Download App

Chapter 3: Part 3

Zalfa datang sedikit terlambat, karena sehari semalam sehabis pulang dari tempat karoke, badannya tiba-tiba demam, seharian sudah dipakai untuk istirahat, lumayan membaik, tapi masih pusing dan lemas, suhunya juga naik turun. Jika bukan hari ini akan ada urusan untuk bertemu klien, mungkin dirinya akan memilih untuk istirahat dulu di rumah. Jika bukan, brand ternama, dia juga ogah, sampe bela-belain begini. Bermodalkan tisu yang mencocok hidungnya sedari tadi. Zalfa masuk ke dalam kantor, dia membuka pintu ruangan tersebut.

"Pagi everybody, jangan pada diem aja. Masih pagi, nanti kesambet setan males." Ada yang aneh, ketika Zalfa mengatakan kata malas, dia sedikit melirik ke arah Dewan yang membuat lelaki itu sedikit terganggu dengan lirikan tersebut.

Lelaki itu, awalnya hendak menanggapi, tapi dia segera menutup mulutnya dengan pulpen yang sedari tadi sudah dipersiapkan untuk memukul kepala gadis cantik di hadapannya. Dia tersenyum licik, sudah bisa dipastikan sebentar lagi akan ada perang dunia ke sekian. Antara Figo dan Zalfa. Namun, perempuan itu sepertinya benar-benar polos, tidak menyadari bahwa sejak ruangan itu terbuka, dan muncullah Zalfa, Figo sudah siap dengan segala caci makinya.

"Lalala...," Zalfa bersenandung. Dia tidak ingin terlihat sakit. Tidak senang cari perhatian, sekalipun senang kalau diperhatikan.

Baru saja, dia mendudukkan diri pada kursi kesayangan. Karena dia sendiri yang membeli dan memilih desainnya. Ya meskipun uangnya tetap dari kantor.

Dia dikagetkan dengan berdirinya Figo. Tolong diperjelas. Di hadapannya saat ini Figo sedang menatap dengan penuh tanya. Rahangnya yang tegas dengan patahan-patahan karya Tuhan yang sangat luar biasa indah. Mampu mengalihkan dunia siapa saja. Termasuk Zalfa. Eum salah, mungkin hanya Zalfa saja sih. Yang lain biasa aja, contohnya Dewan dan Delvis. Oh ya Ampun, sorry mereka laki-laki juga.

"Ada apa?" Tanya Zalfa, yang masih terlihat santai.

"Lain kali, jangan sembarangan angkat telepon di handphone orang. Gak sopan." Figo berlalu, setelah mengatakan itu. Zalfa langsung berdiri dan mengikuti Figo pergi.

"Maaf," ucap Zalfa sembari memperhatikan kopi yang mengalir dari alat penyeduh kopi, dia tidak berani menatap si pecinta kopi pahit yang berdiri dalam radius beberapa centi meter darinya. Zalfa terlalu takut untuk dibenci seorang Figo.

Figo tidak menjawab, dia mengangkat kopinya lalu bersiap untuk pergi. Namun Zalfa menutup jalan dengan membentangkan tangan, agar Figo berhenti berjalan dan mau bicara padanya.

"Bersikaplah seperti orang dewasa. Kamu pikir ini lucu? Minggir!" Figo berbicara tanpa ekspresi sama sekali.

Perlahan Zalfa menurunkan tangannya, mempersilahkan Figo meninggalkannya.

"Pokoknya semua ini kesalahan Dewan dan Bang Delvis. Katanya mau bantuin, kalau tiba-tiba Figo marah. Awas kalian!" Gerutunya dengan kesal. Dia segera kembali ke meja kerjanya. Dan menatap horor kedua lelaki yang tidak bertanggung jawab itu. Mereka justru terlihat santai dan berpura-pura tidak melihat jika Zalfa sedang memperhatikannya.

Dia kembali ke meja kerjanya dengan lesu, sudah kesiangan, kena flu juga, dan sekarang malah dimarahin Figo. Dewan menggerakkan kursi kerjanya mendekat ke arah meja kerja Zalfa.

"Dia gak marah kan?" tanya Dewan sembari berbisik.

"Matamu!"

"Ya maaf, mungkin gak sih kalau si Ervina bilang Kamu yang angkat?"

"Iya, mungkin aja," ketus Zalfa.

"Marah?" tanya Dewan yang melihat ekspresi Zalfa yang datar.

"Dewan, Zalfa, kalian ini ya, sekarang waktunya bekerja. Jangan bergosip!" Teguran dari Delvis membuat Dewan harus kembali pada meja kerjanya.

Dewan tak kehabisan akal, dia mengirimkan pesan pada Zalfa, secara berturut-turut karena perempuan itu tidak kunjung membacanya. Hingga akhirnya Zalfa menyerah dan membuka pesan tersebut.

Zal, buka laci!

Zalfa melirik ke arah Dewan, tapi dia terlihat sangat fokus bekerja. Perempuan itu membuka laci dan melihat ada sebuah bingkisan kecil. Isinya adalah jepitan rambut, bahkan masih ada harganya di sana. Zalfa buru-buru mengirimkan pesan pada Dewan.

Nanti uangnya diganti!

Setelah mengirimkan pesan, Zalfa segera memakai jepit rambut tersebut. Kebiasaannya saat bekerja, tidak bisa menggerai rambutnya.

Dewan tersenyum, awalnya dia hanya iseng saja, membeli jepit rambut. Ketika diperjalanan dia melewati sebuah sekolah dasar di sana ada pedangan yang menjual aneka mainan dan jepitan. Dewan teringat pada Zalfa, dia membeli satu jepitan seharga lima ribu rupiah yang sengaja label harganya tidak dia copot.

Mereka semua mulai bekerja, karena waktu sudah menunjukan pukul delapan.

"Guysss, Zalfa mau fotocopy, ada yang mau sekalian nitip?" Teriaknya mengagetkan manusia-manusia yang sedang fokus bekerja.

"Saya tidak. Belum ada yang harus di-fotocopy," ucap Delvis, lalu Zalfa melihat ke arah Dewan, lelaki itu menggeleng-gelengkan kepalanya. Sementara Figo,

"Gak perlu. Masih punya kaki buat jalan." Tanpa menatap ke arahnya.

Zalfa berjalan keluar dari ruangan, sembari menggerutu.

"Iya lah, kaki emang buat jalan, siapa yang bilang, kaki buat main congklak."

Zalfa berjalan ke lantai bawah, dia tidak berani naik elevator sendirian. Dan memilih naik tangga darurat. Hitung-hitung olahraga saja. Sampai di tempat fotocopy-an kantor, ternyata harus antri. Ada 3 orang yang sedang menunggu giliran.

"Figo. Katanya tadi enggak mau fotocopy?" tanya Zalfa heran. Ketika Figo ada di sebelahnya, membawa beberapa berkas.

"Gak ada yang bilang gak mau," ujarnya dengan cepat dan datar.

"Figo kenapa sih? Ketus mulu sama Zalfa. Kan udah dibilang gak sengaja." Suaranya mulai berubah serak.

"Jangan buat kesal bisa? Ini sedang jam kerja, bukan waktunya membahas persoalan pribadi."

"Figo banyak berubah," ucapnya dengan lirih. Matanya sudah berkaca-kaca.

"Sudah gilirannya Mba," ucap petugas fotocopy. Mesin fotocopy di sini, memang ada petugasnya karena jika tidak mesin akan cepat rusak. Karena tidak semua bisa mengoperasikan dengan benar.

"Ini Pak, " Zalfa memberikannya, lalu berdiri di depan mesin tersebut, menunggu sebentar, lalu pergi dari tempat itu, sebelumnya dia sempatkan untuk berpamitan pada Figo.

"Zalfa duluan ya."

Figo diam saja, dia berdiri dan melewati Zalfa. Kalau soal beginian mah, Zalfa sudah kebal. Dia gak akan kesinggung atau marah. Dicuekin Figo, adalah sarapannya setiap pagi.

Zalfa berjalan dia hendak naik elevator, karena ada Karayawan yang menunggu di depan elevator.

"Mbak, mau naik ke lantai berapa?"

"Mau turun Mbak."

Zalfa tersenyum kemudian berjalan menuju tangga elevator. Dia sudah pasrah, jika harus kembali berkeringat karena naik tangga.

Tangannya dicekal seseorang, dia melihat Figo menariknya, ke arah elevator. Sesampainya di depan elevator yang terbuka, Figo melepaskan tangannya dari tangan Zalfa. Figo dan anak kantor sudah banyak yang tau, kalau Zalfa phobia ketinggian.

"Mau bengong atau ditinggal?" pertanyaan tersebut, sontak saja membuatnya segera masuk ke dalam elevator. Dan bergabung bersama Figo.

Zalfa berpegangan pada pinggiran elevator, dia selalu takut, bukan bercandaan, dulu malah sempat pingsan. Karena nekat naik sendirian.

"Terima kasih Figo." Setelah tangannya digenggam Figo.

"Jangan berlebihan. Ini perintah Bang Delvis yang meminta untuk mengajak Kamu naik lift, zaman udah modern, kok naik lift aja takut. Dasar lemah."

Zalfa membuang muka, dia mencoba untuk memaklumkan dirinya sendiri. Bahwa Figo dengan segala sikap dan sifatnya, harus dia terima dengan lapang dada. Kalau diambil hati terus bisa darah tinggi


Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Rank -- Power Ranking
    Stone -- Power stone

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C3
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank NO.-- Power Ranking
    Stone -- Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login