Download App

Chapter 26: Bukti Dan Amarah

Angga dan Darwin sedang duduk santai di taman belakang saat Arumi menghampiri mereka dengan sebuah amplop besar berwarna coklat.

"Mami pikir Kamu harus mulai mempersiapkan segala keperluan untuk pernikahanmu, Angga." Matanya melirik sekilas pada Darwin.

"Mami merestui hubunganku dengan Asha?" Angga mengonfirmasi pendengarannya.

"Siapa bilang Kamu nikah sama dia?"

"Maksud Mami?"

"Kamu harus segera menikahi Laura. Ini perintah!" Arumi bertutur seraya melempar amplop besar coklat itu ke atas meja makan di hadapan Angga. Yang segera Angga ambil.

Dahinya mengerut kala dilihatnya apa saja isi dalam amplop itu.

"Dia hamil bukan olehku Mi!" suaranya terdengar sangat yakin.

"Tapi itu semua adalah bukti Kamu sudah berhubungan dengannya." Arumi tidak terima alasan Angga. Mengapa putranya masih tidak ingin mengakui perbuatannya siy.

"Bukti ini palsu!" Angga mengambil foto-foto dirinya dan Laura, termasuk foto tidak senonoh itu. "Aku gak pernah tidur dengannya. Foto-foto itu palsu Mi!" Seraya menghentakan foto-foto itu di atas meja.

"Kamu yakin itu palsu?" Darwin akhirnya angkat bicara. Kebiasaannya memang membiarkan istrinya terlebih dahulu yang berbicara.

"Ya! Tentu saja Pi. Foto-foto itu palsu karena Aku gak pernah lakuin seperti yang ada di foto itu." Darwin menganggukkan kepalanya berkali-kali.

"Kalau begitu buktikan. Bukan papi tidak percaya Kamu. Tapi Kamu perlu menyakinkan mami Kamu." Seraya menatap Arumi yang terlihat gusar, karena suaminya memihak pada putra keduanya.

"Baik. Aku sudah punya bukti siapa lelaki yang sedang dekat dengan Laura, mungkin dialah yang seharusnya bertanggung jawab. Mengenai foto, itu perkara yang mudah." Angga menyanggupi, membawa foto-foto itu dan langsung akan pergi meninggalkan Arumi dan Darwin.

"Kalau Kamu gak bisa buktiin dalam waktu tiga hari. Kamu harus menikahi Laura, Ngga! Mami gak mau aib ini keburu tercium para wartawan gosip itu!" Arumi geram melihat tingkah anaknya.

"Mami ini bela Laura terus dan gak percaya sama aku, anak Mami sendiri. Mami gak tau kan kelakuan Laura saat di Jerman?" sesal Angga berbalik badan. Matanya tertuju pada Arumi, ada tatapan kekecewaan di sana.

"Mami juga gak tau kelakuan Kamu selama di Jerman!" Arumi tidak mau kalah.

"Tapi aku tau Mi. Aku gak akan sembarangan berhubungan dengan lawan jenis. Apalagi mendekati Laura. Suka sama dia aja nggak, Mi."

"Satu hal yang Mami lupa. Jika aku tidak bisa membuktikan foto-foto palsu itu, kemudian menikahi Laura, lalu dia melahirkan anaknya dan benar-benar terbukti aku bukan ayah bayi itu. Mana yang lebih bikin Mami Papi malu?" Angga menatap Arumi dan Darwin bergantian.

"Anak itu ternyata bukan darah dagingku. Dan seandainya pernikahan itu terjadi, dan Laura yang sudah jadi istriku, ternyata mengandung bayi dari laki-laki lain. Pikirkan apa yang bakal media gosip itu tulis di judul beritanya. Keluarga kita bakal jadi bahan olok-olok, karena berhasil terjerat oleh wanita murahan itu." Angga berbalik dan benar-benar pergi meninggalkan Arumi dan Darwin.

"Laura bukan wanita murahan!" Arumi berteriak membela anak sahabatnya. Angga menulikan pendengarannya. Anggap saja dia tidak mendengar ucapan maminya itu.

Menggelikan sekali, maminya lebih percaya pada sahabat dan anak dari sahabatnya itu ketimbang anaknya sendiri. Yang benar saja!

***

"Halo Om David."

Masih ingat David? Sang sutradara yang shootingnya pernah di 'sabotase' tingkah heroik Asha? Hingga Asha harus 'membayarnya' dengan tiga kali ikutan adegan perkelahian tanpa dibayar. Sebetulnya mereka harus mengganti rugi adegan tersebut, namun Angga menjanjikan kontrak kerjasama yang bakal menguntungkan Rumah Produksi sang sutradara, dengan menjadi sponsor dalam film yang sedang digarapnya kala itu.

Kerjasamanyapun berlanjut hingga hari ini, selain memproduksi film layar lebar, Davidpun merambah produksi iklan yang selalu tayang di layar televisi dan Angga ikut menanamkan uangnya di sana.

"Om punya koneksi dengan om Alex tidak? Aku butuh keahliannya. Ada foto yang harus dibuktikan kalau itu palsu."

"Ada. Bawa aja bukti itu ke sini, di tempat biasa."

"Siap Om. Meluncur ke sana."

Hatinya belum tenang saat ini, meski masalah foto bisa ditangani, Asha masih belum bisa dihubungi. Setelah bertemu dengan David, Angga bakal ke rumah Asha dahulu. Mengabaikan badannya yang mulai terasa lelah selepas pulang dari Australia.

***

Angga berdiri di depan rumah Asha. Suasananya terlihat sepi. Dipencetnya tombol bel rumah itu, tidak berapa lama bi Inah keluar membukakan pintu.

"Eh Den Angga." Bi Inah kembali menutup pintu di belakangnya, membuat Angga mengerutkan dahinya.

"Ashanya ada, Bi?" Raut di wajah Bi Inah menunjukkan ada sesuatu yang disembunyikannya.

"Om sama tante ada?" Angga beralih menanyakan kedua orangtua Asha karena bi Inah masih saja terdiam.

"... Anu Den ... non Asha ...." Melihat bi Inah yang gugup seketika, membuat jantung Angga mencelos, dan berdetak tidak karuan. Firasatnya tidak enak.

"Asha kenapa?" tanyanya tak sabar dan tanpa sadar membentak bi Inah, Angga kemudian menghela napas gusar. "Maaf Bi, gak bermaksud bentak Bibi, Asha kenapa?" tanyanya menurunkan intonasi.

"Non Asha hilang, Den," ucap Bi Inah sambil tertunduk lesu.

"Keenan?" Otaknya langsung berpikir pada anaknya Asha.

"Den Keenan juga ilang," Suara bi Inah terdengar tertekan menahan tangis. "Jangan bilang nyonya dan tuan ya Den, kalo Den Angga tau dari bibi." Angga langsung menyandarkan tubuhnya di mobilnya. Kakinya berasa lemas. 'Bagaimana bisa Asha menghilang dan juga Keenan?' batinnya.

"Sejak kapan Bi?"

"Kamis kemarin, Den." Angga menghela napas, dirinya berasa tidak percaya, sudah tiga hari yang lalu Asha dan Keenan menghilang, namun tak ada satupun kabar datang memberitahukannya.

"Mama papa Asha, ada di dalam?" tanya Angga akhirnya setelah meredakan gemuruh di dadanya.

"Sudah sejam lalu, tuan dan nyonya pergi Den, ke kantor polisi."

Angga menghela napas lagi. "Ya udah Bi, Bibi masuk aja. Saya pulang dulu. Terima kasih ya Bi."

"Maafin bibi ya, Den." Kemudian bi Inah kembali masuk.

Anggapun langsung menghubungi Jon, detektif yang kemarin disewanya, untuk memberinya tugas tambahan.

***

Angga rasanya enggan pulang. Hatinya tidak tenang. Bagaimana bisa Asha dan Keenan menghilang. Apakah mereka baik-baik saja atau tidak saat ini? Dirinya menyesal selama di Australia sama sekali tidak berusaha menghubunginya di sela-sela kesibukannya.

Ada apa dengan Asha dan Keenan hingga mereka menghilang?

Tiba-tiba dirinya teringat dengan bukti-bukti dari Laura. Apakah mungkin Asha sudah mengetahuinya? Dan karena itu dia pergi? Tapi bi Inah mengatakan Asha dan Keenan menghilang dan kedua orangtuanya sepertinya tidak tahu. Karena mereka pergi ke kantor polisi. Tidak mungkin bukan Asha dan Keenan diculik? Setidaknya Asha bisa melindungi dirinya sendiri dan anaknya, dia tidak mungkin lupa dengan ilmu bela dirinya.

Merasa buntu, akhirnya Angga memutuskan untuk kembali ke rumah dan mencari Arumi. Maminya pasti tahu sesuatu. Karena sekembalinya Angga dari Australia, maminya terlihat bahagia sekali dan langsung membahas soal rencana pernikahannya dengan Laura yang terkesan terburu-buru. Meski dengan alasan untuk menutupi aib, sebelum perut Laura membesar. Seketika hatinya terbakar amarah.

***


Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Rank -- Power Ranking
    Stone -- Power stone

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C26
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank NO.-- Power Ranking
    Stone -- Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login