Download App

Chapter 3: Story 3 : Rasa Sakit Andara.

Algar sangat merasa gelisah. Hal itu disebabkan teman-temannya mulai berbicara buruk tentang Andara. Algar sesekali menatap Andara, walaupun gadis itu sangat terlihat acuh dengan teman-temannya.

Revan menyentuh bahu Algar. Algar menaikkan satu alisnya.

"Lo liat, kan? Cewek itu bukan cewek baik." Algar terdiam. Lelaki itu tidak ingin membiarkan teman-temannya ikut campur dan ikut masuk ke dalam masalah ini.

Algar mengepalkan tangannya.

"Gue juga gak nyangka," alibinya. Rio membuang napas berat.

"Siapa yang tau kalau masa lalunya sekotor itu." Algar menatap Rio. Sejujurnya, ia sudah tidak tahan lagi dengan omongan teman-temannya ini.

Baru saja Algar ingin membuka suaranya, namun bu Rania sudah terlanjur memasuki kelas dan memulai kelasnya.

Bu Rania sama sekali tidak menggubris apa yang terjadi, jujur itu sedikit membuat Algar lega.

Beberapa jam telah berlalu dan Algar kembali menemui Andara di perpustakaan. Lelaki itu memilih duduk di samping sang perempuan.

"Gue akan nemuin Sera." Andara refleks menoleh.

"Gue gak akan diem aja. Sera pantas untuk diberi pelajaran." Andara terdiam.

"Udah cukup. Biarin aja semuanya berjalan semau di---

"Cukup Andara! Gue gak akan diem aja saat lo dihina satu sekolah kayak gini. Orang kayak dia emang pantes dapet pelajaran." Algar mengepalkan tangannya.

"Kenapa lo baik banget sama gue?" Algar terdiam.

"Gue juga gak punya alasan yang jelas. Entah kenapa gue ngerasa, kalau gue harus ngelindungin lo."

"Makasih, y---

"Algar?" Algar menoleh, lelaki itu mendapati Tasya sedang berdiri di ambang pintu perpustakaan. Tasya menyipitkan matanya.

"Lo cewek yang di foto itu, kan?" Andara terdiam.

"Tas, ngapain lo di sini? Enggak biasanya lo ke perpustakaan." Tasya menaikkan kedua alisnya.

"Lo sendiri? Ngapain berduaan sama ni cewek kotor?" Algar mengepalkan tangannya.

"Gue---

"Heh, tolong ya, jangan seret-seret temen gue ke masalah kotor lo itu. Gue harap lo bisa paham maksud gue." Algar terdiam menatap keduanya.

"Gue gak bermaksud gitu," balas Andara berdiri dari duduknya.

"Silahkan bawa temen lo, gue gak ada urusan sama dia." Andara berlalu setelah sebelumnya menatap sinis ke arah Algar.

Seperti dugaannya, semuanya sia-sia.

♡♡♡

Algar terdiam menatap buku tulisnya dengan tatapan yang kosong. Algar juga tidak memperdulikan bu Riana yang sedang menjelaskan pelajaran. Lelaki itu justru sesekali melirik Andara yang tampaknya sangat fokus dengan pelajaran.

Algar membuang napasnya kasar. Lelaki itu tidak menyangka bahwa efek penasarannya akan berpengaruh sangat besar.

Pelajaran selesai. Siswa dan siswi mulai meninggalkan kelas, begitu pun dengan Andara. Algar yang melihat itu segera bersiap untuk menyusul sang gadis sebelum pergelangan tangannya dicekal oleh Rio.

Algar menoleh.

"Gue sama Revan mau main, lo mau ikut, gak?" Algar terdiam sejenak.

"Gue pengen, sih. Tapi adek gue nitip sesuatu, nanti dia marah kalau gue telat ngasihnya." Rio terlihat kecewa. Revan menyentuh bahu Algar.

"Ya udah, lain kali aja. Titip salam buat adek lo." Revan tertawa dibalas tatapan sinis oleh Algar.

Algar segera berlari menuju parkiran untuk mengambil motornya. Lelaki itu menghentikan motor besarnya tepat di depan Andara. Entah mengapa, Andara merasa seperti deja vu.

"Ada apa lagi?" Andara sama sekali tidak menatap Algar.

"Tolong dengerin gue dulu. Gue pasti bantu lo---

"Bantu apa?" itu bukan suara Andara, itu adalah suara milik Tasya. Algar menoleh dan mendapatkan Tasya sedang menatapnya dengan tatapan aneh.

Andara menatap Algar dengn tatapan tajamnya.

"Cukup sampe sini, gue gak butuh bantuan lo," tuturnya dengan suara yang kecil, mungkin hanya dapat didengar Algar saja.

Andara dengan cepat meninggalkan Algar. Tasya menghampiri Algar dengan mimik kebingungannya.

"Maksud lo apa?" Algar kelagapan. Ia tidak ingin menyeret semua teman-temannya tentang masalah ini.

"Bukan apa-apa, mungkin lo salah denger," acuhnya.

"Gue duluan. Adeh gue nitip sesuatu." Algar langsung menancap gasnya tanpa mendengar jawaban dari Tasya terlebih dahulu.

Tasya mengepalkan tangannya.

"Ini gak beres. Gue harus cari tau semuanya. Gue gak akan ngebiarin cewek kotor itu dapetin perhatiannya Algar!"

♡♡♡

Andara membuka handle pintu. Perempuan itu sama sekali tidak melihat sepatu milik bundanya, itu artinya bundanya belum kembali dari pekerjaannya. Ayahnya? Andara telah menjadi yatim sejak beberapa tahun yang lalu.

Andara membuang tasnya ke sembarang tempat. Andara sudah muak dengan semua ini. Sejak di mana kejadian itu mulai diketahui banyak orang, Andara menjadi sangat ketakutan ketika berada di keramaian. Itu membuatnya trauma berat.

Andara menghapus air mata yang mulai turun. Perempuan itu sudah berusaha sekuat tenaga untuk melupakan masalah itu dengan berpindah ke lain sekolah. Namun hasilnya nihil. Kejadian itu terus membayang-bayanginya.

Bahkan saat ini, seluruh warga sekolah sudah mengetahui itu. Mereka tahu jika Andara adalah gadis yang kotor.

Itu bukan kemauannya.

Andara berteriak histeris seraya menarik surainya. Penampilan gadis itu sudah tidak bisa dibilang rapi. Ini kedua kalinya, Andara merasa sangat terpuruk dengan takdirnya.

Andara sudah memutuskan untuk menjauhi orang-orang, khususnya lelaki. Namun lelaki bernama Algar itu sangat keras kepala sampai-sampai membuat Andara jengkel.

Tiba-tiba saja dering ponselnya terdengar. Andara menatap ponselnya dengan wajah yang datar, nomor tidak dikenal. Perempuan itu memutuskan untuk menekan tombol hijau.

"Halo?" suara bariton itu membuat Andara membelalakkan kedua matanya. Tanpa menjawab, dengan cepat Andara menekan tombol merah di ponselnya. Ini tidak mungkin, pikirnya.

Andara segera menghapus riwayat telepon lelaki tadi. Andara sangat takut dengan suara bariton itu, membuatnya teringat dengan kejadian itu. Kejadian yang berhasil membuatnya trauma berat.

Andara merasakan tubuhnya mulai gemetar.

Di lain sisi, Algar memberikan Lidya jam tangan yang sudah lama menjadi impiannya. Adiknya yang satu ini memang sangat licik.

Algar membantu Dita menyiapkan makan malam. Sampai saat ini, Dion belum juga kembali dari kantornya.

"Ma, Al boleh minta sesuatu?" Dita mengangguk kecil.

" .... " Dita tertegun.

"Cewek? Tumben banget kamu," Algar menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Ya, kalau kamu mau bawa dia ke sini sih, akan mama pertimbangkan permintaan kamu." Algar tertegun.

"Bawa dia ke sini, ma?" Dita mengangguk tegas.

"Itu untuk membuktikan kalau kamu benar-benar udah punya cewek," balas Dita membuat Algar merotasikan bola matanya.

"Astaga, dia bukan cewek Al, ma. Cuma temen kelas." Dita terlihat mengabaikan argumen Algar.

"Mama tunggu dia besok." Kemudian Dita segera berlalu meninggalkan Algar di dapur.

Algar mengacak surainya kasar. Mana mungkin ia bisa membujuk Andara untuk mau ikut bersamanya. Alasan apa yang harus ia pakai?

Mamanya itu, Aneh sekali.

"Bawa Andara ke sini? Pokoknya gue harus bisa bujuk Andara main ke sini. Dengan cara apa pun," monolognya.


Load failed, please RETRY

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C3
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login