Download App

Chapter 2: O1៹ I Miss

in 2026

Sore ini jalan raya terlihat seperti biasanya. Tetap terlihat ramai dan padat. Apalagi hari ini adalah akhir pekan, tentu tidak sedikit orang yang berpergian keluar rumah. Entah itu untuk berbelanja, bermain, piknik, atau sekedar berjalan-jalan saja.

Sayangnya, hari ini cuaca sepertinya sedang tidak baik. Langit terlihat mendung tapi masih berawan, tidak tampak seperti akan turun hujan. Karena itu, orang-orang tidak mempedulikannya. Mereka lebih memilih melanjutkan kembali aktifitas masing-masing.

Memilih untuk menjauh dari keramaian dan riuhnya kota, Aku memutuskan untuk pergi ke tempat yang lebih tenang. Entah kemana itu, yang jelas bukan perpustakan kota. Aku hanya berjalan mengikuti kemana arah kaki ku melangkah.

Menyusuri trotoar, melewati banyak toko yang ramai pembeli, berjalan sendirian seperti ini selalu membuatku merasa nyaman. Melangkah dengan riang tapi pelan, Aku benar-benar ingin menikmati waktuku hari ini.

Aku memperlambat lagi langkahku ketika berada disekitar Taman. Tidak banyak perubahan pada Taman ini, semuanya tetap sama seperti tempat yang sangat sering Aku kunjungi beberapa tahun lalu. Walau tidak se-asri dulu, Taman ini tetap ramai pengunjung. Oh, atau bahkan semakin ramai.

Aku berhenti, sekedar untuk memperhatikan keseluruhan Taman ini. Beberapa bunga baru sepertinya ikut mengisi tempat ini. Aku tersenyum tipis sambil terus memandang satu-persatu sudut dari Taman ini. Sampai akhirnya, mataku menangkap seseorang dengan gembor yang berada ditangannya. Pria berumur hampir setengah abad itu sepertinya telah selesai menyiram bunga-bunga yang terpajang rapi di depan tokonya.

Itu Paman Taemin. Syukurlah, di usianya yang sekarang, Ia tetap terlihat sehat. Aku sangat merindukannya. Terakhir kali Kami bertemu saat Ia datang ke acara kelulusanku. Dan itu sudah sangat lama sekali. Aku tidak membawa apapun sekarang. Mungkin Aku akan menemuinya lain kali.

Gemuruh mulai terdengar, langit bertambah gelap. Menghela nafas pelan, Aku rasa sebentar lagi hujan akan turun dengan lebat. Mau tidak mau, Aku melangkah berat, berjalan menuju halte.

Tik . . Tik . .

. . .

. .

Zrrshhh

Hujan mulai turun dengan lebat. Membuat aku mempercepat langkahku. Beberapa pejalan kaki lain juga mulai berlarian untuk mencari tempat berteduh. Aku yang telah sampai di halte memilih untuk mendudukan diri sambil menunggu bus yang akan Aku tumpangi tiba.

Setelah menunggu beberapa saat, akhirnya bus-ku tiba. Hanya ada beberapa penumpang didalam, membuatku menghela nafas lega. Artinya, Aku tidak perlu berdesak-desakan dengan penumpang lain.

Memilih untuk duduk dikursi belakang, Aku mulai memandangi jalanan yang basah. Posisi ini sangat nyaman. Melihat keluar jendela, memandangi apapun yang ada dijalanan sangat menyenangkan.

Meski sebenarnya Hujan adalah hal yang harus aku jauhi, Aku selalu merasa tenang ketika menyaksikan hujan turun. Sangat menenangkan.

Deg.

Aku tersenyum kecut. Bayangan itu muncul lagi. Setelah beberapa hari kebelakang Aku menyibukkan diri dengan tugas kuliahku, kenapa harus teringat lagi? Tidak apa, Aku memang tidak berniat untuk melupakan.

Sampai dalam anganku, suaranya terdengar kembali,

" . . dari hujan aku belajar bahasa air, bagaimana ia jatuh berkali-kali tanpa pernah mengeluh pada takdir "

✧ ⃟ ⃟ ⃟━━━ೋ๑୨🥀୧๑ೋ━━━ ⃟ ⃟ ⃟✧

Setibanya di rumah, Aku langsung menuju kamarku. Rumah memang sedang sepi, Ayah dan Bunda pergi untuk urusan pekerjaan selama beberapa hari kedepan. Kakak yang sudah menikah memilih untuk tinggal di rumah yang berbeda. Dan, Entah kemana perginya Adikku saat ini. Lengkaplah sepiku hari ini.

Aku mulai menaiki tangga hingga kemudian masuk ke salah satu ruangan, kamar tidur.

Cklek!

"AAAAAA!!" Aku memekik histeris.

"Kakak ini berlebihan banget!" seru seorang gadis yang umurnya lebih muda dariku.

"Kok ada disini?" tanyaku tenang kemudian berjalan mendekatinya.

"Disuruh Ayah. Katanya Kakak sendirian di rumah." jawabnya kemudian menatapku dari atas hingga bawah dengan teliti

"Kok basah? Udah darimana? Emang gak bawa payung? Hujan-hujanan ya?! Waah aku bilangin Ayah nih." cerocosnya cepat.

"Kok ngoceh mulu?" ucapku mengikuti nada bicaranya, membuat orang didepanku mengerucutkan bibirnya.

"Aku mau mandi dulu." kataku, kemudian masuk ke kamar mandi yang berada di kamarku, sedangkan si lawan bicara hanya mengangkat bahunya kemudian kembali bermain ponsel.

Itu Zamora. Dia anak bungsu Paman Varel dan Bibi Lea. Entahlah harus menyebutnya sebagai apa, Paman Varel adalah Kakak Sepupu Ayah. Hanya saja,dari kecil, Zamora sudah memanggilku Kakak. Jadi, ya sudahlah tidak usah terlalu dipikirkan.

Setelah selesai mandi dan segalanya, aku berbaring di samping Zamora.

"Gimana sih, katanya mau jalan." Gadis itu menggerutu kesal.

"Kenapa?"

"Ini nih temenku labil banget, bilangnya mau kesini terus tadi katanya gak jadi." Zamora mendecak, membuatku tau siapa yang Ia maksud.

"Sibuk mungkin?" Aku berusaha memberikan pikiran positif. Pasalnya, anak yang satu ini selalu berpikiran negatif. Aku jengah dengan segala isi otaknya.

"Alah sibuk-sibukkan. Emang ya Dia tuh nyebelinnya kebangetan!"

Aku terkekeh pelan mendengar semua gerutuan yang dilontarkan gadis di depanku ini. Maklum, sedang jatuh cinta.

Aku bangun dari tidurku. Memilih untuk mendudukan diri di meja belajar yang berada disamping ranjang. Aku meletakkan ponselku kemudian mengambil beberapa buku yang  ditumpuk.

Aku kembali memisahkan buku-buku tersebut. Rasanya, tugas terus menambah dan tidak selesai-selesai. Padahal, beberapa hari ini hampir sepanjang waktu Aku berkutat dengan buku.

Ting!

Aku mengambil ponselku, melihat notifikasi yang baru saja masuk.

Deg.

Aku tertegun. Mataku tetap tertuju pada sederet tulisan yang tertera di layar ponselku.

Ragasa's Birthday'♡

Ah, kenapa untuk sekedar tersenyum saja aku...tidak bisa? Hei, sekarang ulang tahun sahabat terbaikku. Harusnya aku juga ikut berbahagia, bukan?

Dengan ponsel yang masih digenggam, mataku menangkap buku dengan sampul putih yang sedikit usang. Aku mengambilnya , benda yang tersimpan berdiri di sudut meja belajarku.

Sudah lama sekali sejak Aku membaca buku ini. Buku yang setiap harinya selalu Aku buka , yang membuatku kembali teringat masa-masa saat Sekolah Menengah Atas , yang selalu membuatku merindukan beberapa tahun lalu , yang mengingatkanku bahwa Aku pernah menjadi orang yang sangat berbahagia , tapi itu dulu.

Dan sekarang , ini adalah buku yang setiap bagiannya bisa membuatku tertawa , dan menangis sendiri.

Apa Aku bisa membacanya kembali? Bahkan untuk sekedar membukanya saja Aku tidak mempunyai keberanian yang cukup besar.

ddrttt . . ddrttt . .

Fokusku teralihkan pada ponsel yang kini tengah berbunyi. Seseorang menelepon.

"kamu di rumah?"

Suara ini, aku merindukannya.

"Iya, kenapa?"

"Enggak lupa kan, sekarang tanggal berapa?"

"Enggak dong."

"Tadi, Riella ngusulin biar Kita kasih kejutan lagi. Gapapa kan?"

"Tentu aja gapapa. Langsung ke tempatnya sekarang?"

"Hujan. Kamu gak boleh kehujanan."

"Aku bakalan baik-baik aja."

"Enggak. Aku gak mau sampai Kamu kayak tahun kemarin lagi."

Kalimat yang Ia lontarkan cukup membuat hatiku menghangat.

" Yaudah. Jadi kapan? "

"Nanti malem Aku kesana. Masih tau yang lain juga, Kita rencanain lagi."

" Oke "

" Aku tutup sekarang , ya? "

" Iya , See you! "

Pip!

" Mau denger ceritaku? " tawarku pada Zamora yang sedang bermain game di ponselnya.

" Kakak mau ceritain dongeng? " tanyanya dengan tawa pelan , kemudian mematikan ponselnya.

" Ayo cerita , Aku dengerin " sambungnya.

Aku tersenyum kecil. Zamora-ku memang yang terbaik.

Perlahan, Aku mulai membuka buku yang sedari tadi hanya bisa Aku pandangi.

" . . Aku mulai dari bagaimana caraku mengenalnya "

▭▬▭▬▭▬▭▬▭▬▭▬▭▬▭


Load failed, please RETRY

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C2
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login