Download App

Chapter 233: CH.233 Mengatur Sekolah Feliha

Apa yang terjadi jika aku membuat janji kepada Feliha dan melupakannya untuk beberapa waktu saat? Jawabannya cuma satu, maka Feliha akan terus mengingatkanku setiap saat sampai aku tidak tahan untuk tidak mengurusnya dengan cepat. Lagipula ini anak selalu bersemangat, kalau aku tidak menurutinya bisa jadi masalah besar nanti.

Sesuai permintaan Feliha, aku meminta IAI untuk mencarikan daftar semua sekolah yang memiliki TK dan campur antara laki-laki dan perempuan. Tentu saja yang beginian bukan masalah bagi IAI. Ngomong-ngomong aku sudah meluncurkan satelit lagi tentunya yang bisa kugunakan di seluruh dunia Heresia sebagai satelit pengoleksi informasi dan pengawas.

Sekarang masalahnya adalah sekolah mana yang terbaik untuk Feliha. Kalau aku pikir tentu saja yang terbaik, tetapi memikirkan resiko pergaulannya, orang kelas atas cenderung sombong. Bukan semuanya, tetapi kebanyakan, jadi aku ingin sedikit menghindari itu. Oh ya, paling aku mencari yang di dekat rumah saja sejak Kieralah yang harus mengantar dan menjemputnya kecuali waktu aku punya waktu senggang.

"Feliha, kalau Feliha di suruh milih, Feliha ingin masuk ke sekolah yang mana dari antara 12 ini? Yang mana pun boleh."

Semuanya ada 30 lebih sebenarnya, 12 itu sudah sortiranku, dan masih kurang sebenarnya. Kalau mau bilang, yang masuk klasifikasiku secara penuh ya cuma ada empat. Memang aku mengharapkan Feliha memilih yang ada di empat klasifikasiku itu, tetapi kalau yang lain juga tidak masalah.

Membatasi seorang anak, apalagi yang masih kecil seperti ini itu adalah kesalahan terbesar. Justru anak dengan umur segini seperti Feliha cenderung untuk memiliki keinginan besar mengetahui segalanya juga pada masa aktifnya belajar mengembangkan diri. Itu juga alasan aku memikirkan faktor pergaulan tadi.

"Banyak sekali papa, Feliha bingung."

"Pelan-pelan saja, lagipula masih ada banyak waktu."

Bukan hanya waktu sih, masih ada banyak peluang juga. Kemungkinan besar aku akan menggunakan koneksiku dan ketenaranku untuk bisa membuka peluang baru jika masih tidak mungkin. Mungkin lain kali aku harus menghindari dan mulai mengurangi mengandalkan koneksiku seperti ini caranya kalau aku tidak ingin menarik banyak perhatian.

Soal Feliha bingung, apakah aku perlu menyortirnya lagi keempat yang sudah kupikirkan? Sebenarnya yang 12 itu sudah lumayan lega dan banyak pilihannya. Jadi kalau empat yang hanya sepertiganya terlihat seperti sedang memaksa saja. Sampai Feliha menyerah dan tetap bingung untuk memilih yang mana, aku tidak akan menyortirnya lagi.

"Umm, Feliha masih bingung, bolehkah Feliha panggil mama dulu?"

"Tentu saja, panggil mama saja sana. Jangan diganggu kalau masih sibuk tapi lho ya."

Dengan ceria Feliha turun dari pangkuanku dan keluar dari dalam kamaku dan Kiera. Entah apa yang sedang dilakukan Kiera, tetapi kebiasaanku itu duduk di kursi yang berseberangan dengan kasur. Oh ya, sebenarnya walau aku bilang ini monitor yang besarnya sedinding, ini juga bisa menjadi TV biasa kok. Kalau ada yang membuat bayangan ini TV biasa, kukatakan ini seperti proyeksi dari proyektor, tetapi lebih jelas.

Juga kalau masih ada yang menanyakan kepada harus mempunyai layar sebesar itu hanya untuk melakukan hal-hal simpel. Hei, aku bukan tipe orang yang meremehkan, terkadang manusia terlalu meremehkan sampai tidak siap melawan balik jika ada yang menekan. Tampilan sebesar ini juga membantuku untuk bisa melihat banyak data sekaligus, jadi efektif juga.

"Ayo mama!! Papa sudah memilihnya untuk Feliha tapi Feliha bingung."

"Iya, iya, mama di sini."

Uhhh, apa Feliha tadi mendengarkanku untuk tidak mengganggu Kiera kalau masih sedang sibuk? Ya semoga saja Kiera tidak sedang memasak, karena bisa kematengan atau gosong nanti. Ujung-ujungnya buang-buang makanan. Dan aku tidak tega membiarkan Kiera makan makanan gosong karena kata Kiera dia tidak ingin membuang-buang makanan walaupun gosong, sia-sia katanya.

Namun aku melihat Feliha yang menarik-narik Kiera dengan begitu cerianya itu tanda yang baik. Terkadang aku melamun memikirkan kalau tiba-tiba Feliha tidak seceria ini lagi, rasanya seperti kehilangan matahari yang cerah pasti di hidupku. Mungkin ini kasus yang sejak dulu kuhadapi, matahari ada, lalu menghilang, dan akhirnya yang baru muncul.

"Itu mama, papa memilih 12 sekolah untuk Feliha, tetapi Feliha bingung mau yang mana."

"Ohh banyak juga ternyata pilihan papa."

"Sebenarnya masih bisa kukurangi lagi menjadi empat, tetapi nanti terlihat begitu pelit dan membatasi untuk anak seceria Feliha."

Kiera yang mendengar ucapanku barusan tertawa kecil tanda mengetahui isi pikiranku. Lagipula Kiera pasti mengenal diriku dengan baik tanpa aku harus menjelaskan sebenarnya apa isi pikiranku. Istri yang baik itu pasti memperhatikan suaminya sedalam mungkin karena terkadang apa yang tidak bisa dilihat orang itu bisa dilihat oleh pasangannya sendiri.

Sekejap Kiera ikut memikirkan untuk Feliha sekolah yang kira-kira punya potensi besar di mana yang bisa Feliha masuki. Oh ya, karena Kiera perlu tahu detailnya tentang apa yang kupikirkan dan ketentuan apa yang kuterapkan, detailnya sudah kuberikan di bawah semua penjelasan lain, tidak lupa dong tentunya. Buat orang sepertiku data adalah segalanya, tidak boleh dilewatkan.

"Kira-kira yang mana mama??"

"Bentar, bentar, pilihan papa juga membuat mama bingung ini. Sayang, bisa sortir ke empat yang kamu pilih paling bagus itu?"

"Tunggu sebentar, aku sortir dulu."

Kurasa masih terlalu sulit untuk Kiera bahkan memilih dari 12 pilihan. Lagipula memang membingungkan sih karena kualitasnya bisa dibilang hampir sama. Mau dibilang satu lebih baik dari yang lain juga tidak bisa. Kalau aku sih melihatnya dari CCTV kelakuan muridnya. Jangan bilang aku orang jahat atau hacker, aku pengamat, biasanya juga kuserahkan ke IAI semuanya.

Setelah kusortir semua yang kupilih paling baik yaitu hanya empat, Kiera sekali lagi mengamati dan membandingkan. Ini lebih sulit lagi, karena aku sendiri pun tidak bisa menyortirnya lebih dari ini atau hanya memilih satu. Kualitas empat sekolah ini hampir sama semua.

"Heafard, Kamburichi, Meakuaia, dan Forosolou, empat sekolah paling bagus setelah disortir sampai ke yang paling bawah ya…."

"Begitulah, aku sendiri pun tidak bisa memilih dari empat ini."

"Sama, aku pun tak bisa, susah ya? Feliha ingin pilih yang mana kira-kira dari antara empat ini sayang?"

Feliha saja sampai kesulitan berpikir itu, tidak tahu mau pilih yang mana. Memang tidak salah sih kalau sulit memilih karena semuanya ini sangatlah unggul dan terbaik. Juga ulasan dari para alumni sekolah ini tidak ada yang di bawah bintang 4.75 dari 5. Benar-benar memang sekolah unggulan yang kualitasnya tidak bisa diremehkan.

Selain itu, fasilitasnya pun tidak sebatas fasilitas seadanya, sangat lengkap di empat sekolah ini. Tidak hanya satu lapangan saja, tetapi juga ada kolam renang, lapangan estafet bersama marathon, lapangan turnamen, audiotarium atau biasa dikenal dengan teater, juga yang lainnya. Segala bidang bisa dibilang lengkap dengan fasilitasnya dan tidak ada yang kurang sedikit pun.

"Uaghh, tidak tahu, tidak tahu, Feliha pusssinggg."

"Hahahaha, kita masih ada waktu kok, tidak perlu memaksakan diri untuk masuk cepat."

"Ah kalau begitu kenapa tidak tanya dengan Shin atau Lala yang sudah lama di sini? Mereka setidaknya tahu mana sekolah yang paling berkualitas."

"Tidak buruk, nanti coba tanya. Untuk sekarang kita biarkan saja dulu."

Karena hari sudah agak sore juga dan hari ini aku libur, makanya aku ingin mengajak semuanya pergi ke restoran untuk makan malam. Bukan hanya aku, Kiera, dan Feliha, tetapi juga dengan mama dan kedua orang tua Rie. Intinya malam ini aku ingin memuaskan diri di luar sambil menikmati angin malam yang segar.

Sekarang aku jadi berpikir, kalau misal keberadaan sihir pembangkit ini tidak pernah ada, apakah aku akan hidup sebahagia ini? Apa yang terjadi dengan kedua orang tua Rie nantinya kalau Rie sampai hilang sepenuhnya? Seperti biasa, banyak pertanyaan yang kumiliki, tetapi kusimpan sendiri saja karena itu tidak mungkin terjadi. Atau mungkin bisa dikatakan kemungkinannya terlalu kecil untuk terjadi.

Setiap hari buatku itu hari yang spesial. Tidak perlu alasan khusus untuk menikmati waktu bersama keluargaku sendiri bukan? Terkadang aku sampai terheran kenapa orang itu melupakan keluarganya sendiri demi kesenangan yang lain yang terbilang semu dan bisa hilang kapan saja. Sedangkan kalau bersama keluarga, mereka tidak akan meninggalkanmu dengan mudah dan tanpa alasan yang tidak jelas.

"Papa, lain kali kita pergi ke mall yuk, Feliha ingin jalan-jalan ke mall. Terus lain kali ke taman bermain air lagi, karena waktu itu belum sempat belajar berenang Feliha."

"Kalau Feliha ingin seperti itu mana bisa papa tolak, besok-besok kalau ada waktu ya?"

"Uhn! Uuuu, Feliha tidak sabar!!"

Mana bisa aku menolak ajakan anak sendiri kan? Atau keturunanku ya? Ya tidak begitu penting sih untuk sekarang, tetapi suatu saat Feliha harus tahu seluruh kebenarannya akan hal ini. Untuk sekarang ya cukup biarkan Feliha memikir bahwa dia adalah anak kami, dan aku juga Kiera adalah orang tuanya.

Kalau berpikir soal Feliha, kurasa lain waktu aku harus mengecek kondisi keturunanku yang lain. Waktu itu mereka dengan sombongnya bangga apa yang menjadi harta orang tua bahkan kakek nenek mereka. Namun sekarang semuanya sudah kulucuti, mereka haru bisa bertahan hidup sendiri tanpa harta warisan.

Malam itu terlewati dengan sangat bahagia, tiada emosi negatif yang bahkan lewat di benakku. Oh ya, kata orang tua Rie, mereka sudah melihat Feliha sebagai cucu mereka. Tidak salah sih sebenarnya, hanya aku cukup terkejut mereka bisa menerima hal semacam ini.

"Papa, mama, Feliha ingin main di situ. Ada ayunan besar yang bisa melihat pemandangan dari ketinggian di situ."

"Kalau sendirian bahaya, sama papa sana sayang."

"Ayo sini sama papa."

Alasan kenapa aku suka alam karena pada dasarnya manusia terbuat dari alam, hidup dari hasil alam, bertahan karena adanya alam, tetapi manusia justru merusak alam itu. Juga kenapa manusia harus sombong kalau mereka pada dasarnya hidup dari alam? Semuanya setara, tidak ada alasan untuk orang sombong satu sama lain. Yang penting hidup bahagia tanpa kekurangan saja cukup, tidak perlu ada kesombongan di antara manusia.


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C233
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login