Download App
66.66% Kacamata Baru

Chapter 2: Chapter 2 : Inisiasi

"HATI-HATI DI JALAN!" Seru Vebby sambil melambaikan tangannya ke arah Orang tuanya. Mobil Toyota Fortuner itu melaju meninggalkan komplek asrama.

"Makasih ya semua. Aku mau langsung tidur. Bye." Vebby meluncur menuju kamarnya meninggalkan Siska dan William yang masih mengobrol.

Vebby mengunci pintu, menyikat gigi, membasuh wajahnya, lalu bersiap untuk tidur. Dia memandang ke langit-langit kamarnya sambil membayangkan masa SMA yang akan ia jalani 3 tahun kedepan. Karena memang sudah cukup kelelahan berkat perjalanan dari rumah ke Asrama, tidak butuh waktu lama akhirnya Vebby tertidur.

Matahari sudah menyinsing. Pagi telah datang. Sinar mentari masuk melalui sela-sela gorden. Cahaya mengenai wajah Vebby yang masih tertidur. Vebby terbangun dan mengusap kedua matanya dengan tangan mungilnya. Kemudian dia bangkit dari kasurnya, mengambil handuk serta peralatan mandinya dan membasuh diri.

Setelah selesai berganti pakaian, Vebby menuju ke kamar Siska dengan antusias tinggi. "GORILA.... GORILA.... MAIN YUK!" Vebby menggedor pintu kamar Siska dengan anarkis. Syukurnya belum ada penghuni di kamar sebelah Siska. Jika ada mungkin Vebby sudah dilempar dari lantai 2 saking berisiknya.

Siska bangun dari kasurnya lalu menggeram pelan. Dia melangkahkan kakinya dengan malas-malasan dan membuka pintu untuk Vebby. "Aish. Masih subuh juga. Mau apa lu?"

"Ayo sarapan. Mandi dulu sana." Vebby tersenyum tanpa rasa bersalah telah mengganggu bobo enak Siska. Si pengganggu mengambil handuk yang tergantung di jemuran lalu mengalungkannya ke leher si Siska dan mengarahkannya ke toilet untuk mandi. Selagi menunggu, anak kurang ajar ini duduk di meja belajar Siska. Vebby mengambil ponselnya lalu mencoba menghubungi William.

Siska keluar dari kamar mandi lalu mengisyaratkan Vebby untuk menunggu diluar selama dia ganti baju. Vebby diusir keluar dan menunggu di kursi depan kamar Siska. Sambil menikmati pemandangan mata Vebby tertuju kepada seorang pemuda (sebut saja pemandangan) yang keluar dari kamarnya. Terlihat cukup jelas dari depan kamar Siska. Pemuda putih dengan poni yang terikat keatas seperti pohon kelapa. Angin bertiup melewati sela-sela pohon kelapa itu. Sepertinya salah satu dari si kembar, pikir Vebby. Si pohon kelapa tidak sengaja menoleh juga ke arah Vebby. Mereka bertatapan selama beberapa detik. Vebby dengan tidak tahu malunya hanya tersenyum lebar karena bingung harus apa. Si pohon kelapa yang tanpa persiapan apa-apa diserang dengan manisnya senyuman Vebby pun tidak berkutik. Dia memerah lalu dengan cepat kembali ke kamar.

Siska yang sudah selesai membereskan diri keluar dari kamarnya mendapati Vebby yang masih tersenyum sendiri memandang kearah kamar yang dimasuki si pohon. "Elu abis lihat apa? Girang amat."

"Abis lihat pemandangan." Jawab Vebby sembarang.

"Yaudah ayo makan. Hari ini belum ada makan dari asrama. Mau makan kemana?"

"Kemaren pas pulang kayaknya ada warung bubur ayam deket sini. Kesitu aja?

"Oke. lu udah ajak William?"

"Udah. Tapi belum dibales."

Siska menelepon William. Tak berapa lama orang yang dituju mengangkat panggilannya.

"Will. Ayo makan ke bubur ayam depan. Kita tunggu di taman ya." Dengan cepat Siska mengabari William.

"Iya. Gua ajak si kembar ya."

"Oke." Tanpa menunggu jawaban lebih lanjut, Siska langsung memutus panggilan.

Tak lama menunggu, boys before puber menyusul Vebby dan Siska di taman asrama.

Burung merpati beterbangan, kelopak pink sakura berguguran ditiup angin. Khayalan Vebby kemana-mana. "Any...." Vebby hampir mengumpat. Jangan seperti Vebby, kaget sedikit mengumpat. Dia hampir gagal mengendalikan diri karena ada pemandangan mas-mas semi-korea ganteng yang muncul tanpa aba-aba. Tapi bukan Vebby namanya kalau kalah hanya dengan cobaan sekacang ini. Dengan sekuat tenaga dia bersikap se-'normal' mungkin. "Eh anda maskara kering. Kenapa gak bilang kalau cowok ganteng ikutan?". Bisik Vebby kepada Siska sambil mencubit pinggangnya.

Siska melirik kerarah Vebby lalu menepis tangannya. "Elu yang kagak nanya, gua yang disalahin."

"Oh. Hai Will. Kamu ngajak temenmu?" Siska menunjukan senyum palsunya yang paling tulus.

"Iya, kenalin ini Deva sama David."

"Halo. Salam kenal, gue David."

"Iya, salam kenal. Aku Vebby."

"Gua Siska."

"Gua Deva."

"Aku Vebby."

"Gua Deva."

"Aku Vebby."

"Gua Deva."

"Aku Vebby."

"Gua William." William menyelamatkan hari. Kalau bukan karena William acara kenalan ini baru selesai nanti sore.

Setelah heran sebentar Deva mengulurkan tangannya untuk Vebby dan bersalaman. Cowok agak genit memang suka cari kesempatan. Kenapa juga salaman kalau sudah tahu nama lawan bicaranya? Lalu mereka beruda saling bertatapan. Semua orang hening. Jabat tangan mereka belum dilepas. Satu detik, dua detik, tiga detik. Wajah Vebby memerah, wajah Deva memerah, wajah bapak tukang kebun yang lihat juga memerah. Kemudian yang satu gagal kontrol muka, yang satu gagal kalem, yang melihat gagal ginjal. Samar-samar terdengar lagu I Love You 3000 milik Stephanie Poetri.

Siska menyleding "Eh... Ini yang kemaren di mobil lu bilang ganmhp... " Belum selesai berbicara mulut Siska dibekap 'mesra' oleh Vebby. Acara pegang-pegangan tangan berakhir.

"Temennya William ngobrol semalem kan? Ehehehehhee.... he" Dengan senyum saltingnya Vebby berhasil mengalihkan pembicaraan dengan mulus. Senyum polos gadis-gadis belia idaman dedek-dedek ABG yang membuat Deva buyar sebentar.

David yang peka dengan keadaan akhirnya mengalihkan pembicaraan. "Ayo pergi makan. Udah laper ini." Ujarnya.

Makanlah mereka di warung bubur dekat asrama. Karena memang niat awal Deva untuk menggebet malaikat tersayang kita, Deva selalu menempel ke Vebby. Dari jalan bareng sebelah-sebelahan, duduk berdampingan, pesan makanan disama-samain, dan lain sebagainya. Tiga orang sisanya menjalani hari tanpa beban. Dan Vebby kegirangan.

Tidak baik kalau setelah makan bermalas-malasan. Jadi mereka pergi ke taman komplek untuk membakar sebagian kalori sambil melihat pemandangan hingga matahari cukup tinggi.

Karena tidak ada agenda setelah dari taman, mereka memutuskan untuk berfoya-foya dengan pergi ke bioskop. Hitung-hitung membantu Deva dan Vebby saling kenal satu sama lain.

***

"Nonton apa ini maunya?" William selaku yang paling normal di grup ini meminta pendapat.

"DILAN 1990." Jawab Siska pede.

"Udah gak tayang." Potong William cepat.

"Azab Perusak Hubungan Orang 2 aja." Vebby merekomendasikan film lokal.

"O yaudah itu aja. Film religi kan?" William mengiyakan.

Sepakatlah mereka bertiga untuk menonton Film azab itu.

Si upin ipin yang baru bergabung dengan senang hati mengiyakan walaupun tidak ditanya pendapatnya lebih dulu. Tiga anak ini memang kurang ajar sekali.

Siska ditumbalkan untuk mengantre karena kalau antre beramai-ramai tidak efisien. Saat tiba giliran Siska untuk membeli tiket, malaikat dari surga tidak sengaja menyenggol gadis ini. Lagu korea romantis-romantisan berkumandang. Yang menyenggol adalah sesosok abang tampan berwajah korea. Matanya sipit, kulitnya putih, rambut potongan shaggy bowl cut berwarna pirang. Badannya ramping dengan tinggi kira-kira 175 cm. Idaman Siska sekali. Pendirian senggol bacok Siska runtuh hanya karena yang menyenggol mas-mas korea. Kalau bukan selera Siska, yang menyenggol dia akan di sleding tekel hingga cidera serius.

"Sorry. Gak sengaja." Si barang bagus ternyata lancar berbahasa Indonesia. Hoki sekali Siska.

Siska menelan ludah lalu mengangguk pelan sebelum akhirnya lawan bicaranya pergi meninggalkan dia. "Permisi mbak, mau pesan tiket untuk film apa?" Suara merdu mbak-mbak tiket memudarkan lamunan Siska. Segera dia menunjuk film yang akan ditonton rombongannya lalu memilih kursi.

Selesai membayar tiket, Siska dengan sigap mencari kemana gerangan orang yang dia anggap jodohnya barusan pergi. Nihil, orang yang dicari sudah tidak terlihat lagi di area bioskop. Akhirnya Siska kembali ke rombongannya.

Sembari menunggu jam tayang film, mereka sepakat untuk berpencar. Para lelaki pergi ke game center sedangkan gadis-gadis ke toko buku. Mereka sudah berjanji untuk bertemu kembali di depan bioskop sebelum film dimulai.

Siska memulai pembicaraan sembari berjalan ke toko buku.

"Bakpao haram. Gua udah nemu jodoh gua."

"Siapa? Cantik?" Vebby bertanya dengan polosnya.

"EH IBLIS BERBULU DOMBA! LU KIRA GUA LESBI?" Melayanglah jari-jari Siska ke bibir Vebby. "Gua naksir cowok please bukan cewek, mentang-mentang gua kelihatannya gagah lu becandanya gitu mulu."

"Iya maap. Ganteng?" Vebby mengelus-elus bibirnya.

"Iya. Demi dia gua rela jadi wanita seutuhnya. Serius."

"Udah Sis. Gak cocok. Kamu cocoknya sama yang gahar juga, jangan sama yang ganteng." Ejek Vebby.

"Hina aja terus. Gua kasih tahu Deva bobrok-bobroknya elu baru tahu rasa." Siska menyerang balik.

"EEEH... JANGAN!" Vebby tidak terima, matanya melotot.

"Ape lu? Masih berani?" Siska mengancam lagi.

"Enggak. Ehehehe. Maaf ya. Siska cantik kok kalau dipermak dikit. Jangan dibocorin ya?" Vebby hanya bisa memelas dan tersenyum sambil menjilat Siska. Bukan menjilat sungguhan tapi hanya kiasan. Ini pertama kalinya ada orang 'Ganteng' yang menggebet Vebby. Jika kebobrokannya sampai bocor ke Deva bisa gawat pikirnya. Gagal pacaran sudah menunggu diujung jalan kalau sampai ketahuan.

Dengan segala bujuk rayu Siska akhirnya tidak mengambek lagi dengan embel-embel novel baru yang dibelikan Vebby.

***

Setelah waktu yang ditentukan tiba mereka kembali berkumpul di bioskop dan masuk ke teater yang memutar film mereka. Tiket yang dibeli Siska menunjukkan kursi di baris E nomor 10 - 14, tepat di tengah-tengah teater. William duduk di dekat tangga, lalu disebelahnya ada David. Deva duduk di antara David dan Vebby sedangkan Siska duduk diapit Vebby dan kursi yang masih belum diduduki.

Lampu bioskop dimatikan. Layar sudah tidak lagi menampilkan Iklan. Tampaklah logo rumah produksi film menandakan Film akan dimulai. Vebby melakukan ritualnya setiap kali menonton di bioskop. Dia melepas sepatu sneakersnya lalu ia mengangkat kedua kakinya. Vebby kemudian membungkus kakinya dengan jaket oversizenya. Lalu terakhir, ia memasukan kedua tangannya kedalam kantong jaket. Posisi paling nyaman untuk menonton di bioskop yang dingin.

Diam-diam di sebelah Vebby ada sepasang mata yang memperhatikan tingkah konyolnya. Deva gemas dengan orang cuek di sebelahnya. Si anak manja ini meringkuk menikmati kehangatan jaketnya. Menonton sambil sesekali mengupil saat hidungnya terasa gatal. Sangat tidak elegan.

Belum lama Film dimulai, seorang pemuda menghampiri kursi mereka. Tempat duduk pemuda itu berada tepat di sebelah Siska. Hari ini mungkin hari keberuntungan si gadis gahar. Ternyata pemuda itu adalah si tampan yang menyenggolnya di loket.

"Permisi ya." Suara bass yang kurang sesuai dengan wajah manisnya mengalihkan perhatian Siska dari layar. Mata Siska melebar, lubang hidungnya melebar, lingkar pinggangnya juga ikut melebar. Tanpa basa-basi penunjang lainnya pemuda itu menduduki kursi di sebelah Siska dengan. Siska masih menatap lekat pemuda itu. Si ganteng melambaikan tangannya di depan wajah karena bingung melihat sikap Siska. "Kamu kenapa ?" Dia mendekatkan wajahnya ke arah Siska.

"Kita lulus SMA nikah ya?" Kata-kata yang seharusnya hanya berada di pikiran Siska saja malah keluar dari mulut Siska. Sontak oppa ganteng pun jadi salah tingkah.

Siapa yang tidak kaget jika baru ketemu langsung diajak menikah? Si pria hanya bisa tersenyum kaku lalu mengalihkan pandangannya ke layar.

Siska akhirnya menyadari apa yang barusan ia perbuat. Bukannya minta maaf, ia membalikkan badannya kearah Vebby lalu pura-pura tidur. Kata malu saja tidak cukup untuk menggambarkan perasaannya saat ini. Orang gila macam apa yang berani berbicara seperti tadi?

"Kamu kenapa?" Vebby berbisik kearah Siska.

"Gapapa...." Siska hanya menjawab pelan dan meringkuk di kursinya memunggungi orang di sebelahnya.

David dan William menikmati adegan demi adegan yang ditampilkan. Deva dan Vebby menonton sambil curi-curi pandang silih berganti. Dan Siska benar-benar ketiduran. Hingga film berakhir mereka masih dalam formasi yang sama.

"Sis bangun. Udah kelar." Vebby mengguncang badan Siska hingga terbangun.

Siska mengerjap. Dengan cepat ia bangkit dari kursinya.

"Veb. Buruan. Gua kebelet ini." Siska langsung sadar dan mengajak Vebby pergi karena tidak tahan dengan orang di sebelahnya.

"Eeh eh. Bentar. Belum pake sepatu."

"Buruaaaan." Desak Siska. Kemudian anak itu mendekatkan wajahnya ke telinga Vebby dan berbisik. "Itu cowok yang tadi gua bilang jodoh gua. Pas dia duduk gua salah ngomong. Malu gua."

Vebby yang seperti sewajarnya tidak tahu situasi dan kondisi malah menoleh kearah orang yang sedang dibicarakan. Dia menyeringai lalu dengan pede menanyakan nama orang yang bersangkutan. "Salam kenal. Namaku Vebby. Namamu siapa?" Vebby tidak jadi mengikat sepatu dan mengulurkan tangannya.

"Perlu nama lengkap atau panggilan?" Si pemuda yang agak bingung menyambut salam Vebby menjawab.

"Panggilan aja."

"Jojo. Salam kenal."

"Oke Jo. Kenalin juga sekalian ini Siska." Jawaban Vebby membuat Siska ingin memaki. Siska melotot kearah Vebby yang lupa mengenakan sepatunya. Sempat-sempatnya si tembem ini mengajak bicara sumber masalahnya, pikir Siska. Siska yang sudah tidak tahan akhirnya pergi ke toilet duluan tanpa menunggu teman-temannya. Bisa mati jantungan dia jika mendengar apa saja yang Vebby bicarakan di depan Jojo. "Tolong id Instagramnya." Vebby menyodorkan ponselnya.

Jojo menatap Vebby heran. Karena segan untuk menolak, dia mengetik id-nya di ponsel Vebby. "Udah." Ponsel itu dikembalikan kepada pemiliknya.

"Makasih banyak." Tanpa banyak cakap Vebby menerima kembali ponselnya lalu pergi menyusul teman-temannya. Sudah tidak tahu malu, tidak tahu terima kasih pula Vebby ternyata. Jojo hanya terdiam melihat Vebby melangkah keluar teater.

***

Vebby menghampiri teman-teman prianya yang menunggu Siska di lobi bioskop.

"Gorilaku tersayang belum selesai pipis?" tanya Vebby kepada William yang sibuk dengan ponselnya.

"Iya." William hanya menjawab singkat tanpa mengalihkan pandangannya.

Vebby melangkah menuju toilet wanita dengan niat membawa berita gembira untuk Siska.

Toilet sedang sepi saat Vebby tiba. Hanya ada Siska di sana. Ia menatap cermin. Vebby menghampiri Siska tanpa bersuara. Siska melihat bayangan sahabatnya di cermin menoleh dan bertanya "Elu tadi di dalem ngapain?".

"Nonton film?" Jawab Vebby dengan polos seperti biasanya. Kalau dipikir lagi sepertinya Vebby bukan polos, mungkin urat syarafnya putus satu. Atau mungkin memang karena otaknya berkarat karena jarang digunakan.

Siska menggeram "Bukan itu maksud gua. Abis filmnya kelar."

Vebby menjawab dengan hati-hati "Make sepatu?" sembari mendekatkan kepalanya kearah Siska.

"Elu ngajak berantem ceritanya?" Tangan Siska sudah siap untuk menyerang pinggang Vebby.

"Minta IG nya Jojo."Vebby mencoba menjawab lagi. Siska terbelalak mendengar jawaban Vebby. Di mana urat malu Vebby? Apakah harus dicari dulu? Apakah sudah putus semua? Sepertinya iya. "Mau tidak?"

"Gak usah! Malu gua!" Siska mencubit pinggang Vebby sekuat tenaga. Vebby hanya bisa ber-"aduh-aduh" ria. Ia kalah tenaga dengan atlet pelatnas ini.

"Gak mau follow? Susah banget jadi orang. Kalau naksir yaudah follow aja. Terus kenalan dulu. Kalau gak kenalan ya gak bakal jadi." Vebby sudah menyodorkan ponselnya. Dia mengomeli Siska sambil meringis kesakitan.

Siska diam tapi tangannya masih mencengkram pinggang Vebby. Ia berpikir sebentar lalu menjawab "Iya bener gitu. Tapi gua malu. Kalau sampe jadian beneran entar waktu kita jalan gua yang dikira cowoknya. Masa iya gua lebih gagah." Lalu ia melepas cubitannya.

"Pinggang akuh...." Vebby mengelus pinggangnya.

Siska mengeluarkan hpnya untuk melihat jam. Di sisi lain Vebby merencanakan hal jahat.

"Sis pinjem hape bentar."

"Nih." Siska dengan bodohnya memberi ponselnya ke Vebby tanpa prasangka apa-apa.

Vebby mencari akun Jojo di instagram dan menekan tombol follow.

Siska melihat apa yang barusan dilakukan Vebby lalu kaget. Ia berusaha merebut ponsel itu dari tangan Vebby. Terjadilah adegan tarik-tarikan antara dua anak abg di wc bioskop.

Siska yang memang sekuat kerbau menarik dengan sekuat tenaga. Pegangan Vebby pada ponsel Siska terlepas. Vebby terjatuh kebelakang. Reflek Ia meregangkan tangannya ke belakang kepalanya. Dengan cantik tangan Vebby menahan badannya dan kayanglah dia. Kepalanya selamat dari benturan walaupun posenya kurang elegan. Vebby terkejut ternyata latihan yoga yang dipaksakan Mamanya tidak sia-sia.

"EH BANTU AKU BERDIRI!" Vebby dibantu Siska untuk berdiri. Mereka hening sejenak karena terkejut. Siapa yang mengira kalau rebutan HP bisa mengakibatkan salah satu dari mereka kayang?

***

Sehubungan dengan rencana hambur-hambur uang, Vebby singgah di kedai boba viral favorit sejuta umat yang mahalnya tidak kira-kira. Menghambur-hamburkan uang adalah tindakan tidak terpuji, jangan jadi seperti Vebby. Mengantrelah mereka berlima dalam damai hingga sesuatu yang diharapkan terjadi.

Cahaya surga menyinari sesosok yang dikenal Vebby dan Siska. Orang yang menjadi penyebab insiden di toilet muncul. Seperti luar biasanya Vebby yang memang polos cenderung kesetanan melambaikan tangannya tinggi-tinggi kearah beliau. Karena merasa tidak dihiraukan oleh yang bersangkutan, Vebby mengambil ancang-ancang untuk memanggil dengan sekuat tenaga. "JO-" Belum selesai Vebby memanggil, tangan Siska membekap mulut Vebby.

Krisis terlewati. Siska tidak jadi menghadapi Jojo karena yang bersangkutan lewat tanpa menoleh kearah mereka.

"Cantik. Diem ya. Gak usah di panggil. Kalo lu diem boba lu gua yang bayar." Siska melepas bekapannya setelah merasa situasi aman.

"OKE MAMEN." Vebby dengan cepat mengiyakan tawaran Siska. Tanpa marah-marah. Tanpa ngambek. Harga diri Vebby semurah segelas boba kalau yang menawarkan sahabatnya.

Tidak ada lagi kejadian-kejadian kurang ajar setelah mereka membeli boba. Perjalanan pulang pun aman dan tenteram tanpa gangguan. Di dalam taxi online William mengobrol dengan David. Deva menggebet Vebby. Dan Siska meladeni om-om supir selama perjalanan.

"Vebby, aku minta nomor Whatsapp mu boleh?" Deva bertanya dengan hati-hati.

"Ini" Vebby dengan cepat mengetik dan menamai kontak baru di ponsel Deva. "Udah." Dengan senyum lebar Vebby menyerahkan kembali ponsel yang ia pegang kepada pemiliknya. Damagenya sakit minta ampun. Wajah Deva memerah lagi. Iya memerah lagi. Sepertinya dia perlu berobat.

Sesampainya di asrama mereka berpamitan satu sama lain dan langsung kembali ke kamar masing-masing.

***

Vebby membuka pintu kamarnya.

"ASTAGA MAMIH AMPUNI ANAKMU INI!"

Di atas kasur ada seonggok hitam-hitam dengan wajah terang yang mengagetkan Vebby.

"Shh. Gak usah teriak."

Makhluk pojokan itu menjawab dari ujung ruangan. Vebby menyalakan lampu. Ternyata itu teman sekamar Vebby. Terang-terang di mukanya berasal dari handphone dengan brightness penuh miliknya. Jangan ditiru, bisa menyebabkan kerusakan mata.

Setelah itu terjadilah adegan kenalan dan Idul Fitri di kamar mereka. Dan hari berlalu dengan istirahat tenang dan menyehatkan.

***

Keesokan paginya Vebby dibangunkan oleh panggilan dari Papanya tersayang.

"Anak papa semalam kasih nomor papa ke siapa?" Suara Andi yang setengah jengkel setengah geli terdengar dari ujung panggilan.

"Gebetan Vebby Pih. Namanya Deva. Udah Papi kasih tau ke Mami juga belum?" Dengan santai Vebby menjawab Papanya.

"Udah. Weekend Papi sama Mami ke asrama ya? Sekalian silaturahmi sama calon menantu."

"Siap Pih." Tanpa ba bi bu Vebby mematikan panggilan padahal di seberang sana Papanya masih belum selesai perkara. Vebby mematikan ponselnya dan melanjutkan tidur paginya.


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C2
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login