Download App

Chapter 2: 1#~Luka

Mentari masih berselubung awan kala itu. Namun, sudah terlihat dari kejauhan, beberapa orang yang sudah terjaga sedang melakukan beberapa rutinitas pagi.

Tak ada yang memaksa. Keadaan lah yang membuat kondisi mereka sedemikian ini. Toh, mereka juga tak mempermasalahkannya.

Menurut mereka, rutinitas ini bisa meningkatkan keharmonisan. Juga menjaga kesehatan, menenangkan pikiran, dan membuat segalanya terasa lebih ringan.

Mereka bekerja sama membersihkan seisi rumah. Juga membereskan barang-barangnya. Ah, mungkin zaman sekarang ini sudah sangat jarang keluarga yang melakukan hal ini.

Meski tak terlalu berkecukupan, tapi mereka sudah mensyukuri bisa hidup dalam keluarga kecil yang harmonis.

Di depan rumah sederhana, seorang kepala rumah tangga sedang menyapu halaman rumah, dari dedaunan kering.

Sedangkan si hati nya keluarga ini sedang mengemas tempat singgah mereka sehingga menjadi tempat yang nyaman, meski sederhana.

Selepas dari perannya dalam gotong royong keluarga itu, seorang anak lelaki yang sedang menjelang Ujian Nasional SMP, terlihat sedang mengeluarkan sepedanya, berniat pergi bersama sang kakak.

Di belakangnya, terlihat seorang perempuan –Felis- yang berbeda umur dua setengah tahun dari adiknya, juga melakukan hal yang sama.

Kakak beradik mulai beranjak dari rumah mereka. Menggunakan sepeda hadiah pemberian ayahanda, mereka mengelilingi dusun, hingga kota.

*****

Mereka tiba di satu tempat, yang menyayat kembali luka yang selama ini mereka tutupi. Selepas memarkirkan kendaraan, mereka masuk.

Ke ruangan mawar 107 tepatnya. Felis mematung seketika. Sekujur tubuhnya mendadak lemas. Namun ia memaksa tangannya untuk tetap bergerak. Menekan knop dan mendorong pintu.

Suara decitan terdengar lumayan nyaring di lorong sepi itu. Derap langkah mereka yang masuk ke dalam ruangan, dan suara decitan tanda pintu ditutup kembali.

"Hai kak, Vik, tumben udah dateng?!"

Suara itu menyapa mereka. Suara yang tadinya selalu menghangatkan hati, seakan menimbulkan berjuta rasa bersalah ke dalam hati mereka.

"Tugas gue sama kakak udah selesai. Nanti mama sama ayah, baru nyusul. Agak siangan lah" jawabnya, berusaha tegar.

"Oke, nggak masalah"

Percakapan kecil itu, tersela lantaran seorang perawat perempuan masuk.

"Permisi, dengan pasien atas nama Farrel, ditunggu oleh dokter Roni di ruang rehabilitasi" ujarnya.

Yang merasa memiliki nama pun bangkit dari posisi berbaring. Dibantu dengan sang kakak dan kembaran semi identiknya, ia duduk di kursi roda, alat bantu berpindah tempatnya saat ini.

Mereka berdua menuntunnya, dan mendorong kursi rodanya menuju ruangan rehabilitasi. Ingin rasanya mereka menemani perjuangan saudara serahim mereka. Namun, apa daya. Hanya pasien dan dokter bersangkutan yang bisa memasuki ruangan itu.

Mereka berdua menatap lamat-lamat ruang rehabilitasi itu dari kursi tunggu di seberang ruangannya. Dalam beberapa saat, suasana membisu. Mereka berdua kalut dalam pikiran masing-masing.

*****

Beberapa orang hilir mudik, serta sapaan angin menghiasi suasana mereka kali ini. Sebelumnya, ada seorang kakek yang dituntun dengan kursi roda oleh sepasang suami-istri. Kini, ada seorang balita yang sedang menangis di gendongan ibunya, yang juga sedang menggandeng anak perempuan kurang lebih berusia sepuluh tahun itu.

"Felis, Viko… Farrel sudah lama?" Tanya wanita paruh baya itu.

Tadinya hati Felis sudah berbunga, mengira bahwa yang datang adalah kedua orangtuanya. Namun, ternyata dugaannya salah. Itu hanya tantenya.

"Eh, tante! Ini kira-kira tinggal lima belas menit lagi selesai kok, tan!" Jawab Felis. Tantenya –Tante Anggi- hanya mengangguk.

"Mama sama ayah kalian gimana? Masih suka telat dateng?" Tanyanya.

"Ya gitu deh, tan. Kalau di rumah udah biasa aja, tapi giliran di sini sukanya ngaret. Nanti sekiranya jam Farrel tidur baru dateng, terus bikin alasan yang selalu mirip untuk keterlambatan mereka" kali ini Viko yang membuka suara. Air mukanya nampak murung ketika mengatakan hal itu.

Tantenya memaklumi dan berniat mengalihkan topik pembicaraan. Alih-alih untuk mengalihkan sedikit rasa sakit di hati mereka, dia terlebih dahulu duduk diantara keduanya, dan merangkul mereka.

"Felis, Viko, kalian harus selalu inget kata tante. Sesuatu itu nggak akan terjadi kecuali dengan izin tuhan. Jadi, kalian nggak boleh nyalahin diri kaya gini terus. Lihat, Farrel aja selalu semangat, masa kalian mau terus murung-murungan gini, sih?!" Ia menjeda sejenak ucapannya, ketika mendengar isakan kecil dari Felis. Ia menepuk kecil bahu Felis, lantas melanjutkan ucapannya yang tertunda itu.

"Kalian, jangan pernah nyalahin diri kalian sendiri. Itu sama aja menentang takdir. Inget dong sama orang tua, teman, saudara kalian. Asal kalian tahu aja nih, Farrel selalu nangis tiap malem habis kalian jenguk dia, kalau dia liat raut muka kalian sedih." Felis terenyuh mendengar ucapan tantenya.

"Maka, kalian harus janji sama diri kalian sendiri. Mulai saat ini, kalian harus bisa lepas dari zona sedih kalian. Ambil hikmah dari setiap cobaan, bukan melulu negatifnya aja. Mungkin tuhan mau kalian berlatih untuk sabar, untuk lebih bersyukur, dan untuk meningkatkan rasa persaudaraan kalian. Bukan untuk merenggangkan hubungan dan fokus dengan kemurungan masing-masing! Jelas-jelas bukan, sayang." Sambungnya lagi.

"Perubahan sikap karena gejolak masalah yang tiba-tiba itu nggak salah. Tapi nggak salah juga, kan kalau mencoba keluar dari gejolak itu. Nggak harus langsung lari dan keluar, enggak sayang. Kalian bisa mulai pelan-pelan. Mungkin dengan memberi senyum pada Farrel. Dan melakukan lebih banyak pembicaraan kecil. Toh kejadian yang sudah lalu juga tidak bisa diubah." Terangnya, panjang lebar.

Beberapa saat kemudian, isak Felis perlahan reda. Lantas ia memeluk tantenya, begitu juga dengan Viko. Sang tante hanya membalas pelukan masing-masing sambil mengulum senyum.

"Eh, itu tuh Farrel udah mau keluar!" Serunya. Felis dan Viko buru-buru menata diri, juga perasaan.

Mereka bersyukur karena kehadiran Tante Anggi. Ia baru pulang dari Singapura minggu lalu. Namun, sudah cukup banyak mengubah keadaan. Keadaan yang baru terjadi tiga bulan lalu.

Semua memiliki kisah unik masing-masing. Memiliki masalah untuk setiap kisah masing-masing. Memiliki kebahagiaan untuk setiap kisah masing-masing. Memiliki kesedihan untuk setiap kisah masing-masing.

Definisi kebahagiaan setiap orang memang berbeda. Namun menurut mereka, kebahagiaan tak harus dengan material. Cukup dengan kebersamaan, kenyamanan, dan keharmonisan. Mereka bahagia.

Masalah setiap orang memang berbeda. Walau kebanyakan remaja memiliki masalah soal percintaan. Namun, tidak melulu soal cinta, teenlit punya masalah yang berbeda-beda, bahkan bermacam-macam. Termasuk hanya masalah dengan saudara serahimnya.

Semua pasti mengalami perasaan sedih, lelah, penat. Entah kah itu tubuh, pikiran maupun perasaan. Tak ada yang spesial dengan perasaan itu. Tapi karena perasaan itu hadir, kita jadi tahu bahwa masing-masing memerlukan waktu beristirahat. Tak bisa jika terus menerus dihadapkan dengan tekanan.

___________________

Kyle_Keii♪


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C2
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login