Download App

Chapter 2: Sosok yang Asing

Author pov

     Raihan membuka pintu dengan alis yang mengerut tanda dia tak mengenali sosok di depannya saat ini.

     "Maaf pak, ingin bertemu siapa?" tanya Raihan sambil memandangi sosok pria dihadapannya saat ini dari atas ke bawah dengan pandangan penuh tanya. Sosok yang dibalut jas hitam rapih, rambut khas pria maskulin. Dia sama sekali belum pernah bertemu dengan pria yang tengah berdiri di hadapannya saat ini, sungguh.

     "Perkenalkan, nama saya Raihan Nusantara. Saya kesini ingin membacakan salah satu amanat terakhir mendiang ayahanda kalian" balas pria dengan suara agak lebih berat dibanding suara Raihan.

     "Maaf sebelumnya, anda siapa ya? Saya sama sekali tidak mengenal anda. Siapa yang anda maksud ayahanda?" Tukas Raihan cepat mendengar pernyataan pria asing itu.

     "Bisakah saya masuk untuk memberi tahu semuanya lebih jelas" tukas pria dengan rahang yang sudah mengeras.

     "Maaf pak, anda siapa? Bagaimana anda tau mengenai ayah saya?" Tanya Raihan menyelidik sambil memegang dada kiri pria ini kesal dengan sikapnya.

     "Maaf, saya tidak ada waktu menjelaskannya sama kamu, saya ingin bertemu ibu. permisi" balas pria asing itu dan menubruk tubuh Raihan. Raihan semakin kesal dibuatnya, tamu tidak tau diri. Raihan masuk kedalam sambil membanting pintu keras.

     Raihan melihat tamu rumahnya itu sudah duduk di bangku miliknya. Melihatnya Raihan kesal bukan main. Ia mempercepat langkah untuk mendebat tamu tak sopannya yang telah duduk di bangkunya tanpa izin. Sebelum ia sampai di depan meja makan. Kakaknya berdiri ditempatnya duduk barusan dengan memasang wajah yang sudah merah padam. Ketika kakaknya hendak pergi, pria asing itu memegang lengan Kak Syifa.

     Raihan terkejut dibuatnya, siapa pria ini? Raihan menarik kerah kemeja pria yang mengaku bernama Raihan Nusantara itu.

    " Lo siapa? Lepasin tangan Lo!!" Teriak Raihan tak terima atas sikap si pria ini yang memegang lengan kakaknya sembarangan terlebih lagi wajah sang kakak yang terlihat begitu marah.

     Raihan menarik kerah kemejanya kuat meski tak sampai membuat si empunya berdiri. Ia kesal bukan main. Pria tersebut malah tersenyum miring melihat genggaman tangan seorang bocah baru gede di depannya saat ini.

      "Jawab!! Lu ngapain kakak gue?!" teriak Raihan dengan emosi di puncaknya.

     "Raihan! Jangan seperti itu dengan calon kakak iparmu!!!" teriak ibu yang membuat Raihan mengalihkan pandangannya ke Ibu dengan tatapan sendu sekaligus kaget dengan teriakan ibunya sehingga genggaman tangannya mengendur. Sontak saja kedua bahunya yang sebelumnya menengang kini mengendur.

    "Orang seperti dia yang bakal jadi suami Ka Syifa? Aku gak salah denger bu? Pria sok seperti dia, pria tak sopan bertamu pagi-pagi, pria kekanakan yang mudah emosi, pria yang memakai milik oranglain tanpa izin. Dia bu? Apa ibu bercanda?" Kesal Raihan dan memperhatikan kakaknya yang kini sudah menaiki tangga sambil berlari. Sang ibu menyuruhnya diam dan duduk untuk mendengarkan pria asing barusan.

     Pria asing itu mulai memberitahu semuanya tentang amanat ayah Syifa sambil menatap wajah Raihan yang sudah begitu emosi menatap dirinya. Entah apa yang pria asing itu katakan, Raihan berdiri dari tempatnya duduk dan berlari ke tangga. Mungkin ia ingin ke kamar sang kakak.

     "Bu, lebih baik Tara batalin semua ini bu. Tara gak mau Raihan juga Syifa benci Tara karena sifat Tara yang gak sabaran kayak tadi" ucapnya dengan suara parau khas laki-laki. Pria asing itu menyebut dirinya Tara.

     "Kalo abang beneran cinta sama ka Syifa. Buktikan bang" ucap Awan sambil berlalu ke kamarnya diikuti anggukan Iza yang juga mengikuti langkah awan. Sedangkan ibu hanya menghela nafas berat sambil memejamkan matanya.

     "Ibu setuju jika kalian menikah minggu depan nak. Ibu takut mereka bakalan tau kebenaran tentang Syifa" tukas ibu cepat. "Ibu percaya sama kamu" sambung Ibu lagi sambil menepuk bahu Tara menguatkan. Tara segera naik ke lantai atas dan berdiri di depan kamar yang ia duga kamar Syifa, karena ia melihat Syifa masuk kesana beberapa waktu lalu.

     "Siap gak siap. Minggu depan kamu tetap jadi istri saya Flo" teriak Tara didepan kamar Syifa. Tara memanggil Syifa dengan sebutan Flo atau Flower. Syifa yang mendengarnya kembali terisak dan isakan itu terdengar oleh Tara yang hanya bisa menghela nafasnya.

     "Maafin kakak Flo, semuanya demi kamu" ucap Tara dan turun ke bawah lagi lalu izin pulang dengan ibu.

     Raihan yang melihat kakaknya terpojok di sudut kamar sambil histeris tak tega dibuatnya. Ia tak berani mendekati sang kakak, hingga akhirnya ia memilih berdiri di dekat lemari Syifa.

*******

  Hiks... Hiks...

     Raihan perlahan mendekatkan dirinya ke sang kakak, dan memeluk tubuh kakaknya yang begitu bergetar akibat tangisannya yang belum juga berhenti.

     "Kak, tangisin semuanya kak"ucap Raihan dengan Syifa yang masih berada di dekapannya.

     "Kamu denger sendiri kan dek? Kakak kamu bakal nikah sama orang yang sama sekali gak kakak kenal. Lebih baik kaka....." belum sempat menuntaskan perkataannya. Raihan malah memotongnya.

     "Cukup kak! Aku gak mau dengar hal yang gak jelas dari mulut kakak!" teriak Raihan sambil melepas pelukannya. Syifa terhenyak dengan teriakan Raihan untuknya.

     "Lebih baik hiks... Lebih baik kakak kuliah ke luar negeri lagi. Hiks... Kakak mau ngomong itu hiks.. Bukan mau mati atau bunuh diri... Hiks... Kalian jahat! Kalian jahat!" teriak Syifa tak kalah keras dibanding Raihan. Syifa melempar dirinya sendiri ke kasur empuknya. Lalu menutup tubuhnya dengan selimut.

Suara isakan tangis masih terdengar jelas di kamar itu. Raihan tak bergeming. Ia lantas keluar dari sana dan mengejar pria asing tadi yang menyebut dirinya Tara untuk bicara sesuatu.

Raihan kedua alias Tara yang sudah berada di depan gerbangnya untuk memutarbalikkan mobilnya malah mengernyitkan dahi ketika melihat Raihan sudah naik ke mobilnya setelah tadi ia melihat Raihan berlari ke arahnya.

     "Lu harus tanggung jawab. Nikahin kakak gue secepat yang lu bisa. Gue gak mau kakak gue ke luar negeri buat ngindarin lu dan akhirnya ninggalin keluarganya juga. Gue gak mau kak Syifa jauh dari jangkauan pengawasan gue. Walau gue cuma jadi barista di cafe. Tapi gue tau kalo selama ini kakak gue udah berubah semenjak ayah meninggal. Cukup dia deket sama gue, gue nerima lu jadi abang ipar. Asal jangan buat dia terpuruk lagi" tukas Raihan cepat lalu keluar dari mobil Tara.

     Belum sempat mencerna semuanya kata-kata Raihan barusan. Ia hanya bisa speechless namun ia mengerti apa maksud Raihan.

Tara hanya tersenyum tanpa henti sambil melajukan mobilnya dengan siulan dan senandung indah.

Tara bahagia, akhirnya ia bisa menjadikan Flowernya istri setelah sekian lama menunggu. Tinggal menunggu 3 hari lagi mereka akan sah menjadi suami istri.

Bayangan tentang itu semua membuat Tara lagi-lagi tersenyum. Bahkan ketika memasuki rumahnya, senyuman dan senandung ceria masih terdengar dari mulutnya. Bibi Marni yang melihatnya ikut tersenyum melihat perubahan anak majikannya yang sudah seperti cucunya sendiri bahagia.

Nyonya... Den Tara bahagia nyonya... Semoga den Tara terus bahagia ya nyonya.

Pikir bi Marni sambil tersenyum.

Sedangkan di lain sisi. Tara masih saja mengembangkan senyuman bahagianya dengan lebar... Rasanya seperti ada jutaan kupu-kupu yang mengepakkan sayap di perutnya. Mungkin ini yang disebut rasa bahagia yang tak terelakkan.

Senyuman Tara memudar tatkala ia mengingat kepergian bundanya saat melahirkan adik kecilnya dulu. Ia ingat betul saat itu bundanya melahirkan adiknya dengan normal dan dokter mengatakan bahwa bundanya mengalami pendarahan setelah berhasil melahirkan adiknya.

Tara yang saat itu berusia 8 tahun sudah mengerti apa arti itu semua. Ia hanya bisa diam di bangku rumah sakit sambil memandangi wajah neneknya yang sudah pias karena airmata dan sang kakek yang hilir mudik mengurus administrasi bunda. Lebih tepatnya tanda tangan untuk melakukan tindakan cepat.

Bahkan ia sudah mengerti apa makna gelengan dari sang dokter yang menangani bundanya. Ia paham betul, dan ia hanya bisa terdiam tanpa mengekspresikan kesedihan dan kehampaan yang ia rasakan.

Cukup sudah ia merasakan kehilangan sosok ayah dalam hidupnya beberapa bulan lalu ketika ayahnya tak lagi pulang dan selalu pulang dalam keadaan mabuk. Ia tahu itu, ia tahu semua kebusukan ayahnya saat ia berusia sekecil itu.

Ia juga tau apa itu cinta sejati yang selalu ditunjukkan oleh bundanya setelah kepergian ayah dari rumah. Bunda selalu mengatakan jika ayahnya sedang kerja ke luar negeri dan pulang tahun depan atau bulan depan atau mengatakan ayah masih ada urusan lagi. Saat mendengar itu, Tara hanya bisa menahan sesak dan rintihan menyedihkannya untuk sang ibunda yang begitu mencintai pria brengsek sekelas ayahnya. Ia benci pria seperti itu.

Hingga ketika Tara pulang sehabis pemakaman sang ibunda, nenek dan kakeknya mengajak pindah ke rumah kakek neneknya dan meninggalkan rumah orangtuanya saat itu. Setibanya di rumah nenek dan kakeknya, sesosok bayi mungil menyambutnya dengan tangisan bergema di ruang tamu yang ternyata adiknya dalam gendongan bi Marni.

Itu adiknya, Dewi Wulan. Adik kecilnya yang terus memotivasinya untuk membanggakan bunda, kakek, dan neneknya. Ia terus bertekad membahagiakan mereka sebelum ia membahagiakan perempuan tambatan hatinya.

Perempuan itu Anna Bunga Syifa. Satu-satunya perempuan yang selalu saja menjadi perhatiannya di kala ia gundah dengan beban di pundaknya. Ia ingin Bunga lah yang kelak menjadi tempatnya kembali. Ia ingin Bunga yang menjadi ibu bagi anak-anaknya. Ia ingin Bunga yang kelak mendidik anak-anak mereka, menyayangi mereka dan terus mendampinginya hingga ke Surga-Nya nanti.

Ia janji akan terus berusaha membahagiakan Bunga, Dewi, dan adik-adik Bunga, ibu bunga, terutama kakek dan neneknya yang selalu memiliki tempat terindah di hatinya setelah bunda, Dewi dan Bunga tentu saja.


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C2
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login