke toko buku." Dia menarik tangan Eva kemudian menggenggam tangan itu di depan mata ibunya. Ratna membelalakkan mata--tidak percaya apa yang dia lihat. Kecurigaan Ratna tampaknya benar. Dia semakin murka ketika Rayen berkata, "Kami pacaran. Aku tidak mau Mama memperlakukan Eva seperti pembantu."

          Eva gugup. Dia tidak berani memandangi majikannya. Kenapa Rayen membongkar hubungan mereka berdua? Eva belum siap mendengarkan hinaan dari Ratna.

          "Rayen apa kau sudah tidak waras? Eva hanyalah anak pelayan." Ratna berusaha menyadarkan Rayen--betapa tinggi derajat mereka. Sungguh tidak pantas anak konglomerat bersanding dengan anak seorang pelayan. "Dari sekian banyak perempuan, kenapa harus Eva?" Ratna tidak mengerti bagaimana Rayen bisa terpesona dengan gadis macam Eva. 

        "Aku mencintai Eva, Ma. Aku tidak akan meninggalkan dia apa pun yang terjadi," tutur Rayen, "dan Mama tidak boleh memecat Bibi Zaenab hanya karena masalah ini." Ratna menggeleng keras. Namun apa daya, dia terlalu menyayangi Rayen sehingga Ratna mau tidak mau menerima kenyataan yang barusan dia ketahui ini. Selera Rayen benar-benar rendahan.

        Rayen dan Eva berlalu, mereka berangkat ke tempat kencan waktu itu. Di pinggiran danau yang indah. Rayen merasa pemandangan tempat itu akan lebih menakjubkan bila dikunjungi pagi hari. Dan benar saja, apa yang mereka lihat malam itu kini terasa lebih nyata setelah matahari menyinari sekeliling tempat itu.

         "Tempat ini jauh lebih indah dari apa yang aku bayangkan. Sangat indah," ungkap Eva. Dia duduk di pinggir danau, berteduh di bawah pohon ditemani sang pujaan hatinya, Rayen Pratama. "Kau benar." Rayen mengambil duduk di samping Eva. Tak lama, Eva menidurkan kepalanya di pundak kokoh Rayen.

          Selama perjalanan menuju danau itu, Eva tidak pernah membicarakan pertengkaran pagi ini. Eva mulai merasa harus membahas perihal itu. "Ibumu tidak menyukai aku," ujar Eva tiba-tiba. Dia melihat jelas bagaimana Ratna menekankan perbedaan status sosial di antara Rayen dan Eva. Status sosial mereka sangat jauh berbeda tingkat. Rayen berada di atas puncak dan Eva berada di tingkatan paling bawah.

         "Ibuku butuh waktu. Aku mengenal Ibuku. Dia butuh waktu menerima semua ini. Kau tenang saja." Rayen mengelus rambut panjang milik Eva dengan sangat lembut. Dia memberikan Eva perhatian yang tak pernah didapatkan Eva sebelumnya dari laki-laki lain.

        "Aku berharap kau benar." Eva menyerahkan semua takdir ini kepada Rayen. Eva mengharapkan kekuatan cinta antara dia dan Rayen meyakinkan orang tua Rayen maupun orang tua Eva. Baik Rayen dan Eva, Mereka ingin membuktikan bahwa status sosial bukanlah sesuatu yang masalah besar dalam memulai hubungan cinta.

        "Aku ingin menikahimu lima tahun lagi," kata Rayen. Dia terdengar begitu serius ketika mengatakan itu. Eva tidak pernah sekali pun memikirkan Rayen mau mengatakan itu. "Kau mau menikah muda? 5 tahun lagi berarti saat usia kita berdua dua puluh tahun." Apakah lelaki ini benar-benar mau menikahi Eva? Mereka masih terlalu muda untuk memikirkan rencana itu.

          "Iya. Aku mau menikah muda bersama kamu, Eva. Aku harus mengatakan ini kepada dirimu bahwa saat aku berpacaran dengan Scarlet, aku tidak pernah memikirkan keluarga di masa depanku." Rayen memandangi danau dengan fokus. Dia menambahkan, "Kau merubah hidupku. Aku benar-benar mantap mau menikah dengan dirimu di masa depan."

          Eva tidak bergeming. Dia penasaran apakah Rayen bercanda atau tidak. Akan tetapi pandangan Rayen tak membuktikan dia tidak sedang membuat lelucon. Dia seratus persen serius membuat rencana itu. "Apa kau yakin dengan semua yang sudah kaukatakan? Jalan kita masih panjang. Kau bisa menemukan yang lebih cantik."

          Eva mengerti betul kalau semua laki-laki hanya memandang fisik seorang perempuan. Mereka hanya mengukur kecantikan perempuan dalam hal memilih pasangan. Eva mengira kalau dirinya tidak termasuk ke dalam kategori cantik. Dia tidak putih, kulitnya sawo matang. Bagi Eva kategori cantik di negeri ini adalah berkulit putih. Dan sudah semestinya pemikiran rasis itu terkubur dalam tanah sebab sebenarnya semua cewek cantik tergantung siapa yang melihat.

         Rayen menggenggam tangan Eva--mencium jari-jemati gadis itu sembari berbisik, "Bantu aku mewujudkan mimpiku, Eva. Bantu aku mengabulkan keinginanku untuk menikahi dirimu di usia dua puluh tahun. Apakah kau bersedia menerima lamaranku kalau aku melamar dirimu?"

         Rayen menatap penuh harap. Eva menaruh tangan kanan miliknya di atas tangan kanan Rayen. Gadis itu mengangguk sembari bertutur, "Ya, aku mau menikah dengan dirimu, Rayen. Aku akan membantumu mewujudkan semua mimpi-mimpimu." Eva terdengar begitu sungguh-sungguh sehingga Rayen merasa sangat tenang.  


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C4
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login