Download App

Chapter 40: Flash back (Rencana Pernikahan)

Meja bundar kayu dengan design mewah bertengger di tengah dua keluarga yang sedang mengadakan pertemuan penting membicarakan rencana perjodohan dua muda-mudi yang kini duduk saling berseberangan dan saling menatap satu sama lain.

Malam ini Angga dipertemukan dengan calon pengantinnya, perempuan pilihan sang ayah karena perjanjian bisnis yang menjanjikan.

"Laura, bagaimana dengan butik yang baru kamu buka, apakah berjalan lancar?" Tanya farhan kepada calon menantunya.

"Ah.. iya sangat lancar om, karena lokasi butiknya benar-benar sangat strategis" jawab Laura sedikit kikuk karena dia sempat terpaku oleh pesona rupawan calon suaminya sebelum suara dalam sang calon mertua terdengar ditelinganya.

Perbincangan dilanjutkan dengan pembahasan lainnya, sedangkan Angga yang sedari awal lebih banyak diam dan hanya bicara ketika ada pertanyaan saja, bahkan jawaban yang ia berikan terdengar begitu singkat.

Kedua lelaki paruh baya itu antusias membahas rencana pernikahan kedua anak mereka, dan para ibu juga tak kalah antusiasnya bergabung dengan suami mereka.

Padahal salah satu calon pengantinnya terlihat begitu tidak perduli, bahkan Angga berharap bisa segera pulang kerumah, atau tidak bertemu Indah saat ini.

Beda halnya dengan Laura, ia terlihat begitu menyukai Angga, bahkan saat ini pipinya merona setiap kali matanya bertemu pandang dengan Angga.

"Oke baiklah, kalau begitu kita sepakat resepsi pernikahannya diadakan diawal bulan september, bagaimana Angga kamu setuju?" ucap Reno (ayah Laura) sambil menatap sang menantu.

Angga diam, bingung harus menjawab apa, bahkan jika boleh ia ingin menolak perjodohan ini.

"Tentu saja anak-anak akan setuju saja kalau orang tua yang sudah memilihkan tanggal" timbrung Farhan menggantikan jawaban anaknya, sambil menepuk pundak Angga yang duduk di sampingnya.

Angga melirik kearah sang ayah, kemudian menatap canggung ke arah calon mertuanya "iya om" balas Angga diiringi anggukan samar.

Sekali lagi tawa bahagia para tetua itu menggema didalam ruang PVIP sebuah restoran ternama yang memang sudah disiapkan untuk pertemuan kedua keluarga itu.

***

Dibalkon kamarnya Angga monda-mandir kebingungan, sesekali tangannya menekan pelan ujung kepalanya yang saat ini terasa begitu pening mencari cara memutus hubungannya dengan Indah.

Satu bulan lagi pernikahannya akan dilangsungkan, dan harus secepatnya ia bicara dengan Indah mengenai hubungannya yang tidak akan bisa dipertahankan.

Tiga hari sudah berlalu, saat ini Angga dan Indah berkunjung ke apartemen setelah pulang kantor untuk beristirahat sebelum akhirnya mereka pulang kerumah masing-masing.

Angga merasa canggung dan kikuk karena tujuannya hari ini adalah mengatakan ucapan perpisahan kepada Indah, kalimat yang sudah ia rancang sedemikian rupa begitu sulit untuk dijabarkan.

Bahkan hatinya terasa begitu sakit ketika menatap wajah Indah yang terlihat sangat senang berada didekatnya.

"Sayang, aku kangen banget sama kamu, dua hari ini kamu susah banget sih dihubunginnya, memang masalah kantornya masih belum selesai?" Ucap Indah sambil memeluk Angga, dan menyandarkan kepalanya didada bidang sang kekasih hati.

"Eh... ah.. i-iya.." jawab Angga kikuk, tangannya gemetar dan dingin, ia sungguh tak sanggup jika harus melukai wanita yang ada dipelukannya sekarang.

Indah mendongakkan kepalanya, menatap lekat wajah Angga yang juga menatapnya saat ini.

Perlahan Indah mencumbu bibir lelaki yang masih memeluknya erat, Angga membalas cumbuan Indah tanpa jeda, ia terlalu frustasi memikirkan ucapan yang sesugguhnya tak ingin ia ucapkan.

Jika harus jujur dan jika bisa, saat ini ia ingin membawa Indah kabur dan pergi sejauh mungkin, menghindar dari kekangan ayahnya, namun apa daya terlalu mustahil untuknya.

Angga melampiaskan ketidak berdayaannya terhadap Indah, ia rengkuh dan peluk Indah seerat mungkin saat ini.

Pagutan Angga semakin panas melumat bibir lembut Indah, dan semakin rakus menjelajah kegaris leher sang wanita.

"shhaah... sayang kita belum mandi loh" ucap Indah diselingi desahnya.

Angga tak merespon dan membungkam mulut Indah dengan lidahnya lagi, bahkan tangannya langsung meremas kedua pantat Indah yang berbalut rok span navy.

Angga semakin agresif membuai dan menyentuh segala milik Indah saat ini, ia hanya ingin bercinta dengan Indah, hidup bahagia bersama dengan Indah seperti rencana sebelumnya.

"Sayang, pakai pengamannya dulu!" Seru Indah ketika batang kekar sang kekasih sudah siap menggagahi miliknya.

Angga tak menggubris ucapan Indah, tanpa pengaman seperti yang biasa ia gunakan Angga membenamkan begitu saja jagoannya kedalam lubang hangat Indah.

"Shhhaaahng" desah Indah tanpa menolak perlakuan Angga. Ia hanya berfikir kalau sebentar lagi hubungan mereka akan berlanjut kejenjang yang lebih serius, jadi tidak apa-apa jika memang tak menggunakan pengaman saat ini, toh Angga akan bertanggung jawab padanya.

Angga menghujam penisnya tanpa jeda, bahkan malam ini ia habiskan hanya untuk Indah, ia tak ingin pulang kerumah, yang ia butuhkan hanya Indah.

***

"Ayah, aku menolak perjodohan ini" ucap Angga lantang sambil berdiri didepan meja besar kantor ayahnya.

"Kamu bicara apa? Omong kosong! Kamu ingin membuat ayah malu hah?! Atau kamu mau membunuh ayahmu sendiri terkena serangan jantung?! Bagaimanapun juga pernikahan ini akan tetap berlangsung" tegas Farhan penuh amarah setelah mendengar penjelasan sang anak yang paling dipercayanya.

Angga diam, ia tak mampu melanjutkan penolakannya, bahkan ayahnya mengancam dengan nyawanya, akhirnya Angga melenggang keluar dari ruang sang ayah.

Tidak ada pilihan lain, bagaimanapun ia telah kalah dan ayahnya yang menang.

Hari demi hari berlalu, Angga memilih menjauh dari Indah bahkan ia selalu beralasan jika saat ini ia ada diluar kota karena ada tugas dari sang ayah.

Indah yang belum tau apa-apa pun hanya menelan mentah-mentah kebohongan sang kekasih yang sangat ia rindukan saat ini.

***

Suara bas Dimas merdu terdengar mengikuti lagu yang sedang dinyanyikan dari radio mobilnya, wajah manis nya terlihat begitu sumringah hari ini.

Sambil terus melantunkan lagu favoritnya yang kebetulan diputar disaluran itu, tanpa rasa kesal ia tetap santai melewati jalan raya yang sedikit padat hari ini.

Baginya ini weekend paling menyenangkan, karena sebentar lagi ia akan menjemput sang pujaan hati yang akan dibawa menjadi pendampingnya hari ini.

Mobil sport Dark silver diparkirnya apik didepan rumah sederhana bercat biru muda tanpa gerbang dan pelataran rumah yang tidak luas, bahkan mobil sport itu menempati sebagian jalanan karena memang tidak ada tempat untuk parkir mobil dirumah itu

Dengan gagah Dimas turun dari mobilnya sambil membawa paperbag besar dengan brand ternama terpampang disana, menatap rumah sederhana yang pintunya tertutup rapat, kakinya melangkah mendekat dan mengetuk daun pintu coklat yang warnanya sudah luntur.

Tak butuh waktu lama daun pintu terbuka sempurna dan wanita yang membuka pintu itu pun kini berdiri tepat dihadapan Dimas.

Sang wanita tertegun menatap Dimas yang terlihat berbeda dari biasanya, hari ini Dimas mengenakan pakaian formal dengan atasan jas abu-abu dan bawahan dengan warna senada.

"Ftt ha ha ha... mau cari siapa pak?" Tawa renyah Indah nyaring terdengar menatap sang sahabat dihadapannya.

"Pak! Enak aja emang gue bapak-bapak!?" Kesal Dimas yang tahu wanita didepannya sedang meledeknya.

"Abis tumben rapih begitu, ada angin apaan?" Ucap Indah masih diselingi tawa.

"Nih!" balas Dimas sambil menyodorkan paperbag besar yang dibawanya tadi ke Indah.

"Apaan nih?" Tanya Indah bingung setelah menerimanya.

"Pake tuh yang ada didalem, temenin gue kondangan" terang Dimas.

"Kondangan?! Kenapa malah ngajak aku, ajak pacar kamu dong, gimana sih!"

"Bawel, udah sana siap-siap, udah mau sore nih" paksa Dimas sambil medorong Indah masuk kedalam.

"emang siapa sih yang nikahan?!" Tanya Indah lagi penasaran.

"Gak usah banyak tanya, pake aja yang gue bawa"

Menyerah untuk mau tahu banyak akhirnya Indah masuk kedalam kamar.

"Siang tante Mel" sapa Dimas saat melihat Ibu Melati sedang duduk didepan mesin jahit, yang saat ini memang sedang menjahit pakaian.

"Siang juga nak Dimas, udah lama kamu enggak main kesini Dim?" Tanya Melati menghentikan kegiatannya.

"Iya tan.. sekarang kan Dimas kerjanya keluar kota terus, jadi jarang ada dirumah" terang Dimas sambil mendekat ke Melati untuk salim.

"Pesenan banyak nih tan!" Seru Dimas sambil melihat tumpukan baju yang sudah jadi dan terlipat rapih disampinnya.

"Iya pesanan ibu-ibu arisan Dim" jawab Melati.

Memang Indah dan Melati hidup sederhana, meskipun hanya seorang penjahit Melati berhasil menafkahi dan menyekolahkan anak semata wayangnya tanpa sosok suami disampingnya hingga bisa lulus kuliah dengan nilai baik dan bahkan sekarang Indah sudah bekerja diperusahaan besar.

Disaat Dimas dan Melati asik bercengkrama panjang lebar, datanglah Indah yang sudah rapih mengenakan midi dress potongan A-line dengan bahan brokat dan satin berwarna abu-abu senada dengan setelan Dimas.


Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Rank -- Power Ranking
    Stone -- Power stone

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C40
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank NO.-- Power Ranking
    Stone -- Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login