Download App
22.3% BARA

Chapter 29: Mutiara

"Nih pesanan mu, Bar!"

Bara tersenyum lebar ketika sang mama menyodorkan kotak bludru merah itu kepadanya. Sontak ia segera membuka kotak itu dan mendapati seuntai kalung emas dengan aksen kupu-kupu bertabur permata dan sebuah mutiara berwarna putih itu. Mata Bara terbelalak kaget, cantik sekali. Bahkan lengkap dengan sepasang anting dan gelang tangan.

"Astaga, ini bagus banget ma!" komentar Bara sambil tersenyum lebar. Ia sangat suka dan sudah tidak sabar hendak memberikan hadiah itu untuk Septi.

"Siapa dulu yang milih."

"Berapa duit, Ma?" tanya Bara sambil mengelus lembut mutiara yang begitu cantik itu.

"Udah nggak usah, anggap aja itu hadiah dari mama buat calon mantu Mama."

Bara menatap sang mama tidak percaya, "Serius ini nggak usah Bara ganti?"

"Serius lah, lagian mana pernah sih Mama bohong sama kamu, Bar?"

Bara sontak bangkit lalu memeluk gemas sang Mama. "Makasih banget ya Mama ku Sayang!" pekiknya kemudian mencium pipi mamanya.

"Iya sama-sama, cepat bawa sini! Mama mau kenalan." titahnya tegas.

"Besok mau kerumah dia dulu sih, bapak sama kakak laki-lakinya pengen bicara katanya."

Tampak wanita itu begitu antusias, "Perlu mama papa ikut? Atau kita lamar sekalian gimana Bar?"

Bara sontak terkekeh, "Ini kenapa mama sih yang ngebet pengen ngelamar jadinya?" Ada-ada aja deh.

"Bara, Mama sudah tua ya! Dan Mama sudah pengen cepet-cepet punya cucu, kau tahu itu kan?"

Bara hanya mengangguk pelan tanda paham. "Untuk besok, biarlah Bara kesana sendiri dulu. Nanti Mama Papa tunggu saja kabar dari Bara, oke?"

***

"Hallo ...."

"Hai sibuk?" tanya Bara ketika gadis itu mengangkat panggilannya. Tangannya masih menimang kalung itu, rasanya sangat sudah tidak sabar untuk segera kembali ke Solo.

"Biasa jaga di depan nih, tapi lagi sepi kok."

"Sepi ... sepi kayak hatiku kalau nggak ada kamu." guman Bara asal sambil menahan tawa.

Septi sontak tertawa, ahh Bara benar-benar merindukan sosok itu.

"Jangan gombal gitu!" gumamnya di sela-sela tawanya.

"Serius kok. Kamu nanti balik jam berapa?" tanya Bara sambil melirik jam dinding. Madiun - Solo bisa kok hanya dua jam kalau lewat tol.

"Jam lima kayak biasanya."

"Hati-hati ya, kayaknya aku baru bisa pulang besok." guman Bara berdusta. Ia sudah akan pergi ke Solo kok setelah ini.

"Iya deh, yang penting hati-hati ya!"

"Jangan khawatir, aku akan hati-hati. Kamu mau dibawain oleh-oleh apa nih?" Bara menerawang langit-langit kamarnya, kira-kira apa yang nanti akan di bawa berkunjung ke rumah Septi?

"Nggak usah, yang penting kamu balik kesini dan baik-baik saja aku sudah seneng banget kok."

Paras Bara sontak memerah, ia tersenyum penuh arti. Sungguh gadis yang benar-benar membuat dunia Bara jungkir balik.

"Baiklah, tunggu aku." guman Bara sambil tersenyum simpul.

"Aku tutup dulu nggak apa-apa? Ada yang mau periksa hamil."

"Silahkan, kamu semangat ya." guman Bara lalu menutup sambungan teleponnya. Ia bergegas menyimpan kembali kalung itu ke dalam kotaknya, memasukkannya ke dalam tas ranselnya dan bergegas melangkah ke kamar mandi.

Ia harus segera kembali ke Solo. Hanya itu yang ada dalam pikirannya sekarang. Ia ingin segera berjumpa dengan gadis itu.

***

Septi sudah memakai jaketnya, ia hendak dan meraih helmnya ketika melihat sosok itu sudah berdiri di depan mobilnya sambil tersenyum. Septi benar-benar kaget, ia tidak menyangka bahwa Bara sudah sampai di Solo lagi.

"Lho ... Abi?" tanya Septi terkejut luar biasa.

Bara hanya tersenyum sambi melangkah mendekati Septi yang tercengang di tempatnya berdiri itu.

"Iya ini aku, kenapa?" tanya Bara sambil kemudian mengelus lembut kepala Septi.

"Katanya baru besok sampai Solo?"

"Aku sudah rindu, jadi nggak apa-apa kan kalau pulang sekarang?" senyum Bara mengembang, akhirnya ia dapat bertatap langsung dengan gadis itu.

Wajah Septi sontak memerah, ia menundukkan kepalanya. Hingga kemudian Bara meraih tangan itu.

"Jalan-jalan sebentar mau?" tanya Bara sambil menggenggam erat tangan itu.

Septi hanya tersenyum sambil menganggukkan kepala. Bara segera menggandeng tangan itu dan membawanya masuk ke dalam mobil.

"Kita mau kemana?" tanya Septi ketika Bara memakaikan seatbeltnya.

"Suatu tempat, lalu sepulang dari jalan-jalan nanti aku ingin kerumah mu, boleh?"

Septi menatap Bara yang masih berdiri di luar mobil, "Beneran? Kamu sudah siap?"

"Siap dong, kenapa enggak?" Bara tersenyum, menutup pintu mobil lalu melangkah ke sisi lain mobil.

"Kakakku agak galak lho." desis Septi lirih.

"Nggak takut, aku kan tujuannya baik." Bara tersenyum lalu menghidupkan mesin mobil dan mulai membawa mobil itu melaju meninggalkan depan klinik bersalin itu.

"Aku kadang masih belum percaya kamu sudah seserius ini denganku." Septi menatap sosok tampan yang sudah serius di balik kemudinya.

"Kenapa belum percaya? Apa tampangku tidak meyakinkan?" Bara melirik sekilas gadis itu.

"Bukan ... bukan begitu maksudnya." Septi tampak gugup.

Bara hanya tersenyum, ia benar-benar sudah serius kok. Dan ia tidak main-main dengan pernikahan. Kalau ia sudah membahas pernikahan itu artinya bata sudah dalam tahap yang sudah benar-benar yakin dengan keputusan apa yang ia ambil.

"Aku bisa minta jawabanku nanti kan?" tanya Bara sambil melirik Septi yang tampak gugup itu.

"Oke, kamu bisa dapat jawabannya nanti." ucap Septi kemudian.

Bara tersenyum penuh arti, ia kemudian membelokkan mobilnya ke sebuah resto. "Kita makan dulu ya, kamu pasti lapar kan?"

Septi hanya mengangguk, sangat tampak diwajah itu bahwa ia benar-benar sedang gugup dan kikuk.

Bara melangkah turun yang kemudian diikuti Septi, mereka melangkah beriringan masuk ke dalam resto itu.

"Untuk dua orang?" tanya petugas di meja FO itu ramah.

"Iya dua orang, kalau bisa yang lesehan saja ada mbak?" tanya Bara sambil menerima buku resep.

"Dilantai atas, Mas. Mari saya antar."

Bara hanya mengangguk, lalu menarik tangan Septi dan menggandengnya mengikuti langkah pegawai itu.

"Tumben bawa tas?" tanya Septi setelah menyadari Bara membawa tas ransel di pundaknya.

"Iya nih, ada barang penting yang harus aku bawa kemana-mana." jawab Bara melepas sepatunya lalu duduk di karpet merah itu.

"Laptop? Atau dokumen penting?" Septi sedikit kepo, kenapa tidak ditinggal di bagasi belakang mobil?

"Lebih penting dari dua benda itu." guman Bara lalu membuka tasnya, ia kemudian mengeluarkan kotak beludru merah itu dan menyodorkannya pada Septi.

Septi tercengang, ia menerima kotak itu dan menatap Bara penuh tanda tanya.

"Apa ini, Bi?" Serli masih tidak mengerti, untuk apa kotak ini?

"Bukalah, dari Mamaku buat kamu." Bara tersenyum manis, ia menatap manik mata Septi yang masih tampak kebingungan itu.

"Da ... dari Mama kamu?" Septi tercengang luar biasa, dari Mama Bara? Memang apa isinya?

"Iya, bukalah. Mama sendiri yang pilih buat kamu."

Septi bergegas membuka kotak itu, ia benar-benar terkejut melihat apa yang berada di dalam kotak itu. Sebuah kalung emas dengan aksen kupu-kupu bertabur permata dan sebutir mutiara, serta gelang tangan dan sepasang anting yang seragam dengan kalung itu.

"I ... ini buat aku?"


Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Rank -- Power Ranking
    Stone -- Power stone

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C29
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank NO.-- Power Ranking
    Stone -- Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login