Download App

Chapter 3: Putra mahkota Adam Dawson

"Hormat hamba, Yang mulia Markz," seru salah seorang pria paruh baya yang tengah membungkuk hormat.

Pria itu kembali menegakkan tubuhnya.

"Tidak perlu seperti ini Axton, kau membuatku malu," gerutu Markz.

"Hamba tidak bermaksud seper--"

"Kau ini bicara seolah aku adalah tuhanmu."

"Maafkan kelancangan hamba, yang mulia"

Markz menepuk pundak orang itu pelan, kemudian mengisyaratkannya untuk duduk di sofa.

"Axton, bagaimana kabar kerajaan Barat sekarang?"

"Berkat yang mulia, keadaan disana sudah cukup lebih baik," ujar Axton dengan senyum tulus.

Markz yang mendengar juga tersenyum tak kalah lebar, baginya ini adalah salah satu kabar bahagia.

"Jujur aku merasa sangat senang, terlebih kau adalah seorang kawan yang sudah ku anggap seperti saudara, tak ada alasan bagiku untuk tidak membantumu," kata Markz dengan gurat wajah tulus.

"Hamba merasa tersanjung yang mulia.."

"Jangan seperti itu Axton, bagaimanapun juga aku di hadapanmu tetaplah Markz, Markz kawanmu."

Axton hanya tersenyum canggung.

"Kau tidak berubah dari dulu, selalu begini," ujar Markz dengan nada sinis dibuat-buat.

"Baiklah, kau selalu saja memaksa Markz," lirih Axton yang berujung tawa keduanya.

Suara tawa mereka menyiratkan rindu begitu dalam terhadap satu sama lain, dua sekawan itu seolah seperti baru bertemu setelah bertahun-tahun.

Walau sebenarnya mereka sering sekali bertemu di beberapa kesempatan, namun saat itu keadaan tidak mengizinkan mereka untuk berbincang santai seperti saat ini.

"Axton, jangan hanya karna kerajaan Barat tunduk pada kerajaan ku, membuat pertemanan kita menjadi asing seperti ini."

"Markz, mudah saja kau bicara seperti itu, ada banyak tanggungan yang harus ku hadapi, apa tanggapan kerajaan lain kalau aku bersikap tidak sopan kepadamu?"

Keduanya kemudian larut dalam pembicaraan hangat, saling melepas tawa dan canda, seolah tak ada batasan yang menghalangi perbincangan mereka.

Hingga tanpa sadar, tiba-tiba seseorang mengetuk pintu ruangan mereka berada, membuat keduanya spontan terdiam.

Tok..

Tokk..

Cklekk..

"Ayah, penjaga itu bilang kalau ayah ada di si--"

Suara itu terhenti ketika melihat yang dimaksud tengah duduk bersama orang yang asing baginya.

Sempat terdiam, kemudian ia memutuskan untuk kembali menutup pintu ruangan tersebut, namun sebelum itu terjadi, Markz menghentikannya.

"Violet, kemarilah," kata Markz menghentikan langkah Violet.

Yang dipanggil pun perlahan berjalan mendekati sang ayah bersama tamunya.

"Ada apa, nak?" Tanya Markz

"A-aku dengar ayah ada di sini, jadinya aku kesini," jawab Violet lirih.

"Ada sesuatu? Atau ada hal yang ingin kau katakan?"

Violet mengangguk, ia ingin mengatakan sesuatu, tapi terhenti ketika melihat seseorang yang duduk tak jauh dari Markz.

"Katakan saja Violet."

"Nanti saja," jawab Violet setengah berbisik.

Markz dibuat penasaran oleh Putri sulungnya, namun ia menyadari bahwa Violet merasa enggan kalau mengatakannya didepan Axton.

"Violet, orang yang berada di depan ayah, adalah teman ayah, namanya Axton," jelas Markz kepada Violet.

"S-salam saya, Paman Axton." Violet menundukkan punggungnya sedikit, guna memberi hormat.

"Bukan Violet, dia adalah Raja dari kerajaan Barat."

Mata Violet membelalak, seketika ia merutuki kebodohan yang ia lakukan tadi.

"Hormat hamba, Yang Mulia Raja Axton." Violet kembali menunduk, namun kali ini lebih anggun lagi, ia harus bisa menampilkan citra seorang anak bangsawan dihadapan bangsawan lain.

Axton yang memperhatikan Violet sedari tadi pun terkekeh geli.

"Maaf mengganggu, kalau begitu saya permisi," lirih Violet yang kemudian hendak beranjak pergi.

"Violet, ayah tidak menyuruhmu pergi," balas Markz yang kembali menghentikan langkah Violet.

Meski terlihat ragu, Violet kemudian mendekati Markz dan membisikkan sesuatu di telinga ayahnya itu.

Tiba-tiba aura wajah Markz berubah menjadi serius, ditatapnya Violet dengan pandangan tegas.

"Kau melihatnya dimana Violet? Bagaimana bisa para prajurit tidak menangkapnya?"

"Ayah, penyusup itu kini sedang berada di depan pintu," Jawab Violet membuat kedua pria dewasa itu melongo.

Cklekk..

"Hormat hamba yang mulia, hamba tidak bermaksud lancang, tetapi tiba-tiba saja Tuan Putri Violet menyeret hamba kemari, hamba hanya tidak ingin Yang Mulia salah paham," ucap tiba-tiba seseorang yang baru saja membuka pintu ruangan tersebut.

***

Kini, masih di ruangan yang sama. Violet tengah berusaha menanggung malu mati-matian.

Dirinya berusaha agar ia tidak melakukan hal konyol lainnya, ia merasa sangat malu, sangat-sangat malu!

Ia menatap sekeliling ruangan, masih ada Raja Axton yang tengah berbincang santai dengan ayahnya.

Dan juga.. orang aneh tadi, yang awalnya ia kira sebagai penyusup.

Orang itu kini sedang duduk manis sambil menyeruput teh, tepat dihadapannya.

Dengan wajah polos, orang itu sesekali menatap wajah memerah Violet yang sedang dilanda rasa malu yang amat besar.

Bagaimana tidak? Baru saja ia mengetahui, bahwa orang aneh di hadapannya adalah anak dari Raja Axton, bisa dibayangkan sudah seberapa lancang perlakukan Violet kepada seorang Putra mahkota.

Hancur sudah citra dirinya, jika suatu saat berita ini sampai tersebar, ia sudah tidak bisa membayangkan betapa malunya ia kalau saat-saat itu terjadi.

Violet melirik laki-laki di hadapannya, jika diperkirakan bisa jadi laki-laki itu berusia lebih tua darinya.

Dan jika diperhatikan lagi, dirinya memang sangat bodoh, bagaimana bisa ia mengira laki-laki yang tengah mengenakan pakaian bangsawan seperti orang dihadapannya ini sebagai penyusup.

Ia masih melirik laki-laki itu, Tampan.

"Tidak terlalu tampan, hanya lumayan!" Tegas batin Violet kepada dirinya.

Tapi tak bisa dipungkiri, seperti hanyut dalam kharisma lelaki itu, Violet terus memperhatikan nya.

"Ada apa Tuan Putri? Apa penampilanku seburuk itu? Sampai-sampai mengira aku sebagai penyusup?"

Blush...

Pipi Violet kontan makin memerah, ia jadi ingin melarikan diri sekarang, ia malu bukan karna pertanyaan laki-laki itu, melainkan karna ia baru saja ketahuan tengah memperhatikannya.

"Ada apa Tuan Putri?" Tanya laki-laki itu masih dengan cangkir teh yang bertengger manis di sela jarinya.

"Ti-tidak apa!" Jawab refleks Violet.

Laki-laki itu merasa aneh dengan jawaban Violet, lebih tepatnya ia merasa tidak enak, dalam artian, ia takut kehadirannya membuat Violet kurang nyaman. Mungkin.

"Maaf bila membuat Tuan Putri merasa tidak nyaman, tapi sebelumnya, izinkan aku memperkenalkan diri terlebih dahulu.."

Violet mengangkat kepalanya menghadap laki-laki itu, jika dipikir, ia memang belum mengetahui nama nya.

Lelaki itu berdiri, kemudian menunduk dengan tangan kanan yang menyentuh dada kirinya.

"Namaku, Adam Dawson, Putra dari Raja Axton." Terdapat seulas senyum dibibir merah Adam, membuat jantung Violet menjadi tak karuan.

Setelahnya, Adam kembali mendudukkan dirinya, menatap lekat Violet masih dengan seulas senyum mengembang.

"Senang bertemu dengan anda Tuan Putri Agung Violet Charlotte," lanjut Adam.

"Ternyata memang benar apa yang selama ini diperbincangkan oleh para bangsawan, tidak ada seorang pun yang dapat mengalihkan pandangan bila bertemu anda Tuan Putri, bahkan aku pun sedari tadi menahan mati-matian agar tidak selalu menatap anda."

"Tolong berhenti, kau membuat perutku terasa sakit," batinnya, Violet memegangi perutnya yang terasa seperti dililit, setiap mendengar pujian dari Adam, entah kenapa rasa senang yang membuncah membuat perutnya terasa sakit.

Adam memperhatikan wajah Violet yang kini berubah pucat.

"Tuan putri, ada apa?"

***


Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Rank -- Power Ranking
    Stone -- Power stone

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C3
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank NO.-- Power Ranking
    Stone -- Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login