Download App

Chapter 45: Melangkah

Bau aroma masakkan tercium oleh Hanna yang tengah tidur cantik di kamarnya. Dengan pandangan yang sedikit kabur, efek baru bangun tidur. Dirinya turun dari ranjang empuknya menuju sumber aroma yang membuat perut sedikit meringis.

Setengah sadar, berjalan menuruni tangga.

Langkah nya terhenti saat berada tepat di depan pintu masuk dapur. Mengkedipkan beberapa kali agar pandangannya kembali fokus.

Disana, dihadapannya, seseorang yang sangat dikenalnya tengah sibuk memasak makan siang.

" Hasan~ "

Panggilan yang mirip seperti suara anak kecil mengejutkan Hasan yang tengah fokus memasukkan beberapa bumbu ke masakkannya. Hasan menoleh dan memberi kecupan manis untuk Hanna.

" Apa aku berisik sehingga membangunkan mu? " tanya Hasan yang khawatir dengan keadaan istrinya itu.

Hanna seorang balerina, jadwal pertunjukkan nya begitu padat sehingga Hanna tak bisa mengatur waktu. Efek jadwal yang padat jugalah yang membuat Hanna kini menjadi kurang sehat. Sebab itulah, Hasan membiarkan istrinya itu untuk tetap tidur sehingga saat bangun, istrinya hanya tinggal menikmati makanan olahannya.

Hanna memeluk erat Hasan dari belakang. Menyembunyikan wajah memerah karena demam dipunggung Hasan.

Hasan tak keberatan jika istrinya begitu manja. Dia begitu senang saat istrinya bersikap manja seperti saat ini.

" Mandilah dulu..."

Hanna menggelengkan kepalanya.

Hasan berbalik sehingga dia bisa leluasa menatap wajah cantik Hanna. Memeluk tubuh mungil Hanna yang begitu hangat. " Kenapa istriku tidak mau mandi? nanti tubuhmu bau..." kata Hasan.

Hanna mendongak, menatap wajah tampan Hasan yang terpampang dihadapannya saat ini. Senyuman menawan terukir di wajah nya. "Apa hari ini Daddy akan menemani Hanna?."

" Maaf kan Daddy..." Hasan memasang ekpresi wajah khawatir, " ...Tapi hari ini Daddy akan menjalankan tugas penting."

" Berapa lama? Seminggu? dua minggu? sebulan?." Hanna begitu khawatir dengan suaminya itu.

Hasan mencium kening Hanna. Tak ingin menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh Hanna. Dirinya tak tahu pasti, berapa lama menyelesaikan misinya. Tetapi, Dia akan berusaha untuk secepatnya kembali.

***

Setelah selesai makan dan membereskannya piring-piring kotor. Hanna kini mengikuti Hasan menuju halaman depan rumah. Memperhatikan Hasan yang tengah mengenakan sepatu.

Tas punggung yang begitu besar berada di tangan Hanna. Hanna tidak bisa mengangkatnya karena begitu berat, sehingga dengan terpaksa menyeret tas suaminya tersebut.

Hasan sebenarnya sudah memberitahukan kepada Hanna jika tasnya begitu berat, namun namanya juga Hanna yang ingin menjadi istri berbakti kepada suami membuatnya tidak mendengarkan perkataan Hasan.

" Aku berangkat." kata Hasan lalu mengambil tas punggungnya itu dari genggaman Hanna. Mengangkatnya dengan mudah tanpa merasa kesulitan.

Hanna benar-benar kagum akan kekuatan suaminya itu.

" Hati-hati, Daddy." Kata 'Hanna dengan senyuman secerah mentari.

Hasan tersenyum. Mengecup kening Hanna cukup lama sambil memelik tubuh mungil Hanna.

Ah! Dia ingin sekali berlama-lama dengan Hanna.

***

Idham yang baru saja memparkirkan motornya tak sengaja melihat Hasan baru saja keluar dari dalam mobil. Idham segera menghampiri Hasan.

" Selamat siang, Hasan." sapa Idham.

" Selamat siang juga, Idham." balas Hasan.

Mereka kini berjalan menyusuri lorong gedung. Berdiskusi mengenai apa saja yang berhubungan dengan misi yang akan mereka hadapi.

Salah satu prajurit menghampiri mereka berdua. " Kapten Hasan, anda di panggil oleh Jenderal ke ruangannya."

Hasan mengernyit. Apa ada hal penting yang harus dirinya dan regunya harus bisa menyelesaikan nya? "Baiklah, aku akan menemui beliau." Hasan lalu menoleh kesamping, menatap Idham yang sangat jelas merasa penasaran. " Kau pergilah lebih dulu menemui rekan-rekan mu. Aku akan menyusul jika urusanku sudah selesai."

" Baik! "

***

Hasan mengetuk pintu kayu bercat coklat tua dihadapannya. Mendengar teriakkan dari dalam yang mengizinkannya untuk masuk ke dalam ruangan. Segera Hasan membuka pintu, melihat sang Jenderal Obi yang tengah duduk di kursi kerja, menunggu kedatangan nya.

Jenderal Obi segera menyuruh Hasan untuk duduk di kursi yang telah disediakan.

" Maaf memanggilmu secara mendadak, Kapten, tapi ini berhubungan dengan misi kalian. Data yang anda minta sudah kami dapatkan." menyerahkan berkas bermap coklat kepada Hasan.

Hasan segera menerimanya dan mulai memperhatikan wajah-wajah orang yang akan mereka tangkap.

" Mereka anggota Mirai yang dipercaya sebagai pasukkan khusus yang di tugaskan untuk membunuh para petugas yang mengagalkan rencana Organisasi Mirai." terdengar hela napas lelah, "...Sayangnya keamanan mereka begitu ketat sehingga tak dapat diretas dengan mudah."

" Bahkan, informasi mengenai pemimpin baru mereka tidak ada."

Hasan terdiam.

" Bukankah akan sangat beresiko jika kami menyerang mereka tanpa bekal pengetahuan tentang mereka?. Keberhasilan misi mungkin akan sangat mustahil."

Jenderal Obi menganggukan kepalanya pelan. "Sebab itulah aku memanggilmu ke sini. Meminta bantuan mu untuk mengatasi permasalahan ini."

" Kau bisa meminta bantuan dari regu lainnya, Kapten dan menyusun rencana dengan mereka."

Jenderal Obi memperlihatkan data-data anggota regu lainnya. Regu yang setara dengan regu yang dipimpinnya.

" Saya akan memutuskan nya nanti." kata Hasan sambil meraih berkas-berkas dihadapannya.

"Aku mempercayai tugas ini padamu, Kapten."

***

Hafi yang baru saja keluar dari toilet tak sengaja melihat Lena yang tengah menatap kosong ke arah cermin. Menatap pantulan wajahnya yang jelas tidak baik-baik saja.

" Ada masalah? "

Lena melirik sekilas kearah Hafi yang tengah sibuk mencuci tangan. Menggelengkan kepalanya sebagai jawabannya.

" Jika ada masalah, kau bisa menceritakannya kepada ku." Hafi meraih beberapa lembar tisu untuk mengkeringkan tangannya.

Lena menghela napas. " Keluarga ku menginginkan cucu dari ku."

" Hanya itu? kau pasti bisa mengkabulkan keinginan mereka."

" Tidak, kurasa itu tidak akan bisa. Suamiku saja begitu dingin terhadapku. Aku sudah berbicara dengan nya, tapi dia hanya menjawab dengan nada angkuhnya 'kau saja sibuk dengan pekerjaan mu'. Ah! rasanya ingin sekali ku jambak rambut nya itu, dia pikir dia tak sibuk apa dengan pekerjaannya? selalu saja menyalahkan ku."

Hafi tersenyum kikuk. Ia tak bisa memberi saran kepada Lena karena belum pernah menghadapi situasi seperti Lena.

Lena membasuh mukanya. Menghilangkan rasa lelahnya yang tiba-tiba saja menyerang. "Ha~,Seharusnya aku tidak menerima perjodohan itu. Pasti aku tidak akan kepikiran mengenai permasalahan ini."

" Rasanya aku menyesal..."

Hafi menunduk.

Lena tersadar akan perkataannya barusan. Segera menoleh memastikan jika Hafi tidak memikirkan perkataan nya barusan.

Ah! betapa bodohnya dirinya yang lupa jika Hafi juga dijodohkan sama seperti dirinya.

" Kau beruntung, Fi... "

Hafi menatap Lena.

"...Tunanganmu bersungguh-sungguh dengan mu. Aku melihat mu dengan Alex saat di depan gerbang. Dari tatapan Alex aku tahu jika dia menerima mu apa adanya." Lena lalu menepuk-nepuk bahu Hafi dengan senyuman bahagianya. "...Aku senang jika sahabatku ini akan mendapatkan suami yang benar-benar mencintai mu."

Hafi tak bisa berkata-kata lagi. Diam menjadi pilihannya. Mendengarkan dengan baik setiap perkataan Lena.

" Lebih baik kita makan siang sebelum berangkat. Aku akan mengajak Hasan, kau ajak yang lainnya untuk makan bersama di kantin." kata Lena.

Hafi menganggukan kepalanya. Menatap kepergian Lena.

Tangannya menggenggam kalung yang terpasang dilehernya. Kalung pemberian dari Alex.

***

Terdengar suara ketukkan dari balik pintu ruang Hasan. Hasan yang tengah sibuk memeriksa berkas-berkas laporan segera mengalihkan pandangannya. Dia sangat yakin jika hari ini dirinya tak memiliki janji dengan rekan-rekannya.

Pintu terbuka.

" Kapten, ayo kita makan..."

Lena masuk ke dalam ruangan. Berjalan pelan dengan raut wajah sedikit tertekuk ke arah Hasan yang masih sibuk dengan tumpukkan kertasnya itu.

" Kalian saja, aku sudah makan tadi di rumah dengan istri ku."

Tanpa menatap Lena, Hasan menolak ajakkan Lena.

Lena yang rela meninggalkan game online hanya untuk mengajak sang atasan makan malam, berdecak kesal.

Ah! Tahu begini dia lebih baik memilih untuk tetap bercinta dengan mainan game online nya hingga larut malam.

" Jangan coba-coba begadang hanya untuk memainkan game online. Kau itu punya tugas yang banyak, Lena..."

Lena tersentak saat Hasan menebak jalan pikirannya. Apa Hasan cenayang?.

" Aku bukan cenayang "

Jawaban Hasan yang begitu santai sontak membuat Lena semakin menatap curiga. Kalau dipikir-pikir olehnya, atasannya ini sangat mengerikan jika berada di medan tempur. Apa mungkin rahasianya adalah...

" Jangan berpikir yang aneh-aneh, Lena..."

Lena tersenyum canggung, menghilangkan pikiran negatif nya barusan tentang Hasan.

"...sangat jelas dari raut wajah mu itu."

Ah! sepertinya, Lena tidak akan bisa membohongi Hasan.

" Baiklah, Kapten. Jika memang anda tidak ingin makan bersama. " kata Lena yang akhirnya memutuskan untuk meninggalkan Hasan yang sibuk mengurus tumpukkan kertas yang membuat pikiran menjadi kacau.

Suara pintu ruang tertutup rapat mengalihkan perhatian Hasan dari kertas yang ia genggam. Menghela napas berat saat suara perutnya berbunyi, cacing-cacing di perut sepertinya ingin makan lagi.

***

Lena masuk ke dalam kantin, menghampiri rekan-rekan nya yang sudah terlebih dahulu memesan makanan. Dia memutuskan untuk duduk di samping Rangga.

Sepiring nasi lengkap dengan sayur dan ikan kini berada dihadapan Lena. Lena tersenyum tulus ke arah Hafi yang menyodorkan makanan tersebut.

" Sepertinya Hasan tidak mau makan bersama kita lagi." kata Idham saat Lena ingin memasukkan sesendok nasi kemulutnya.

Lena menghela napas. " Ya..." menaruh sendok di atas piring, "...Sepertinya kapten menjauhi kita." kata Lena yang tertunduk lesu.

Rangga bersedekap dada. Keningnya memperlihatkan kerutan yang kurang menyenangkan untuk di lihat. Dia berusaha berpikir keras.

" Kalau dipikir-pikirkan lagi, Hasan menjauhi kita saat dia mendapatkan panggilan dari atasan." kata Rangga.

Memakan buah apel. " Mungkin Hasan terbebani dengan misi yang akan kita hadapi besok." kata Frendy mulai berpendapat.

" Ngomong-ngomong, masalah misi. Aku mendengar jika misi kita akan sedikit sulit untuk di atasi." Idham kini menatap rekan-rekan nya dengan raut wajah serius.

" Benarkah? " Hafi kini menjadi penasaran dengan misi mereka.

Idham menganggukan kepalanya pelan sebagai jawabannya.

" Kita akan di kirim ke perbatasan papua, itu hanya alasan saja agar kita tidak memberi tahu kan keluarga kita mengenai misi yang sebenarnya." Idham kini mendekatkan wajah nya ke arah rekan-rekan nya, meminta mereka untuk mendekatkan wajah ke arah nya. "...Misi kita sebenarnya adalah menangkap anggota teroris Mirai."

" Mirai? Sepertinya aku pernah mendengarnya..." Frendy mengusap-usap dagunya, berusaha mengingat 'Organisasi Mirai'. " Ah! Aku dengar pemimpin mereka sudah meninggal karena di tembak mati oleh Dani, Anggota teroris King Cobra sekaligus saudara tiri pemimpin Mirai, Elina Gayatri."

"...Sekarang posisi Elina digantikan dengan adik perempuan Elina, tapi sayangnya informasi mengenai pemimpin baru mereka benar-benar tertutup. Tidak ada informasi yang akurat mengenai pemimpin baru mereka."

" Ini benar-benar gawat. Kalau kita berhadapan dengan musuh yang tidak kita ketahui kemampuannya." kata Rangga.

" Um... Kita biasanya akan mendapatkan informasi yang akurat mengenai musuh yang akan kita hadapi." Lena lalu menyembunyikan wajah nya yang lelah, "Bisa-bisa aku tidak akan memainkan game online ku hingga sebulan lebih..." keluh Lena.

" Len, Len. Udah punya suami tingkah mu masih saja kaya anak remaja." kata Rangga sambil menepuk-nepuk punggung Lena.

" Apa kalian sudah bertemu dengan keluarga kalian? Atau sudah menghubungi keluarga kalian? " Idham menatap rekan-rekan nya satu persatu.

" Sudah." jawab mereka serempak.

" Bagus, kita akan berangkat pukul 3.00 AM. Pastikan tidak ada barang yang penting tertinggal. Misi kita sangat berbahaya, beresiko!. Kita bahkan tidak tahu..." Idham agak sedikit mengecilkan suaranya. "...Apakah kita akan pulang dengan selamat atau tidak!. Ini sudah resiko kita sebagai seorang prajurit. Jangan takut, kita sudah dilatih untuk menghadapi situasi berbahaya. Percayalah pada rekan-rekan kalian. Bekerja samalah..."

" Baik!! " mereka menjawab dengan serempak.

***

Hafi menutup tasnya saat merasa jika barang yang dibutuhkannya nanti sudah tersimpan baik di dalam tas bercorak loreng itu.

Kring!

Kring!

Ponsel nya berdering, menandakan jika ada yang menelpon. Di raihnya ponsel yang tergeletak di atas meja kerjanya. Memandang nama si pemanggil, 'Alex'.

Hafi menghela napas berat. Segera menerima panggilan dari Alex.

' Ku pikir kau tidak akan menerima panggilan ku.'

Hafi tersenyum mendengar perkataan Alex. "Kebetulan aku masih memiliki waktu 10 menit sebelum keberangkatan. Apa ada sesuatu yang ingin kau katakan? "

' Tidak, aku hanya ingin memastikan jika kau selamat sampai tujuan.'

" Oh! Jadi kau mengkhawatirkan ku? Manisnya..." Hafi mulai menggoda Alex.

' A-aku ha-nya khawatir...' nada Alex terdengar begitu gugup.

" Berusaha bersikap romantis nih? " Hafi tak tahan lagi untuk menjahili tunangannya tersebut. "...Katakan saja yang sebenarnya."

' Sudah ku bilang jika aku mengkhawatirkan mu, Fi. Lagi pula bagaimana bisa aku tidak khawatir saat calon istri nya akan pergi jauh? Akan jarang menghubungi calon suaminya ini.' terdengar nada khawatir.

Hafi tak dapat menyembunyikan senyuman bahagia nya. " Tenang saja. Aku sudah biasa menghadapi situasi seperti ini. Jadi, kau hanya perlu mendoakan ku agar aku selamat dan kita akan menikah secepatnya."

' Ha~Baiklah, aku akan mempercayaimu.' Alex akhirnya mulai mempercayai Hafi. Mungkin perkataan Hafi ada benarnya juga.

" Baiklah, aku harus berkumpul dengan regu ku. Apa kau tidak keberatan jika aku mengakhiri panggilan ini? " Hafi agak ragu untuk mengatakannya.

' Hm, kabari aku jika kau sudah sampai tujuan.'

" Baiklah, akan ku akhiri panggilannya..."

' Hm,'

Panggilan telah berakhir. Hafi duduk di atas kursi kayu sambil memandang layar ponselnya. " Sepertinya tidak buruk juga memiliki suami seperti Alex." gumamnya.

***

Kini Regu Tiger yang dipimpin oleh Hasan berada di lapangan. Menunggu pesawat datang. Mereka berbaris dengan rapi berhadapan langsung dengan Regu Mamba, Regu Black Cat, dan Regu Piton. Tiga Regu yang dipilih langsung oleh Hasan untuk membantu mereka menyelesaikan misi.

Jika Hasan memutuskan meminta bantuan dari regu lain, apalagi meminta bantuan 3 regu sekaligus. Maka sudah dipastikan jika misi kali ini benar-benar sulit.

Mereka berdoa bersama-sama menurut agama dan kepercayaan mereka masing-masing. Berdoa akan keselamatan mereka. Berdoa akan keberhasilan misi mereka.

" Melangkah lah tanpa ragu!! "


Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Rank -- Power Ranking
    Stone -- Power stone

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C45
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank NO.-- Power Ranking
    Stone -- Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login