Download App
13.07% BARA

Chapter 17: Nindi

Bara sudah sampai di rumah dengan arsitektur Jawa kuno itu. Ia sering kesini, mengantar Tari mengunjungi sahabatnya di masa muda dulu. Dan sekarang ia harus sendirian ke sini, bertemu dengan sosok yang katanya begitu cantik dan berpendidikan tinggi itu. Secantik apa sih? Dan apa mau sekelas dokter dijodohkan dengan dirinya?

"Assalamualaikum ...." ujar Bastian sambil berdiri di depan pintu berukir itu.

"Waalaikumsalam ... Bara sudah datang? Mari sini duduk dulu." Sri tersenyum sangat ramah menyambut Bara. Ia kemudian mengajak Bara duduk di gazebo depan rumah.

"Bagaimana kabar Oma mu?" tanya Sri ketika mereka sudah duduk bersama di gazebo.

"Alhamdulillah baik, Oma. Oma sendiri bagaimana? Sehat?" tanya Bara ramah.

"Seperti yang kamu lihat sekarang." guman Sri sambil tersenyum. "Oh ya, ini pertama kali kalian bertemu ya nanti?"

Bara tersenyum, tentu! Kan ia belum pernah bertemu dengan sosok yang akan dijodohkan dengan dirinya itu.

"Iya Oma." jawab Bara kikuk, apaan sih sebenarnya? Kenapa juga masih ada ritual itu di tahun yang sudah sangat modern ini?

Bara hendak membuka mulut ketika sosok itu muncul dari dalam rumah. Sosok itu muncul dengan dress kuning cerah dan flatshoes denim. Sangat menonjolkan kulitnya yang putih bersih. Rambut sebahunya di gerai dan di jepit simple. Astaga, ini mah bidadari!

"Nah ini Nindya, cucu Oma yang sering Oma ceritakan itu." Sri langsung memperkenalkan Nindi.

Ahh ... ini mah benar-benar idaman! Mana cantik, cerdas, dokter pula! Kenapa ia baru tahu kalau cucu Oma Sri secantik ini? Tapi apakah dia mau dengan dia? Secara sosok ini begitu sempurna! Nyali Bara langsung ciut!

"Bara." guman Bara sambil mengulurkan tangannya pada gadis itu.

"Nindya, panggil saja Nindi." jawab gadis itu simple lalu duduk di samping Omanya.

"Dia baru saja selesai koas dan dilantik menjadi dokter, habis ini dia mau itu, apa namanya inter ... inter ...."

"Internship Eyang." potong Nindi ketika Sri sulit menjelaskan nama program magang yang akan dilakukan gadis itu.

"Nah itu, nanti entah mau ditempatkan dimana, jadi Oma minta tolong sama Bara, ajaklah Nindi jalan-jalan sebentar sebelum ia keluar kota lagi." titah Sri sambil tersenyum simpul.

Nah! Bara tersenyum kikuk, astaga memang dokter cantik itu mau dia ajak pergi? Memang sih ia bawa mobil sport mahal, hanya saja ia cuma pengusaha kopi, mana pantas sih bersanding dengan dokter? Ia melihat gadis itu sontak melotot, nyali Bara makin ciut. Namun tidak ada salahnya ia mencoba bukan?

"Baik kalau begitu, Oma. Saya dengan senang hati kok mengantar Bu Dokter cantik ini jalan-jalan." Bara tersenyum dan berusaha sesopan mungkin.

"Oke kalau begitu, silahkan berangkat, jangan pulang terlalu malam."

"Tap ... tapi ...." gadis itu tampak tidak setuju, ahh hati Bara makin ciut, sungguh.

"Sudah sana, kamu sudah lama tidak pulang kan? O iya Nak Bara, Nindi ini sangat suka kopi lho."

Apa? Suka kopi? Ini salah satu kesempatan Bara untuk kenal lebih jauh dengan sosok ini. Kopi di kedainya pasti akan mampu membuat gadis itu terkesan. Jika ia memang seorang pecinta kopi.

"Kalau begitu kamu harus cobain kopi saya, Nin. Dijamin kamu suka." guman Bara sambil tersenyum.

Gadis itu hanya mengangguk pelan, setelah berpamitan ia dan Nindi bergegas masuk kedalam mobil. Ia melirik gadis itu yang tampak sangat kikuk.

"Kenapa hanya diam?" ia tersenyum ketika sudut matanya menangkap lirikan mata gadis itu. "Santai aja, Nin. Aku orangnya santai kok!"

"Ahh ... tidak apa-apa, Bar. Cafe mu masih jauh?" akhirnya gadis itu bersuara.

"Tidak, aku bawa kamu ke cabang yang terdekat saja." Bara tersenyum, matanya melirik sekilas gadis cantik yang duduk di sampingnya itu.

"Kopi apa yang kamu jual?"

"Banyak Nin, luwak ORI pun aku ada kok kalau kamu mau, Lokal, import, semua ada."

"Kenapa kamu memutuskan bisnis cafe? Katanya papamu bisnis batu bara?"

Bara terkekeh, kenapa memang dia bisnis cafe? Karena bisnisnya santai, dia bisa kerja sambil nongkrong tidak melulu harus berkutat dengan dokumen dan komputer.

"Karena aku aku suka kopi. Aku ingin punya usahaku sendiri, bukan usaha peninggalan orangtua." Bara tersenyum, "Bagaimana dengan kuliahmu? Seru ya kuliah kedokteran?"

"Seru apanya? Stress melulu yang ada!" gadis itu terkekeh.

Tahu nggak enak, kenapa sih masih lanjut kuliah kedokteran? Heran deh!

"Lantas kenapa kamu mau jadi dokter?" tanya Bara tidak mengerti.

"Karena aku ingin jadi manusia yang berguna, menurutku salah satu profesi yang membuat kita berguna adalah dokter."

Bara terkekeh, lantas memangnya profesi lainnya tidak berguna gitu? Nyali Bara makin ciut.

"Lalu profesi lain tidak berguna gitu?" Bara tersenyum kecut, profesinya berguna juga, ia membuka banyak lapangan pekerjaan untuk orang lain.

"Kan aku bilang salah satu, bukan berarti hanya dokter kan profesi yang berguna?" Nindi buru-buru mengkoreksi.

Bara hanya tertawa, ia sudah sering dengar dari Oma nya soal gadis itu. Bagaimana ia tidak terlalu suka dengan profesi pengusaha. Sebenarnya bukan pekerjaannya hanya saya budaya dan kebiasaan yang selalu ada di dalamnya. Skandal dengan sekretaris, wanita simpanan, wanita umpan untuk memperlancar bisnis, seperti itulah.

"Itu kedai kopi ku sudah nampak, semoga kamu suka ya!" guman Bara lalu menepikan mobilnya.

Bara melirik gadis itu, ia tampak sangat takjub dengan kedainya, ah ... akhirnya ia bisa membuat gadis itu takjub juga.

"Ayo masuk, Nin!" ajak Bara ketika mereka sudah turun dari mobil.

Gadis itu hanya menangguk pelan, lalu melangkah ke dalam mengikuti Bara. Bara hanya melirik sekilas gadis itu, benar-benar cantik, tapi itu malah makin membuat Bara makin pesimis. Hanifa saja meninggalkan dia, apalagi sosok Nindi?

***

Bara melangkah mendekati meja Nindi dengan membawa secangkir Gayo di tangannya. Gadis itu tampak tertarik dengan kopi yang ia bawa.

"Kopi apa itu, Bar?" tanyanya ketika Bara sudah duduk di hadapannya.

"Oh ini, ini kopi Gayo, kamu sudah pernah coba?" tanya Bara lalu meletakkan kopi itu di mejanya.

"Belum!" jawab Nindi sambil tersenyum lebar.

Astaga! Katanya pecinta kopi, kopi mana yang dicintai dokter cantik itu memangnya?

"Katanya pecinta kopi, bagaimana sih?" Bara tertawa, kemudian ia menyodorkan cangkir kopinya ke depan Nindi. "Kopi Gayo adalah kopi yang paling aku sukai dari semua jenis kopi lokal, Nin. Mau tau kenapa?" Bara tersenyum, menatap mata indah gadis di hadapannya itu.

Gadis itu hanya balas menatap Bara, lalu mengangguk pelan.

"Coba kau hirup baunya!" ujar Bara lalu melambaikan tangan ke arah barista nya. "Bawakan aku secangkir kopi Gayo lagi, tolong!"

Gadis itu kemudian menghirup kopi dihadapannya itu sesuai dengan perintah Bara. Matanya tampak bersinar dengan ekspresi kagum.

"Harum kan?" tanya Bara sambil tersenyum, "Coba rasakan!"

Nindi mulai menyesap kopi dalam cangkir itu, seketika matanya melotot, tampaknya gadis itu sangat terkejut dengan sensasi kopi asal Aceh itu.

"Enakkan?" Bara tertawa, siapa sih yang tidak tergoda dengan kopi Gayo?

"Serius Bar, ini enak banget!" Nindi kembali menyesap cangkirnya.

"Coba yang Bajawa, kamu akan lebih terkejut!" kopi Nusantara memang istimewa, beda daerah akan beda cita rasanya. Ada keunikan tersendiri di setiap kopi.

Bara menatap lekat-lekat gadis itu. Gadis yang melampaui harapan untuk dijadikan sebagai istri. Namun Bara sadar diri, dia tidak terlalu baik untuk gadis yang nampak sangat alim itu. Ia tahu tahu diri, Nindi bukan sembarang gadis, dan Bara bertekad tidak akan jatuh cinta atau berusaha mencintai gadis itu. Ia tidak mau kembali terluka, tidak mau kembali ditinggalkan!


Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Rank -- Power Ranking
    Stone -- Power stone

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C17
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank NO.-- Power Ranking
    Stone -- Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login