Download App

Chapter 3: 3

Bagian Tiga

Gadis rewel

STEVANO MULTINASIONAL, MANHATTAN | USA. AT 09:15 AM

Pandangan Shevana menelisir bangunan megah yang di pijakinya. Dalam dua tahun dia bekerja, baru kali ini dia benar-benar menginjakkan kaki di perusahaan pusat. Setelahnya, Shevana kembali melanjutkan langkahnya menuju resepsionis.

"Ada yang bisa saya bantu, Miss?"

Shevana mengangguk singkat sembari mengulas senyum, "Ah, ya. Saya Shevana Maurer, pegawai pindahan dari perusahaan cabang."

Resepsionis itu mengangguk. Namun, sebelum resepsionis itu menjawab, seorang pria tampan terlihat menghampiri Shevana.

"Nona Shevana Maurer."

Shevana mengalihkan atensi kemudian mengernyit, "Ya?"

"Saya Jordan Scot. Tangan kanan Mr. Leonel Stevano. Anda di minta untuk langsung ke ruangan Direktur, Nona. Mari ikut saya." ucap Jordan menunjukkan jalan kemudian mereka memasuki elevator yang akan membawa mereka naik.

Sebenarnya Shevana sedikit bingung, padahal, Shevana bahkan belum bertanya dan menjelaskan maksudnya berada disini, lalu mengapa tangan kanan pria itu sudah menghampirinya?

"Maaf, tapi bagaimana anda tahu jika saya mencari Mr. Stevano?"

"Kurasa anda cukup pintar untuk mengerti posisiku, Nona." jawab Jordan singkat.

Shevana mengangguk seakan mengerti, "Apa Mr. Stevano tidak memiliki sekertaris, Sir?"

"Tentu punya, hanya saja, dia di tugaskan hanya untuk menangani jadwal dan pekerjaan selama di kantor." jelas Jordan seraya melangkah keluar ketika pintu elevator terbuka. "Dan lagi, Nona. Panggil saya Jordan saja."

Shevana hanya mengangguk singkat.

"Lalu, mengapa dia memperkerjakan saya sebagai sekertarisnya, jika sudah ada yang menangani itu?"

"Saya tidak ada hak untuk menjawab, Nona. Anda bisa bertanya kepadanya sendiri."

Jordan menghentikan langkah ketika sampai di sebuah ruangan dengan pintu kaca yang dapat memperlihatkan isi ruangan.

"Ini ruangan Mr. Stevano?"

Jordan menggeleng pelan sembari menahan senyum, "Lebih tepatnya ini adalah ruang tamu khusus ketika ada Klien yang menunggu Tuan muda selesai dari pekerjaannya."

Menunggunya selesai dari pekerjaan?

Oh, ternyata pria itu benar-benar arogan.

Jordan kemudian berjalan menuju pintu bercat hitam di sudut ruangan lalu membukanya. "Silahkan masuk." ucap Jordan mengalihkan atensi Shevana dari pengamatannya mengenai ruangan khusus ini.

"Ah, iya. Terimakasih."

Jordan menganggukkan kepala kemudian menutup pintu kembali sebelum berlalu pergi.

"Kau terlihat manis menggunakan rok span itu." sapa Leon pertama kali ketika melihat Shevana sudah berdiri tidak jauh darinya.

"Apa anda membutuhkan kata terimakasih dariku, Sir?"

"Tidak."

"Baguslah. Karena saya juga tidak berniat mengucapkan itu." balas Shevana dengan sedikit nada yang masih terdengar kesal.

Leon terkekeh pelan, "Selalu galak seperti biasanya."

"Jangan bertingkah seolah kau sudah lama mengenalku, Sir."

Leon berdecak, "Aku tidak suka caramu memanggilku. Panggil aku Leon."

"Saya tidak bisa, karena anda atasan saya." balas Shevana berusaha sopan.

Leon menatapnya lekat, tajam dan penuh intimidasi. "Aku tidak menerima penolakan, Nona. Dan jangan menggunakan saya-anda jika bersamaku." ucap Leon tegas.

''Tidak bisa, Sir. Itu terdengar tidak sopan." ucap Shevana mulai kesal.

"Jadi kau menolak?"

"Tidak. Saya hanya melakukan seperti yang para pegawai lainnya lakukan."

Mendengar jawaban Shevana Leon menarik senyum. Sedari awal, Shevana bukanlah tipe wanita yang mudah di patahkan argumennya. Selain keras kepala, Shevana juga merupakan wanita berprinsip. Dia bukan seorang yang mudah menerima perintah dari orang lain.

Dari mana Leon tahu? Tentu saja dari informasi yang dia cari. Untuk itu sedikit banyak Leon sudah mengertinya. Leon kemudian bangkit dari duduknya lalu berjalan mendekat ke arah Shevana yang sudah mengambil satu langkah mundur.

"Anda mau apa?"

"Wanita keras kepala sepertimu harus di beri pelajaran, bukan?" tanya Leon meraih pinggang Shevana mendekat

Seketika Shevana melotot. Menahan tubuh Leon guna memberi jarak antara tubuh bagian atas mereka.

"Kau jangan macam-macam denganku, ya!" ancam Shevana sembari berusaha melepaskan diri.

Leon menarik senyum, "Aku tidak akan macam-macam denganmu. Hanya satu macam."

Setelahnya Leon kembali memanggut bibir Shevana ketika wanita itu hendak membalas ucapannya.

Shevana menegang. Berkedip dua kali lalu mengumpat ketika menyadari dia kecolongan lagi.

Sial! Dia menciumku lagi!!

Leon melepaskan ciumannya, dia hanya mencium dengan sedikit mencecap rasa manis dari bibir ranum milik Shevana. Menghukumnya karena berani menentang perkataannya. Leon mendekatkan wajah, lalu berbisik. "Jika kau memanggilku dengan sebutan Sir dan mengunakan saya-anda lagi, saat itu juga aku akan menciummu. Mengerti?!" ucap Leon menekankan.

Mendengar ancaman Leon, seketika Shevana mengatupkan bibir.

"Okay-okay, Sa .. Umm, maksudku, aku mengerti." Shevana mencoba melepaskan diri. "Sekarang lepaskan aku."

Leon pun tersenyum puas mendengar itu, dengan berat hati melepaskan rengkuhannya.

"Good girl." ucapnya mengelus puncak kepala Shevana.

Shevana yang merasa jengkel menepis tangan Leon. "Jangan memberantaki rambutku!" ucap Shevana kesal.

Leon hanya tersenyum tipis.

"Ah, iya. Mejamu ada di sana." Leon menunjukkan sebuah meja di sudut ruanganannya yang sudah tertata rapi. "jika ada pekerjaan yang tidak kau mengerti, jangan sungkan untuk bertanya."

Shevana mengerutkan dahi. "Sebentar.. maksudmu di sana itu mejaku?" tanya Shevana memastikan.

Leon mengangguk.

"Jadi kita satu ruangan?!" pekik Shevana tidak sadar.

"Aishh.. Pelankan sedikit suaramu, Ana. Dan, ya, kita satu ruangan." jawab Leon lugas.

"Kenapa harus menjadi satu? kenapa tidak beda ruangan saja, seperti meja sekertaris yang ada di depan, misalnya?" tanya Shevana memprotes.

Leon mengendik acuh, "Tidak. Karena kau memang sekertaris khusus untukku. Dan tugasmu hanya mengatur jadwalku dengan selalu berada di sampingku."

"Mengapa harus begitu?! Aku tidak mau berada disisimu setiap waktu."

"Itu sudah menjadi pekerjaan mu, Ana. Jadi jangan memprotes."

"Tunggu.. namaku Sheva, bukan Ana." ralat Shevana yang menyadari pangilan Leon terhadapnya.

"Bodoh! "

"Kau yang bodoh! " sentak Shevana galak.

Leon membuang napas, berusaha sabar menghadapi wanita keras kepala ini. "Coba kau gabungkan perkataanmu tadi."

"Kata yang mana?" balas Shevana tidak mengerti.

"Ana juga namamu, lebih tepatnya nama belakangmu. Bukankah namamu Shevana? Jadi tidak salah jika aku memanggilmu, Ana."

Shevana yang mendengar penjelasan Leon terdiam. "Iya juga. Itu nama belakangku, hanya saja terasa asing untukku." gumamnya menyadari.

"Tetap saja, aku merasa asing dengan panggilan itu."

"Sudahlah. Jangan mempermasalahkan hal sepele seperti ini. Bagiku, mau Sheva atau Ana sama saja, kau tetap menjadi, Ana-ku."

Shevana mengangkat satu alis, "Ana-mu?"

Leon menatapnya lekat. "Ya. Kau adalah Ana-ku. Milikku."

"Aku bukan barang!"

Leon memasukkan kedua tangan kedalam saku celana, "Memang bukan. Kau wanitaku. Ingat selalu itu, Ana." ucap Leon mengklaimnya.

Sebelum sempat angkat bicara. Terdengar suara ketukan, membuat Shevana mengurungkan niat untuk memprotes kepemilikan yang dengan se'enaknya saja di deklarasikan Leon beberapa detik lalu. Kemudian berjalan menuju mejanya sendiri.

Apa-apaan dia! Se'enaknya saja mengklaim orang lain. Huh! Dasar Singa sinting.

Jordan masuk setelah mendapatkan izin, terlihat dia seperti ingin menjelaskan sesuatu dengan membawa beberapa dokumen.

"Maaf menganggu, Sir. Saya hanya ingin memberitahu kabar tentang pengajuan perluasan saham yang ada di Bali."

Leon mengangguk mempersilakan.

"Perusahaan Hans group telah mengajukan adu banding untuk proyeksi perluasan tanah saham di Bali, Sir. Kabar itu sedikit mempengaruhi ketetapan saham yang seharusnya sudah di pindah namakan mengalami sedikit kendala."

Leon hanya mengangguk - tampak biasa saja.

"Biarkan saja. Kita lihat seberapa menariknya penawaran yang mereka lakukan. Bukankah, seharusnya kau sudah tahu jika penawaran kita sudah lebih dari angka perkiraannya? Lagipula, hanya membutuhkan 20% saham lagi untuk mengakuisisi wilayah timur."

Jordan mengangguk singkat.

"Jangan khawatirkan mengenai itu. Lebih baik kau atasi bursa saham wilayah New York untuk perusahaan inti. Lagipula, Dapat atau tidak saham itu, bukanlah suatu kerugian yang besar." jawab Leon dengan nada songgongnya.

Shevana yang sedari tadi sedikit mencuri dengar percakapan mereka memutar bola matanya malas.

Huh! Sombong sekali si Singa itu.

Jordan menganggukkan kepala mengerti mendengar jawaban Leon, kemudian undur diri untuk melanjutkan pekerjaannya.

Tak lama, bunyi telepon terdengar. Leon menekan tombol interkomnya.

"Ada apa?"

"Saya ingin mengkonfirmasikan jadwal rapat Anda sepuluh menit dari sekarang, Sir." Ucap Liara, sekertaris Leon yang berada di ruangan samping.

"Ya, saya segera kesana. Kau sudah memberikan laporan itu kepada Shevana, bukan?"

Shevana yang mendengar namanya di sebut, melihatnya dengan tatapan tidak mengerti.

"Sudah, Sir. Kemarin setelah anda meminta salinan berkas-berkas yang anda minta, saya sudah langsung mengirimkan dokumennya kealamat Nona Shevana. Sesuai yang anda perintahkan."

Tanpa mengucap terimakasih, Leon memutuskan panggilan sepihak.

Leon berdiri, mengancingkan jasnya yang sedikit terbuka.

"Kau ikut aku, Ana." ajak Leon dengan suara beratnya.

Shevana yang tengah menyusun laporan mengernyit, "Kemana?"

"Ke ruang meeting. Kau sudah mempelajari berkas yang di berikan Liara, bukan?"

"Ah, itu. Iya aku sudah mempelajarinya. Tapi, apakah aku harus ikut denganmu? Aku sedikit tidak siap" jawab Shevana ragu.

"Jangan khawatirkan apapun. Tidak ada yang berbeda. Cukup mendengarkan dan catat hal-hal penting seperti biasanya kau rapat."

Shevana mengangguk, kemudian berdiri mengikuti Leon dari belakang.

Leon yang melihat itu berbalik, "Jangan berjalan di belakangku." ucapnya menarik tangan Shevana berdiri di sampingnya.

"Tapi.."

Ucapan Shevana Shevana menggantung ketika menyadari dirinya berada di depan elevator khusus.

"Sebentar, aku tidak mau naik elevator ini." ucap Shevana menolak.

"Lalu kau mau naik elevator mana?" tanya Leon tidak mengerti dengan gadis membingungkan ini.

"Aku akan naik elevator karyawan. Kita bertemu disana."

"Memang apa bedanya menaiki elevator ini dengan elevator karyawan? Kita hanya akan rapat, mengapa kau membuatnya merepotkan seperti ini?" tanya Leon sedikit kesal.

Shevana mendengkus, "Sudahlah. Kau tidak akan mengerti. Jika kau ingin masuk, silahkan masuk sendiri, aku akan menaiki elevator biasa." ucap Shevana sebelum berbalik menuju elevator karyawan.

Melihat itu Leon menyerah. Dia berbalik dan memilih mengikuti wanita membingungkan itu. Leon membenci hal ini. Namun, kenapa dia tidak bisa menolak?

"Mengapa kau mengikutiku?" tanya Shevana saat melihat Leon berada di belakangnya.

"Hanya ingin."

Shevana menatapnya menelisik.

"Apa kau mengagumiku? Hingga menatapku seperti itu?"

Shevana memutar mata jengah." Kau terlalu banyak berpikir!"

Elevator berhenti, Shevana kemudian masuk diikuti Leon dibelakangnya. Namun Shevana mengernyit ketika melihat ada tiga karyawan yang menunggu pintu terbuka namun mereka tetap diam.

Setelah pintu tertutup. Shevana bertanya, "Mengapa mereka tidak masuk?"

"Aku tidak suka bau parfum mereka. Karena itu, ketika mereka melihatku, mereka tidak akan naik." jawab Leon santai.

Shevana yang mendengar itu terpengarah.

Wuah.. Singa ini sudah sangat arogan 'kan?


Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Rank -- Power Ranking
    Stone -- Power stone

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C3
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank NO.-- Power Ranking
    Stone -- Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login