Download App

Chapter 3: SELAMAT PAGI RAIN: KEKHAWATIRAN RAI (2)

Masih berbaring dengan selimut tebalnya, ia menjadi terbangun karena mendengar suara teriakan seseorang. Tentu, dirinya tahu siapa yang saat ini tengah berteriak diluar kamarnya itu sehingga membuat Rain langsung berdecak kesal.

"Duh, berisik banget sih! Ganggu orang lagi enak tidur aja, huh!" geramnya yang lalu kembali mencari posisi ternyamannya untuk tidur.

Namun, lagi-lagi ia mendengar gedoran pintu yang begitu kencang. Terpaksa mau tak mau dirinya bangun dari tidurnya dengan keadaan yang masih setengah sadar itu.

Dengan mata yang masih terpejam erat, ia mencoba menuruni tempat tidurnya. Namun, karena itu ia menjadi terjatuh ke lantai. Rain meraba bokongnya yang sedikit sakit itu lalu kembali mencoba berdiri.

Ketika hendak berdiri, kaki kanannya begitu sakit bahkan terasa ngilu untuk sekedar digerakan. Dalam hitungan detik, Rain langsung menangis, rasanya benar-benar sakit lebih sakit dari patah hati.

"KAKI GUE, HUAAAAA!!!"

Diluar kamar, Rai yang mendengar teriakannya langsung kembali menggedor-gedor pintu begitu keras. "RAIN, KAMU KENAPA?! RAIN, RAINA BUKA PINTUNYA!!!" ujarnya.

Tidak ada pilihan lain selain mendobrak paksa pintu kamarnya, Rai pun menyimpan nampan diatas meja yang ada disampingnya lalu mengambil langkah mundur sebelum pintu itu benar-benar di dobrak.

"RAIN, MAAF AKU DOBRAK PINTUNYA YA!"

Dalan hitungan detik, Rai langsung berlari agar pintunya itu berhasil terbuka.

Brak!

Pintu pun berhasil terbuka, disana Rai melihat sahabatnya yang terduduk dilantai dengan wajah yang sudah memerah sembari meringis. Tanpa pikir panjang, laki-laki itu langsung menghampiri gadis tersebut lalu membawanya kedalam pelukan.

"Rain, kamu kenapa?!" tanya Rai yang kini sedang menenangkan sahabatnya itu. Tatapannya langsung tertuju pada kaki yang sedari tadi diusapnya oleh Rain, melihat itu laki-laki tersebut langsung mengerti. "Kaki kamu sakit?"

Rain yang masih menangis tersedu-sedu pun hanya menjawab dengan anggukan kepala, sedangkan Rai sedikit gemas melihatnya. "Dasar ceroboh," ujarnya tepat ditelinga gadis itu membuat sahabatnya langsung mendengus kesal.

Tak lama datanglah kedua orang tua Rain, Rendi dan Mitha berjalan tergesa-gesa karena mendengar suara teriakan serta dobrakan yang berasal dari kamar putri mereka.

"Ya ampun! Sayang, kamu kenapa?!" tanya Mitha. Rain masih diam menangis dalam pelukan Rai, sedangkan laki-laki itu yang mengeti pun langsung menjawabnya, "Rain kayanya terkilir, Ma," jawabnya.

Setelahnya Rai langsung mengangkat tubuh Rain, bermaksud membawanya kembali ke tempat tidur gadis itu. Rendi lalu berjalan menghampiri putrinya dan mengecup pipinya sekilas, berkata, "Sayang, kamu hati-hati dong kalau jalan." Satu tangannya digunakan untuk mengusap lembut pipi anak semata wayangnya itu.

"Rain, Papa pergi dulu ya sama Mama, kamu di Rumah sendiri gapapa, 'kan?" lanjutnya lagi. Sejujurnya Rendi tidak tega dan tak mau meninggalkan putrinya ini sendirian, ia tahu kesibukannya membuat dirinya tak pernah punya waktu untuk sering berada dirumah, bahkan untuk sekedar menemani putrinya saja.

Rai terkekeh ketika melihat wajah gadis itu yang semakin ditekuk. Seakan mengerti, ia pun langsung berkata, "Eum ... Pa, Rai gapapa kok disini dulu," ujarnya yang langsung ditatap oleh Rain, Rendi dan juga Mitha yang kini sudah berada disamping suaminya. "Tadinya Rai mau ngajak dia pergi, tapi lihat kondisinya yang gak memungkinkan, jadi lebih baik disini aja."

Rendi dan Mitha dapat menangkap raut wajah putrinya yang merengut kecewa karena Rai memutuskan tidak jadi pergi. Padahal Rain merasa bosan karena akhir-akhir ini dirinya tak pernah pergi kemanapun.

Alasannya, pacarnya tak pernah memperbolehkannya pergi keluar rumah tanpa dirinya. Ketika mendengar Rai akan mengajaknya pergi, mungkin setidaknya jika bersama sahabatnya itu, Rain akan bisa sedikit mengurangi rasa bosannya berada di Rumah.

Mitha tersenyum melihatnya, kedekatan kedua anak ini memang sudah tidak bisa dipahami lagi. Ketika bertemu mereka tak akan pernah bosan untuk bertengkar, tetapi jika tidak bertemu maka mereka akan sulit untuk dipisahkan, bahkan jika itu satu hari pun. Karena Rai yang sudah terbiasa direpotkan oleh putrinya, sedangkan Rain yang manja dan ceroboh ini sudah terbiasa dengan kehadiran laki-laki itu disetiap saat.

"Ya, udah, kalau gitu Papa sama Mama titip Rain sama kamu ya. Mama udah manggil tukang pijit buat kaki kamu, Sayang." Mitha menoleh pada anak laki-laki itu dan berkata, "Rai beneran disini gak apa-apa?" tanya Mitha.

Rai mengangguk mantap sembari tersenyum, "Iya Ma, gak apa-apa kok Rai disini dulu," jawabnya lalu menatap Rain yang kini juga tengah memandangnya. Melihat itu Rendi pun tersenyum lalu mengusap puncak kepala putra sahabatnya itu dengan sayang.

Benar, Rendi sudah menganggap Rai seperti putra kandungnya sendiri. Selain laki-laki ini adalah Sahabat kecil dari putrinya, ia juga bersahabat dengan Papa dari anak yang satu ini. Rendi dan Fadly bersahabat sejak SMA, hubungan mereka tidak pernah putus meskipun keduanya sudah sibuk dengan urusannya masing-masing.

Meskipun begitu, mereka berdua tidak pernah saling melupakan. Apalagi kini kedua anak mereka sudah berteman baik sejak mereka kecil dan itu membuat hubungan keduanya juga begitu erat.

"Ya udah, kalau gitu kita pergi dulu ya," ujar Rendi lalu menatap Rain, "Sayang, jangan ngerepotin Rai ya, kasian."

Rai mengulum senyumnya ketika mendengar ucapan Papa dari Rain, seketika terlintas ide jahil dipikirannya setelah mendengar hal tersebut. Gadis itu yang melihat tatapan aneh dari sahabatnya tersebut pun kini memicingkan matanya seakan sedang berkata 'Jangan macam-macam!', memperingati laki-laki itu.

"AAAAA RAI BERHENTI SAKIT!!!" teriak Rain, ia benar-benar sudah tidak bisa menahan rasa sakitnya yang begitu luar biasa menurutnya.

Hanya saja Rai tak mau mendengarkannya dan malah ikut berteriak. "KAMU GAK DENGER TADI KATA PAPA APA, HM?" ujarnya kepada gadis tersebut.

Rai mengulum senyumnya, ia benar-benar senang menjahili sahabanya. Melihat raut wajah Rain yang begitu kesal terhadapnya membuat laki-laki itu bena-benar gemas terhadap gadis itu.

"GAK," balasnya. Kedua matanya menatap tajam seseorang yang berada di hadapannya saat ini dengan kesal, "GAK DENGER!"

Mendengar itu seketika Rai menyeringai lebar, ia menatap gadis yang ada di hadapannya saat ini dengan seringaian tipisnya. Kemudian dirinya mengulum senyum sebelum akhirnya berkata, "Oh, jadi kamu mau dibikin makin sakit, hm?"

Rain langsung membulatkan kedua matanya, "KYAAA!!! ENGGAK-ENGGAK, AMPUN RAI!!!" Gadis tersebut sudah tidak kuat lagi dengan pijatan yang dilakukan laki-laki itu. Seketika matanya kembali berkaca-kaca, Rai yang melihatnya pun langsung menghela nafas lalu menatap kaki gadis tersebut, dan berkata, "Coba sekarang gerakin," titahnya.

Namun, bukannya menurut, gadis itu malah menangis. Rai langsung mendekat dan memeluknya dengan begitu erat. Sungguh, laki-laki itu tidak pernah bermaksud membuat Rain-nya menangis.

"Maaf, aku gak bermaksud Rain."

Tidak lama setelahnya terdengar suara deruan motor dari luar Rumah yang membuat laki-laki itu dengan sangat terpaksa melepaskan pelukannya. Mau tak mau Rai pun langsung berjalan mendekati jendela untuk memastikan siapa yang baru saja memasuki pekarangan Rumah Rain.


Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Rank -- Power Ranking
    Stone -- Power stone

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C3
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank NO.-- Power Ranking
    Stone -- Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login