Download App

Chapter 4: [ It Is Not A Date ]

Khalisa mondar - mandir di depan lemari bajunya. Jam hampir menunjukkan pukul lima sore, yang mana berarti masih ada dua jam lagi sebelum janji temunya dengan Tristan.

"It is not a date!" Ulangnya untuk kesekian kali, yet she finds herself trying all her best clothes in the closet.

Seakan tersadar, Khalisa menghentikan apapun yang sedang dilakukannya. Ia kemudian terkekeh pelan sambil mengutuki dirinya yang bertingkah seperti remaja baru puber kemarin.

Tanpa pikir panjang, Khalisa akhirnya memutuskan untuk tidak mengganti apapun yang sedang dipakainya.

It is not a date.

Tegasnya sekali lagi.

Diraihnya ponsel yang berkedip beberapa kali. Tristan mengirimkannya sebuah chat.

See you there 🤚🏼

📍Giyanti

Tristan really won't stop, will he?

.

.

Siapa pun yang melihar Tristan saat itu pasti bisa merasakan jika ia tidak main - main dalam melancarkan usaha untuk mendekati Khalisa. Dia bahkan rela menyiapkan kopi untuk mereka berdua sendiri langsung dari dapurnya. Untung coffee shop itu milik salah satu anak teman maminya, jadi bisalah dilobi.

Tristan mengintip dari dapur ketika ia mendengar suara pintu masuk terbuka. Selama lima menit belakangan perhatiannya memang terfokus pada pintu masuk. Kali - kali Khalisa udah nyampe kan?

Namun, alih - alih Khalisa, yang muncul malah Taluna, adik perempuannya yang terpaut setahun darinya.

"Tristan? Lo. . Bukannya pergi sama Aurora?"

"Deeeeh. . Si Luna. Gue bohong ke Mami, biar nggak ditanya - tanya. Udah sana lo!"

"Lah? Terus lo ngapain? Part time?" Luna sampai heran sendiri melihat kelakuan kakaknya itu.

"Udah sana! Berisik amat sih lo!"

"Eh gue belom pesen kopi!"

Pintu utama kembali terbuka, kali ini benar - benar Khalisa yang datang.

"Lo pesen aja sama yang lain!" Tristan buru - buru meninggalkan Luna dan berjalan menghampiri Khalisa yang tampaknya juga sedang mencari keberadaannya.

"Hai. ." Tristan menepuk bahu Khalisa yang berdiri memunggunginya pelan.

Menilik dari pilihan outfit sang model, tampaknya Khalisa benar - benar menganggap pertemuan mereka ini bukanlah sebuah ajakan kencan. Tapi nggak apa - apa, Tristan tetap suka. Khalisa mah pakai apa aja tetap cantik.

Khalisa mengerutkan dahinya melihat Tristan yang berdiri di hadapannya lengkap dengan senyumnya. Kemudian perempuan itu bertanya, "Kerja?"

"Nggak sih, tapi aku harus mastiin beberapa hal supaya ini nggak jadi pertemuan terakhir kita." Jelas Tristan sambil mempersilahkan Khalisa duduk di tempat yang sudah dipersiapkannya sedari tadi.

"Ini memang yang terakhir." Sanggah Khalisa.

"Mm. . Mm. . Ini bukan yang terakhir." Tristan bersikeras, "Tunggu bentar!" Tristan kemudian bergegas ke dapur untuk membawakan minuman yang sudah susah payah disiapkannya. Secangkir Espresso dengan tambahan Canele serta caramel ice cream di atasnya.

"Tan, itu yang sama elo Khalisa bukan? Yang model itu?" Luna yang duduk tak jauh dari counter pemesanan buru - buru menghampiri Tristan sebelum yang lebih tua itu kabur lagi darinya.

"Apa sih, Lun!!? Gue lagu ribet nih!" Protes Tristan.

"Ih anjir! Beneran Khalisa Falck! Anjir! Anjir! Gue speechless! Tan kenalin gue dong! Gue suka banget sama dia!!" Rengek Luna.

"Next time!"

"Sekarang aja! Mumpung orangnya ada! Taaan ayooo dooong~"

"Luna, next time, okay? Ini urusan hidup mati gue nih! Jangan diganggu dulu!"

"Gue aduin Mami ya?" Ancam Luna.

"Eh! Jangan! Jangan! Yah. . . Lun! Lo ah! Nggak asik!"

"Abis, lo nya! Sok misterius, pake urusan hidup mati! Hidup - mati tuh urusannya sama Tuhan! Bukan sama Khalisa!"

"Lun. . Beneran deh! Next time ya~ please. ."

"Bodo! Gue kesel!"

"Tas baru mau?"

Luna sedikit tergoda.

"Tas gue banyak!"

"Tas baru plus sepatu?"

Oke! Luna menyerah.

"Awas lo kalau bohong!"

"Iya! Iya! Nanti kalau lo mau beli ajakin gue aja."

"Thank you Tristanku~" Luna kemudian memeluk Tristan dan tak lupa menghadiahkan sebuah kecupan di pipi kirinya sebelum akhirnya pergi keluar dengan cappucino-nya sehingga Tristan bisa kembali memulai misinya.

"Nih!" Tristan meletakkan kopi buatannya di hadapan Khalisa.

"Yang tadi, pacar kamu?" Tanya Khalisa out of nowhere kemudian menyesap kopinya.

Tristan menyipitkan matanya sambil menatap Khalisa penuh selidik.

"Kalau iya kenapa? Kalau nggak kenapa?" Balas Tristan.

"Ya, kalau dia pacar kamu harusnya kamu nggak gangguin saya lagi." Jawab Khalisa sewot.

"Kalau dia bukan pacar aku, berarti aku boleh gangguin kamu nih?"

"That's not what I meant." Khalisa menggelengkan kepalanya.

"Ya kalau maksudnya itu juga nggak apa - apa kok."

Khalisa menyerah. Perempuan itu akhirnya memilih untuk diam. Percuma mendebat Tristan, jawabannya adaaaa aja.

"Sorry. ." Ujar Tristan memecah hening diantara mereka berdua.

"Untuk apa?"

"Aku sama sekali nggak maksud bikin kamu kesel sama aku. Sumpah!" Tristan mengacungkan jari telunjuk dan jari tengahnya membentuk huruf V.

Khalisa menghela napasnya, kemudian berkata, "Saya juga minta maaf karena selalu jutek ke kamu. Tapi saya punya alasan sendiri kenapa saya bersikap kaya gini."

"Kenapa emangnya?"

"Biar kamu nggak suka sama saya."

Tristan berusaha mati - matian menahan tawanya, tapi gagal total. Ia malah tertawa terbahak - bahak mendengar penuturan Khalisa.

"Biar aku nggak suka sama kamu atau kamu nggak suka sama aku?" Tanyanya kemudian.

"Kamu nggak suka sama saya." Jawab Khalisa yakin.

"Kenapa aku nggak boleh suka sama kamu? Hmm?"

"There are plenty of reasons why you shouldn't like me. Yang paling dasar aja, perbedaan umur kita. Kamu itu masih 22, mending kamu deketin perempuan lain yang seumuran sama kamu." Mulai Khalisa.

"Yang kedua?"

"Saya itu temen tante kamu. And I hope you respect that."

"Masih ada lagi?"

Khalisa terdiam sejenak, kemudian berkata, "Saya udah pernah menikah."

.

.

"Saya sudah pernah menikah."

Khalisa tidak bisa mengartikan tatapan Tristan padanya. Namun yang pasti ia rasa Tristan akan menyerah mengganggunya.

"Udah pernah?"

"Hmm. . Saya pernah menikah."

"Terus suami kamu?"

"Mantan suami maksudnya?"

"Punya anak?"

"Kamu nggak harus tau semua hal tentang hidup saya."

Dia bakal berhenti kan?

Batin Khalisa.

.

.

"Oke. ." Mulai Tristan lagi sebelum Khalisa pergi meninggalkannya.

"Oke apa?"

"Aku nggak boleh suka sama kamu kan?"

"Hmm. ."

"Oke. ."

"Oke apa? Kita bakal selesai disini kan?"

Tristan tersenyum hangat.

"Kamu aja yang suka sama aku."

"Hah?"

"Iya, karena aku nggak boleh suka sama kamu, jadi kamunya aja yang suka sama aku."

"Are you nuts?"

"Nuts enough to do this."

"Tristan!"

"Kamu sadar nggak sih dari tadi aku nggak manggil kamu pake 'tante'? Aku seniat itu, Kal. Seniat itu."


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C4
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login