Download App

Chapter 18: Part 18

Figo merapihkan pekerjaannya, setelah dia lihat, ternyata sudah pukul setengah sembilan malam, Delvis sudah pergi entah sejak pukul berapa, karena Figo sangat serius untuk menyelesaikan pekerjaannya. Setelah itu, dia keluar dari ruangan, berniat untuk pulang sebentar lalu ke rumah sakit.

Dering handphone Figo berbunyi, lelaki itu melihat ada seseorang mengirimkan pesan. Ternyata, itu adalah Ervina. Tidak seperti biasanya, hari ini Figo tidak terlalu bersemangat ketika Ervina menghubunginya. Namun sialnya, lelaki itu tetap menuruti apa yang ada di dalam pesan singkat itu.

Figo tidak jadi pergi ke tempat Zalfa. Tidak juga pulang ke rumah, lelaki itu memutuskan untuk langsung pergi ke suatu tempat, yang entah kemana.

Di tempat lain, Delvis sudah siap dengan pakaian yang lebih santai, lelaki itu tetap terlihat berwibawa.dengan kemaja santainya, jangan lupakan topi yang dia pakai, asli. Siapapun tidak akan ada yang mengira bahwa dia sudah berumur hampir kepala tiga. Dari sepanjang dia hendak ke ruang inap Zalfa, banyak pasang mata melihat ke arahnya, dengan tatapan memuja, dasar Delvisnya cuek, jadi tidak terlalu perduli dengan sekitar, dia tidak melihat betapa cemburunya pasangan seorang perempuan yang melihatnya sangat terpesona dengan Delvis.

"Abang!" Teriak Zalfa kegirangan. Dia sunggu bosan sekali dari tadi, karena Dewan sibuk dengan pekerjaannya. Zalfa tau diri, untuk tidak mengganggu pria itu, tapi sejujurnya dia sangat bosan.

Dewan yang mendengar teriakan Zalfa hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya. Beruntung yang melakukannya Zalfa, jika orang lain. Mungkin, Dewan akan kesal sekali.

"Kok seneng banget gitu, ada yang buat kamu kesel?" tanya Delvis pada Zalfa.

Delvis sih memang hanya bertanya pada Zalfa, tapi matanya menatap ke arah Dewan sebentar.

"Salahin aja terus. Siapa juga yang sakit, dan bikin kerjaan orang aja."

"Jadi, dari tadi lagi ngerjain tugas Gue?" tanya Zalfa merasa tidak enak hati pada Dewan.

"Menurut Lo? Dikira tugas negara? Mana bisa Gue."

"Dewan.. baik banget sih, jadi terharu."

Dewan memutar bola matanya, saat tau Zalfa mengedipkan mata pada Delvis. Zalfa sangat senang, kedatangan tamengnya. Ada teman untuk mengalahkan Dewan. Sedari tadi, dia diledeki oleh Dewan terus.

"Kalian ini, gak bisa banget ditinggal, benar-benar seperti anak kecil." Komentar Delvis membuat Zalfa tersenyum, dia memperhatikan Delvis yang terlihat berbeda.

"Bawa apa Bang?" tanya Dewan, karena Delvis memberikan bungkusan itu di atas meja dekat Dewan yang sedang bekerja.

"Minuman sama cemilan, kalau keluar pasti mager. Jadi, sekalian aja."

"Tau aja, emang lagi lapar." Dewan langsung membuka bingkisan itu. Sementara itu, Delvis menarik kursi single agar bisa duduk dekat Zalfa.

"Abang gak lagi kenapa-kenapa kan? Atau lagi bahagia?"

"Kenapa?" tanya Delvis merasa heran, karena Zalfa menatapnya begitu intens.

"Ganteng," ucap Zalfa dengan jujur. Dewan yang sedang minum kopi saja sampai tersedak.

Jangankan Dewan, Delvis pun merasa kaget, kenapa bisa Zalfa memujinya tanpa beban begitu, tidak tahukah. Bahwa Delvis seorang pria normal, walaupun sudah biasa mendengarnya. Pria itu tetap saja salah tingkah, belum lagi barusan ucapan Zalfa itu terdengar sangat tulus. Dia jadi salah tingkah.

"Whahaha. Abang, mukanya kayak tomat."

"Awas Kamu ya," ujar Delvis mencoba untuk memalingkan wajahnya agr tida terlihat oleh Zalfa. Namun pandangan matanya justru bertemu dengan Dewan.

"Kenapa Kamu lihatin saya begitu?" tanya Delvis tegas. Lelaki dengan segala egonya. Delvis dalam sekejap, sudah terlihat biasa aja.

"Ganteng doang, digombalin sedikit aja salting," ledek Dewan, kemudian kembali bekerja.

Figo datang ke sebuah gedung yang sama seperti malam kemarin, saat dia menjemput perempuan itu. Perempuan yang sangat dicintainya, perempuan yang orang kenal sebagai tunangannya saat ini, perempuan yang membuat Zalfa salah di mata orang-orang, karena ingin menghancurkan hubungan Figo dengan wanita itu. Beruntungnya dia, sudah pintar, cantik dan juga dicintai, siapapun akan merasa iri dengannya, apalagi Zalfa.

"Maaf menunggu lama," ucap Figo.

"Harusnya Aku yang minta maaf sama Kamu, karena aku langgar perjanjian kita lagi dan lagi," perempuan yang selalu berkata dengan nada yang lembut itu, terdengar sangat merasa bersalah, Figo tidak tau harus berkata apa.

"Ayo naik!" Perintah Figo, karena dia merasa tidak ada yang harus dimaafkan. Mungkin, Ervina belum bisa terbiasa dengan permintaannya sendiri.

Flashback on

Di malam itu, malam Figo menyanggupi untuk dirinya ikut bersama yang lain ke tempat karoke, dan Figo pulang duluan. Alasannya sangat mudah, karena dia harus menjemput Ervina di kostan temannya.

Itulah alasan, kenapa Figo juga menyanggupi untuk ikut ksrokean bersama teman-temannya, sekalian menunggu Ervina main. Pacar yang sangat amat bisa diandalkan bukan?

Semua masih baik-baik saja, pikir Figo. Tapi, kenyataannya adalah saat dia sudah sampai di depan kostan teman Ervina. Perempuan itu sudah pulang lebih dulu, Figo merasa ada yang tidak beres. Akhirnya lelaki itu memutuskan untuk mendatangi tunangannya di rumah.

Tidak semua tau, bahwa hubungannya dengan Ervina belum direstui sepenuhnya oleh orangtua sang perempuan. Tapi, karena cinta, perlahan orangtua Ervina mulai luluh. Mungkin, mereka melihat Figo dari sisi yang lain, lelaki itu pada dasarnya memang sudah baik. Malah, sangat baik.

"Malam Om, Ervinanya ada?" tanya Figo, setelah memberi salam, dan dibalas oleh Ayah Ervina yang ternyata sedang duduk di teras.

"Ada, baru saja datang. Tumben tidak diantar Kamu?"

"Iya, tadi Saya ada urusan. Setelah selesai makanya langsung ke sini."

"Ya sudah, tunggu dulu. Nanti Saya yang akan panggilkan Ervina."

"Baik Om, terima kasih."

"Iya," jawab ayah Ervina. Lalu masuk ke dalam rumah dan memanghil anaknya.

Tak lama seseorang membawakannya minum, Figo pikir itu sang kekasih ternyata asisten rumah tangga di rumah Ervina. Ya, Ervina memang orang berada. Mungkin, itulah salah satu alasan sampai saat ini Figo belum direstui oleh orangtua sang pacar.

"Makasih Bi," ujar Figo.

"Iya, sama-sama, Den Figo lagi marahan ya sama Nona, soalnya tadi Bibi lihat, Non Ervina kelihatan sedih, kayak orang habis nangis malah."

"Enggak kok Bi," jawab Figo jujur, dia memang merasa tidak sedang marahan dengan Ervina. Kalau pacarnya yang marah, mungkin iya.

"Bi, Saya pengen coklat panas, tong buatkan."

Suara seseorang yang seperti habis menangis itu, tidak salah lagi adalah Ervina.

"Baik Non," ucap Bibi. Lalu pamit pergi membuatkan minuman.

"Kamu kenapa pulang duluan?" tanya Figo to the point.

"Kamu pikir, Aku mau nungguin Kamu yang lagi hangout sama perempuan lain? Asik ya, abis ngapain? Chek-"

"Kamu ngomong apa sih?" tanya Figo. Kenapa juga Ervina bisa tau dia pergi bersama perempaun, terlebih orang tersebut adalah Zalfa, Ervina sangat membenci Zalfa.

"Kamu lagi ngapain, ketika Aku nelpon Kamu? Lagi di kamar mandi?"

"Kamu, nelpon Aku?" tanya Figo kaget, lelaki itu langsung mengambil handphonenya dari saku celana. Dan melihat panggilan masuk. Ternyata benar, Ervina menelponnya.

Flashback off

Dari situlah, Ervina dan Figo marahan, dan esok harinya, Figo marah pada Zalfa.

Hai semuanya.. support Aku ya, agar aku semakin semangat updatenya setiap hari, jangan lupa untuk review cerita ini. Terima kasih.


Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Rank -- Power Ranking
    Stone -- Power stone

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C18
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank NO.-- Power Ranking
    Stone -- Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login