Download App

Chapter 13: Wanita lain?

Duduk menyendiri di taman kota yang terbilang mulai sepi karena hari sudah semakin malam. Selepas pulang dari rumah Melodi tadi, Dareen mengutuskan untuk singgah sebentar di taman kota. Menikmati semilir angin malam.

Dareen duduk melamun di salah satu bangku taman sembari memikirkan sesuatu. Sesuatu tentang yang dikatakan Raka tadi siang.

'Selama gue di sini, bukan selama lu di sini. Melodi bener-bener berubah bagi gue. Kemaren sore dia shalat maghrib di kamar gue liat. Terus isya dan subuh juga. Bahkan gue denger dia ngaji pas subuh-subuh. Pernah juga pas malam-malam dia disuruh Tante Diana keluar beli sate bareng gue, dan dia keluar tuh gak kayak dulu-dulu pake baju pas body. Tapi pake hijab dan baju tertutup. Terus tadi pagi juga gue liat dia berangkat sekolah pake baju seragam panjang yang tertutup sama hijab. Gue sempet kaget tadinya, gue kira dia cuma pencitraan, tapi setelah diliat-liat dia emang niat berubah kayaknya. Bahkan shalat lima waktu aja gue liat dia gak pernah ketinggalan.'

Penjelasan lelaki muda tadi siang itu membuat Dareen terus memikirkannya. Jujur Dareen merasa bahagia karena telah berhasil merubah Melodi, meski sedikit merasa bersalah karena tidak percaya dengan perubahan Melodi baru-baru ini.

Tetapi mengingat janjinya sewaktu itu pada sang gadis, Dareen kembali dilanda rasa sedih. Ia tidak ingin berpisah cepat-cepat dengan gadis itu. Ia ingin terus bersama Melodi, bahkan hingga kakek nenek, atau mungkin hingga maut menjemput. Ia ingin gadis yang ia ikuti selama tiga tahun itu menemaninya seumur hidupnya.

'Tolong jangan Kau pisahkan kami Tuhan, aku ingin selamanya bersamanya,' pinta lelaki itu berharap dalam hati.

***

Dua minggu berlalu, hubungan Dareen dan Melodi berjalan dengan baik. Melodi semakin rajin belajar beribadah dengan baik, bahkan tutur bahasanya sekarang sudah mulai sopan, meski jika berbicara dengan teman-temannya masih tidak berubah. Tetapi walau begitu ia tidak pernah lagi berbicara kasar atau mengumpat pada seseorang.

'Tak hanya itu, Melodi bahkan akhir-akhir ini sering berkunjung mengantar beberapa makanan ke rumah Dareen, walau juga Diana lah yang sengaja membuatkannya lalu menyuruh putri kesayangannya itu untuk mengantarkan dengan tujuan agar anak gadisnya itu bisa kenal dekat dengan calon mertuanya. Melodi hanya menurut saja, dan benar saja apa yang diharapkan Diana. Irma, ibu Dareen sangat menyukai Melodi. Keduanya akrab begitu saja, membuat hubungan antar keluarga itu menjadi sangat baik.

"Sampai! Ayo turun!" seru Dareen tersenyum lembut ketika mobilnya sampai tepat di depan gerbang sekolah Melodi.

"Aku turun dulu, Kak. Semangat kerjanya! hehehe," ucap Melodi tersenyum manis menatap lelaki yang masih duduk di kursi kemudi itu.

"Selalu semangat kalau kamu yang nyemangatin, apalagi kalau sambil senyum manis gitu. Kebayang terus pas di kantor," balas lelaki yang memakai jas kerja itu, membuat Melodi seketika merona.

Dareen mengusap pucuk kepala Melodi lembut, dengan mata yang masih terpaku menatap lurus netra bulat coklat sang gadis.

"Kamu juga semangat belajarnya, bentar lagi mau ujian akhir semester 'kan?"

Melodi mengangguk semangat dengan memberi hormat sembari berseru pada Dareen, "Siap, Komandan! Jangan lupa jemput nanti."

"Siap, Tuan Putri!"

Dareen tertawa lalu mempersilahkan gadis cantik itu untuk pergi menuju bangunan sekolah.

Tawa renyah lelaki itu tadi berubah menjadi senyum cerah melihat kepergian sang gadis, membayangkan bagaimana dulu dirinya melihat Melodi yang berpakaian ketat dan terus berbicara mengumpat padanya sekarang berubah dengan pakaian sopan dan berbicara lembut dengannya. Bahkan bahasa Melodi yang membuat Dareen selalu kesal dulu sekarang sudah berubah. Membuat lelaki itu terlalu sering baper dibuatnya.

***

Kring

Kring

Kring

Bel pulang berbunyi, seluruh kelas riuh dikarenakan banyaknya siswa yang berbondong-bondong untuk pulang.

Melodi berjalan santai keluar kelas, dengan tangan yang sibuk mengotak-atik ponselnya. Gadis itu tengah sibuk mengetik pesan untuk calon suaminya, menanyakan apakah lelaki itu sudah berada di depan gerbang atau belum. Namun pesan tersebut belum kunjung juga dibalas oleh Dareen.

"Kok gak dibales, sih!" Protes gadis itu sembari terus berjalan dengan mata yang terus berfokus pada ponsel, hingga tanpa sadar kakinya masuk ke dalam got.

Tubuh gadis itu limbung dan terjatuh dengan ponsel yang ikut terjatuh juga.

"Aaaah!" jerit Melodi terkejut ditambah menahan sakit di area kakinya. Got yang sebatas lutut itu membuat kaki Melodi terkilir dan tulang keringnya sedikit tergores hingga berdarah.

"Ya ampun Mel! Lu kok bisa, astaga HAHAHAHA!" gadis berambut pendek yang 'tak lain adalah Rena itu datang membantu Melodi berdiri sambil tertawa terpingkal-pingkal.

"Haduh ... sakit banget ... lu tega, ya! Sahabat sendiri jatuh malah diketawain! Sakit tau gak!" seketika kepribadian cerewet Melodi keluar. Gadis yang tengah menahan tangisnya itu berusaha berdiri lalu berjalan dengan dibantu oleh Rena di sampingnya. Walau sesekali sahabatnya itu tertawa, tetapi Melodi tidak memperdulikannya. Gadis itu berusaha berjalan menuju tempat duduk di depan gerbang sekolah.

Melodi duduk di sana bersama Rena yang masih juga tertawa. Gadis itu mendengus kesal lalu menatap tajam Rena.

"Diem gak?! ketawa lagi gue tampol lo!" skakmat! Rena bungkam. Lebih baik diam dari pada diamuk gadis kecil bertenaga Sumo seperti Melodi.

"Duh ... kaki gue sakit banget. Terkilir deh, nih, kayaknya. Sakit banget ...," ringis gadis itu menaikkan sedikit rok panjangnya yang memperlihatkan kakinya yang tergores bibir got tadi. Bagaimana tidak, saat termasuk ke dalam got itu rok panjang Melodi seketika tersingkap keatas, sehingga bibir got itu dengan mudah menggores kulit putih Melodi.

"Mau gue obatin gak?" tawar Rena menatap nyeri kaki gadis tersebut.

"Kagak usah, biarin aja. Dikit doang kok, lagian yang sakit tuh bukan lukanya, tapi yang keseleonya."

"Oh, gue urutin yah?"

"Ogah! Yang ada makin sakit ntar, lu ngurut bukannya nyehatin tapi nyakitin." Oke, lebih baik Rena diam. Dari pada memancing mulut pedas itu untuk memproses kata-kata sadis yang akan tertuju untuknya nanti.

"Lu pulang sama siapa?" tanya Rena lagi, mumpung dia mau pulang soalnya. Siapa tau Melodi gak ada temen pulang, 'kan bisa barengan.

"Gue dijemput, lu duluan aja," balas Melodi dengan mata yang menyapu penjuru depan gerbang, mencari sosok lelaki yang berjanji menjemputnya tadi pagi sebelum ke sekolah.

"Oh, ya udah gue duluan ya! Jangan lupa diobatin tuh kaki! Oh, iya. Nih, HP lu tadi jatuh." Rena memberikan ponsel Melodi yang tadi sempat terjatuh.

Melodi tersenyum pada Rena sembari berterimakasih. Setelah kepergian sahabatnya itu, Melodi kembali mengecek ponselnya lagi.

"Yah! Pecah! Huaaa Bundaaaa! Haduh ... gimana nih?!" Melodi menggerutu kesal sambil menghentak-hentakkan kakinya ke tanah sakingkan kesalnya. Ingin rasanya ia menangis, tetapi melihat situasi saat ini gengsinya kembali menaik. Sekolah masih ramai, hancur harga dirinya jika ia menangis saat ini juga.

Ckit!

Bunyi mendadak rem motor itu membuat Melodi seketika berhenti meracau. Gadis itu menatap kaget si pengendara motor, berusaha ia netralkan kembali ekspresinya ketika melihat si pengendara turun dari motornya.

"Yuk, gue anter," ajak seseorang itu yang akhir-akhir ini selalu Melodi hindari.

"Eh, gu-gue di jemput. Duluan aja," balas Melodi berusaha untuk tidak terlihat gugup, tetapi tetap saja ketahuan ia sedang gugup sekarang.

"Nunggu siapa? Orang sekolah udah sepi."

Hening. Melodi hanya memutar pandangannya sedari tadi, mencari sosok manusia di sekitar sana kecuali dirinya dan lelaki di depannya yang 'tak lain adalah Dito sang mantan.

"Emmm ... duluan aja deh, Dit. Gue juga udah nelpon minta dijemput tadi," balas Melodi nyengir kuda.

Dito menatap lama Melodi, seakan ragu dengan ucapan sang gadis. Namun akhirnya lelaki itu mengangguk pasrah.

"Ya udah, kalau masih belum dijemput, telpon gue aja. Nanti gue balik lagi jemput lo," ucap lelaki itu dengan tulus. Melodi hanya mengangguk, menatap mata yang selalu memberi tatapan cinta padanya itu. Bahkan sampai detik ini masih tetap sama.

Dito berbalik, mulai melangkah pergi menuju motornya. Namun baru saja dua langkah kakinya berhenti. Berbalik kembali menatap Melodi yang duduk di dekat gerbang sekolah.

"Mel," panggil Dito, membuat Melodi yang tengah menunduk karena menyangka Dito telah pergi terkejut dan mendongak kembali menatap Dito.

"Jangan hindarin gue, ya. Gue gak marah kok sama lu, cuma ya jengkel aja. Tapi sekarang enggak lagi kok. Jadi ya jangan jauhin gue, ya ...." Lelaki berseragam yang sama dengan Melodi itu menunduk lama, lalu kembali menatap sendu Melodi. "Meski kita udah gak pacaran, jangan sampai hubungan kita putus. Apalagi sampai gak bertegur sapa kayak sekarang, gue mau kita sahabatan. Tetap dekat walau gak berpacaran."

Deg

Hati Melodi terenyuh mendengarnya, gadis itu kaku di tempat setelahnya. Sementara Dito sudah berjalan menuju motornya, menghidupkan mesin motor itu lalu melaju pergi setelah mengelakson pada gadis itu.

Melodi menunduk, menatap ponselnya yang terlihat pecah dengan pikiran yang campur aduk.

Sepuluh menit berlalu hanya gadis itu habiskan melamun. Hingga tiba-tiba sebuah motor dengan knalpon plong yang merusak gendang telinga itu lewat seenaknya saja di depan sang gadis.

Brem ... brem ... brem ...!

"Suripto sialan! Volume motor lu bisa di kecilin dikit kagak?! Ngajak tawuran aja, lu! Awas aja sekali lagi gue liat lu lewat, gue siram air keras lu!" teriakan gadis yang melamun tadinya itu. Suripto adalah nama si pengendara tadi, Melodi kenal jelas siapa dia. Adik kelas sok keras padahal di gertak Melodi sedikit langsung diam. Beraninnya hanya mengganggu dari jauh saja.

"Astagfirullah ... ampuni hamba, Ya Allah ... hamba khilaf," gumam gadis itu mengelus dadanya. Sungguh, telinganya sakit sekali sekarang.

Gadis yang tadinya berdiri sakingkan emosinya itu kembali duduk, melihat jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul empat sore. Melodi mendengus kesal lalu menghidupkan paksa ponselnya yang mati setelah jatuh tadi.

"Wah! Yes! Akhirnya idup juga lu!" girang gadis itu, terasa lega karena hanya sedikit LCD ponselnya yang pecah. Selebihnya hanya pecah di luarnya saja.

Melodi mulai mengutak-atik ponselnya hingga berakhir menelpon nomor seseorang yang sejak tadi tidak membalas pesannya.

"Assalamualaikum. Hallo, Mel? Ada apa?"

Apa-apaan ini? Ada apa katanya? Setelah hampir satu jam Melodi duduk menunggu di depan gerbang sekolah, dengan gampangnya lelaki yang berjanji akan menjemputnya itu bertanya ada apa tanpa rasa bersalah? Oh, Tuhan ... kuatkanlah hati gadis yang baru ber-Istiqamah itu.

"Kakak gak inget mau jem---"

"Dareen sayang ...!"

Mata Melodi membulat, hatinya terasa sesak ketika mendengar teriakan perempuan yang memanggil calon suaminya itu di seberang sana.

Melodi segera mematikan telponnya lalu mematikan ponselnya tersebut. Matanya menatap kosong kedepan, dengan pikiran yang semakin berkecamuk.

Tes

Air matanya tiba-tiba jatuh begitu saja. Entah kenapa tanpa ia sadari cairan bening itu jatuh, membuat kedua tangan itu reflek mengelap.

"Apaan sih! Gini doang nangis," ceramah gadis itu pada dirinya sendiri.

Melodi menghapus air matanya yang terus mengalir, lalu mendongakkan kepalanya agar cairan bening itu berhenti keluar.

TBC.


Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Rank -- Power Ranking
    Stone -- Power stone

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C13
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank NO.-- Power Ranking
    Stone -- Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login