Download App
2.63% Oh My Gay

Chapter 3: Bertengkar

"Hukuman apa yang akan aku dapatkan? Hari sudah sore dan sebentar lagi langit akan gelap."

Cloud tersenyum, ia melangkahkan kakinya menghampiri Moon, hingga mereka berhadapan dengan jarak yang dekat. Moon memilih untuk berpaling dan tidak menengadah melihat pada Cloud. Pria itu tersenyum lagi dan memberikan ponselnya kepada Moon. Moon yang heran, kemudian mengernyit dan menengadah, seolah meminta penjelasan dari Cloud.

"Setelah selesai orientasi, berkencanlah denganku."

***

Cloud menutup pintu mobil tanpa menghidupkan mesin mobilnya. Ia mengambil ponsel dan kemudian menatap layarnya, dimana ada nama Moon tertera dalam kontak di ponselnya. Ia tersneyum dan kemudian menekan icon Dial untuk menghubungi Moon. Sepertinya ia tidak yakin dengan jawaban dari Moon.

Tuut ….

Tuut ….

Tuut ….

"Halo?"

"Hai, Moon … jangan lupa kencan pertama kita, ya," tutur Cloud, lalu kemudian merubah mimik wajahnya. 'Suara ini …,' batinnya menerka.

"Ini siapa?" tanya lawan bicaranya, membuat Cloud merasa kalau Moon sudah mempermainkannya.

"Katakan pada Moon, jangan lupa dengan janji kencannya," jawab Cloud, kemudian mengakhiri panggilannya.

Dug!

Cloud memukul stir mobilnya, kesal karena tahu yang menerima panggilannya bukanlah Moon, melainkan Earth. Bagaimana tidak, nomor kontak yang diberikan oleh Moon bukanlah nomor kontaknya, melainkan nomor kontak Earth.

Sementara itu, Earth dan Moon yang masih dalam perjalanan memilih untuk saling diam. Moon merasa tidak enak sebenarnya karena ia memberikan kontak Earth tanpa meminta izin. Namun dirinya berharap Cloud akan berhenti mengganggunya, jika ia tahu kedekatan Moon dengan Earth.

Earth yang masih bertanya-tanya dalam hatinya juga memilih untuk diam, berharap Moon memberikan penjelasan tanpa harus ia yang memintanya.

Namun hingga mobil Moon menepi di depan sebuah rumah, yang tak lain adalah rumah Earth, gadis yang memiliki rambut panjang itu tidak berucap sepatah kata pun. Jelas membuat Earth menjadi kesal dan menarik dagu Moon, agar melihat kepadanya.

"Apa tidak ada yang ingin kamu sampaikan, Moon?" tanya Earth.

Moon menelan salivanya, kemudian ia menggigit bibir bagian bawah dan menjauhkan tangan Earth dari dagunya.

"Hmmm … aku butuh perlindungan darimu, Eearth. Sepertinya Cloud ingin menggangguku," ujar Moon, akhirnya angkat suara.

Earth mengusap lembut kepala Moon dan memberikan senyum terbaiknya untuk wanita yang telah membuatnya jatuh hati sejak tiga tahun lalu.

"Bukankah selama ini aku sudah cukup melindungimu?"

"Hmmm … bantu aku sekali ini lagi, ya …," ucap Moon, memohon pada pria yang masih sabar untuk menunggunya setelah tiga tahun berlalu.

"Tidak perlu kamu mengatakannya, aku pasti akan melindungimu, Moon."

Moon melepas seat belt dan kemudian menarik pergelangan tangan Earth, membuat mereka dekat dan dengan sigap mendekap Earth. Ia terlihat sangat senang dengan jawaban dari Earth.

"Terima kasih, Earth," ucap Moon, seperti tidak ingin melepas pelukannya.

"Iya, Moon … sama-sama. Kamu tidak perlu khawatir untuk itu, ya …."

Earth melepas pelukan Moon dan mencubit gemas pipi Moon.

"Aku pulang, ya. Terima kasih atas tumpangannya," ujar Earth.

"Sama-sama … sampai jumpa besok," balas Moon, memberikan lambaian tangan untuk calon kekasihnya itu.

Earth keluar dari mobil Moon dan kemudian masuk ke dalam rumahnya. Terlihat sang ibu yang sedang menonton acara di televisi bersama adik dan juga ayahnya.

"Diantar lagi oleh Moon?" tanya sang ayah, terlihat begitu ketus.

"Iya," jawab Earth, juga terlihat tidak senang dengan adanya sang ayah di rumah.

"Tidak malu, berhubungan dengan wanita yang berasal dari kasta berbeda? Sudah tiga tahun masih saja dia betah denganmu yang jelas tidak sederajat dengannya."

"Yah, Moon sama sekali tidak pernah memandang kasta atau derajat orang," sanggah Earth.

"Tapi Ayah malu memiliki anak yang tidak bisa diandalkan seperti kamu!"

"Yah, sudah … Earth baru saja pulang dari kuliahnya. Biarkan dia beristirahat," pinta sang ibu berusaha melerai pertengkaran antara ayah dan anak yang memang kerap terjadi jika keduanya dipertemukan seperti ini.

Earth tidak berkomentar apapun lagi dan memilih untuk segera berlalu menuju ke kamarnya dengan perasaan kesal karena sang ayah.

Bugh!

Earth menutup pintunya dengan begitu keras. Ia menjatuhkan tubuhnya dan menunduk. Ia mengepalkan tangan kananya dengan sangat erat dan …

Dug!

Dug!

Dug!

Dug!

Earth meninju tangannya ke lantai, berkali-kali dan membuat luka pada punggung tangannya.

Hubungan Earth dan ayahnya memang tidak begitu baik. Bahkan keduanya jarang sekali terlihat akrab seperti anak dan ayah pada umumnya. Apalagi sejak ayahnya bekerja serabutan di luar kota dan tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup keluarganya dengan baik, ia kerap menyalahkan Earth yang hingga kini masih belum bekerja dan malah memilih untuk melanjutkan pendidikannya.

Earth mengambil ponsel miliknya dari dalam tas dan melihat kontak teratas yang berada dalam panggilan masuk. Ibu jarinya bergetar dan bergerak perlahan untuk menekan nomor kontak tersebut.

Namun sesaat ia menepiskannya dan melempar ponselnya ke atas tempat tidur. Ia masih berpikir untuk melempar ponselnya ke tempat yang aman, karena jika ponselnya rusak, ia tidak akan bisa membeli yang baru dalam waktu dekat.

Earth menyandarkan tubuhnya dibalik pintu, masih dalam posisinya yang duduk di lantai. Ia menengadah dan berharap kalau ayahnya segera pergi bekerja lagi, sehingga ia tidak perlu melihat orang yang paling dibenci olehnya.

***

Moon membuka lebar jendela kamarnya, menyambut pagi dengan senyum sumringah yang menunjukkan semangatnya untuk melakukan aktivitas di hari ini. Moon berbalik badan dan segera menarik handuk yang telah ia siapkan di atas tempat tidurnya dan kemudian melangkahkan kakinya menuju ke kamar mandi untuk mandi.

Pagi ini Moon bangun sedikit lebih awal dari sebelumnya, sehingga ia masih sempat untuk mandi lulur dan memanjakan tubuhnya saat sedang mandi.

Tiba-tiba saja terlintas wajah Earth yang membuatnya mengerjap, kemudian menggelengkan kepala. Ia membesarkan matanya, entah mengapa Earth bisa terlintas dalam pikirannya. Padahal selama tiga tahun ia dekat dengan Earth, Moon sama sekali tidak pernah sebegitu terngiangnya pada Earth, bahkan ia tak pernah memimpikan pria yang sudah sangat sabar menantinya itu.

'Apa aku harus memberi jawabannya segera? Tapi aku masih belum yakin dan ragu dengan perasaan yang kami rasakan dan kebersamaan yang telah kami lalui. Persahabatan ini akan berakhir jika kencanku dengan Earth kandas di tengah jalan,' batinnya sangat bimbang dan sangat berhati-hati saat mengambil keputusan atas pernyataan cinta dari Earth yang sudah tidak terhitung.

Moon tersenyum dan berharap kalau Earth masih bisa menunggunya lagi walau tidak dapat ditentukan batas waktunya. Ia yakin kalau Earth akan menunggunya, karena buktinya saat ini pria itu berhasil menantinya hingga tiga tahun lamanya.

'Bukankah Earth tidak pernah tertarik dengan wanita lain selain aku? Itu berarti dia sangat mencintaiku, bukan?'


Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Rank -- Power Ranking
    Stone -- Power stone

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C3
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank NO.-- Power Ranking
    Stone -- Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login