Download App

Chapter 43: Dennis dan Rangga bagai Tom and Jerry

"Apaaaaa?? Kau pasti salah!" Dennis menatap Airin tak percaya. Rangga kembali diam mematung mendengar perkataan Airin.

"Airin, bagaimana bisa?" Tanyaku padanya. Aku sendiri ga yakin dengan berita yang dikatakannya.

"Vina, Kau sedang dalam masa subur. Saat semuanya berawal di apartemen Rangga. Dan tak ada yang tak mungkin. Usianya baru beberapa hari, Aku rasa. Aku akan menghubungi teman baikku, Dia dokter Obgyn dan lebih tepat jika Dia ikut membantu merawat kandunganmu selama Kita melakukan terapi."

"Gugurkan kandungannya! Ini berbahaya baginya!" Rangga berbicara setelah sekian lama diam.

"Yaaaang!!! Kamu ga bisa berbuat begitu ke Aku! Kalau bayi ini Kamu gugurkan, Aku akan bunuh diri!" Aku berteriak histeris. Bisa-bisanya ayah dari bayiku berkata seperti itu!

"Vina, tapi Rangga benar! Ini berbahaya bagimu!" Dennis kini mendukungnya.

"Apa Kau bilang? Bayiku berbahaya???" Aku tersenyum sinis, "Apa ibuku akan membunuhku jika tahu Dia akan meninggal setelah melahirkanku?" Aku memegang tangan Dennis dan menatapnya.

Dennis diam. Kepalanya menunduk dan Dia tidak menjawab.

"Sayanh.. Aku ga mau kehilangan Istriku!" Kini Rangga berbicara.

"Kamu cuma punya dua pilihan, pertama biarkan Aku menjaga bayiku dan tetap hidup denganmu atau kedua, gugurkan kandunganku dan besok Kamu akan menguburkan Bayi Kita dan Aku!" Aku heran, kenapa saat ada Rangga, emosiku gampang meluap, tapi saat Dia pergi Aku hampir ga bisa bernapas merindukannya.

"Sudah hentikan perdebatan Kalian!" Airin kembali menengahi. "Vina, EDTA juga akan membuatmu mual dan pening. Itu efek samping dari terapi ini. Aku rasa, itu juga membuatmu mual dan muntah." Airin mengehela napas. "Aku akan berkonsultasi dengan Obgyn apa yang terbaik sekarang!"

"uweek.." Aku berusaha menahan muntahku lagi.

Dennis berlari lagi mengambil baskom stainless yang sudah bersih.

"Aku ga ma.. Uweeek!!" Aku menjauhkan baskom dari wajahku dan menyandarkan badanku ke bantal.

"Biar Aku pijat dibelakang lehermu sebentar." Airin maju beberapa langkah ke arahku.

"Aku ga ma.. Uweek!!" Aku melarang dengan tangan.

"Apa yang bisa membuatmu nyaman, katakanlah.. Biar Aku membantu carikan!" Dennis membujukku.

Aku mengangkat tanganku dan menunjuk ke arah Rangga.

"Aku mau suamiku..!! Kenapa Kamu malah diam mematung di.. Uwek..?" Belum sempat Aku menyelesaikan kalimatku, rasa mual itu kembali.

Tanpa menjawab pertanyaanku, Rangga mendekat ke arahku, seperti biasa, duduk dikasurku, bersandar, merangkulku dan menyenderkan kepalaku didadanya, dengan tangan kanannya memegang tangan kananku.

"Darimana saja Kamu, yang?" tanyaku sambil memejamkan mata dalam pelukannya.

"Ehmm.. Berusaha mengendalikan diriku, Bertemu Fadli dan menyelesaikan beberapa urusan kantor di cafetaria. Mm..maafkan Aku, sudah pergi terlalu lama."

Aku tak menjawab, Aku senang menyium bau tubuhnya. Rasa mualku hilang setelah berada didekatnya. Sangat nyaman.

Kruuuk.. Krruuuk..

"Owh..." Refleks Aku memegang perutku. Rasanya perih.

"Tunggu disini, Aku akan memasak untukmu!"

Aku menggeleng. Aku memang lapar, tapi Aku masih mau dipelukannya.

"Atau Kau ingin membeli makanan diluar? Biar Aku belikan!" Dennis menawarkan diri.

Aku membuka mataku dan menatapnya antusias.

"Aku mau ayam! KFC satu basket yang besar!!"

"Apaa? Enggak boleh!!", Rangga mencubit hidungku.

"Airin, tolonglah Aku.. Katakan pada adikmu kalau tak masalah untukku makan ayam!!" Aku mencari dukungan. Selain memang Rangga sepertinya takut dengan Airin, harusnya Rangga mendengarnya juga, karena Airin seorang dokter.

"Aku bilang enggak! Tunggu disini, Aku buatkan bubur?" Baru saja Rangga mau melangkah,

"uuuweek.." Aku segera menarik bajunya.

"Jangan kemana-mana yang, jauh darimu perutku mual!"

Rangga mengurungkan niatnya untuk pergi dan kembali duduk dan merangkulku.

"Vina, Kau boleh makan ayam itu. Tapi kali ini saja. Kau harus makan makanan yang sehat, mengerti?", Airin mencoba mencari solusi terbaik.

"Kak.. Tap..."

"Sudah, gapapa dek! Yang penting ada makanan masuk dulu dalam tubuh istrimu."

"Kalau begitu, Aku pergi membelinya dulu!" Dennis bersiap untuk pergi.

"Aku juga. Aku harus bersiap di poliklinik!"

Klek

Pintu di tutup. Hanya tinggal Kami berdua. Aku dan Rangga, dengan posisiku yang masih menempel didada Rangga. Entahlah.. Tapi hari ini, dari tadi pagi, Aku memang sangat senang bermanja-manja dengan Rangga.

"Sayang, maafin Aku.. Tadi Aku udah marah ke Kamu dan ninggalin Kamu.. Aku.."

"Gapapa, yang.. Aku tahu kenapa Kamu marah, karena Kamu sayang sama Aku kan!" Belum sempat Rangga menyelesaikan kata-katanya, Aku sudah memotongnya. Karena Aku ga mau membahas masalah yang berhubungan dengan racun itu. Aku semakin mengeratkan pelukanku pada Rangga. Aku suka harum tubuhnya. Membuatku lebih rileks dan menghilangkan rasa mualku.

"Hemmmm.. Baru ditinggal sebentar aja, Istriku udah manja begini!"

"Biarin! Emang Kamu maunya Aku manja sama cowok lain?"

"Eh, coba aja kalau berani! Aku gantung nanti tuh cowok di Sutet!"

"Hihi... Yang.." Kali ini Aku melepaskan pelukannya dan menatap Rangga.

"Apa?" Wajahnya masih sedikin BeTe karena Aku goda tadi.

"Makasih ya, yang untuk tadi.. Kamu izinin Aku buat nyelesein semua masa laluku."

"Kamu udah tenang sekarang?" wajah Rangga berubah serius.

Aku mengangguk.

"Huuuuh... Baguslah!" Dia menarik napas lega. "Karena Aku ga akan sanggup kalau harus kedua kalinya melihatmu seperti itu! Aku ga kuat menahan perasaanku.. Rasanya, mendingan Aku dipukulin sampai babak belur daripada harus melihat Istriku ngasih perhatian ke lelaki lain! Nyesek banget, sayang!" Rangga mengatakan semua isi hatinya, tanpa memandangku. Dia memilih menunduk, atau melemparkan pandangannya ke jendela kamar.

"Yang.. Maafin Aku.."

"Ada syaratnya!" Kini Rangga menatapku.

"Apa?" Tanyaku antusias.

"Gugurkan kandunganmu kalau Kamu memang benar hamil!"

Rangga menatapku dengan pandangan dingin. Dia seakan ga peduli sama bayinya sendiri

"Aaaa..aaaaawwww!! Sakit banget, sayang!" Rangga yang ga menduga kalau bakalan Aku cubit, meringis kesakitan. Hihi..

"Biarin!!!"

"Aku serius, sayang.. Kita bisa punya anak lagi nanti, asal Kamu sembuh dulu.." Bujuknya lagi.

"Aku ga mauuu!"

"Tolong denger A.. Eh, Sayang.. Kamu mau apa?" Belum sempat Rangga membujukku lagi, Aku sudah membuka kancing kemeja baju Rangga. Karena perutku sangat mual.. Sepertinya benar kata Airin. Cairan infus ini membuatku mual!

"Bantu Aku, yang.. Buka bajumu!" Rangga menurut tanpa banyak tanya. Setelah dibuka, Aku mengedus seperti mengendus bau. Hmm.. Rasanya lebih baik. Huffff

"Ka..mu ngapain sih, sayang.. Aku geli.. " Rangga penasaran dengan tingkahku menciumi harum tubuhnya dengan hidungku.

"Hufff... Mendingan yang. Tadi Aku mual banget." Kataku sambil menyenderkan kepalaku didadanya yang topless. Sesekali, hidungku kutempelkan ke dadanya untuk mendapatkan bau yang kucari.

"Ka..mu.. Ngapain sayang?" Rangga masih menatapku dan meperhatikanku.

"Badan Kamu, yang.. Baunya bikin mualku hilang. Kayanya bener, yang.. Infusannya bikin mual."

"Sabar ya, sayang.. Aku.. Coba pikirkan cara untuk bawa Kamu ke Jepang.."

Dreeet.. Dreeeeet... Dreeeet

"Yang. Handphone Kamu bunyi!"

Rangga merogoh saku celananya dan mengambil benda bergetar berwarna silver.

"Apa Kamu mau angkat teleponnya, sayang?" Menyerahkan handphone-ku yang berbunyi.

Aku membuka mataku dan menatap layar handphone.

Mommy

Nama yang tertera dilayar tersebut. Aku diam beberapa saat, dan kuputuskan untuk mengangkatnya.

"Halo?" Suara diujung sana setelah Aku mengangkatnya.

"Ada perlu apa?"

"Kapan Kau bisa kerumah? Banyak yang harus Kita bicarakan!"

"I can't. I am too busy. Lot of work to do!"

"Apa? Bekerja apa? Perusahaanmu sudah Kau serahkan ke suamimu! Kau sudah buta dengan cinta hingga dengan bodohnya memberikan semua milikmu padanya! Apa Kau gila??"

"Bahkan nyawa pun akan Aku serahkan kalau suamiku memintanya!"

"Vina!! Kau jangan buta, suamimu menipumu! Baru beberapa hari menikah, Dia sudah meminta perusahaanmu, seluruh kekayaanmu! Bahkan, Dia melarangku untuk nengambil hakku di perusahaan!"

Aku tersenyum sinis.

"What did You said? Hak? Kapan Kau menanam saham diperusahaanku? Kapan Kau ikut berjuang membangun perusahaan itu?"

"Vina, Aku ibumu, yang melahirkanmu, membesarkanmu! Aku berhak atas dirimu, Kau berhutang hidup padaku!"

"Kapan Kau melahirkanku? Kapan Kau merawatku? Bahkan Aku tak pernah mendapatkan pelukan seorang Ibu! Kau hanya memelukku dan memperhatikanku saat ditempat umum, didepan orang banyak!"

"Tentu saja Aku melahirkanmu di hari ul.."

"Liar!!! Kau rebut Daddy sepeninggal ibu kandungku! Kau tidak lebih dari seorang j*l*ng! Bahkan Aku tak pernah merasakan kasih sayang seorang ibu darimu!"

"Vi.. Vina.. Kau?"

"Aku sudah tau semuanya! Tak perlu lagi berpura-pura denganku! Dan mulai saat ini, Aku tak akan pernah memanggilmu Mommy. Karena Kau bukan ibuku!"

Klik

Aku menyerahkan handphone itu kembali pada Rangga dan menempelkan kepalaku kembali di dadanya yang masih topless.

"Kamu gapapa, sayang?"

Aku mengangguk.

"Yang, apa sudah ada info kemana aliran dana lima belas milyarnya?"

"Uangnya semua ditarik cash. Dibawa kerumah ayahmu. Dan ga ada pergerakan lagi dari sana. Shanti Rose ga pernah keluar lagi dan Sandy masih mencari informasi.", Rangga menjelaskan.

Aku tertawa.

"Kenapa sayang?" Rangga menunduk berusaha mencari tahu alasanku tertawa.

"Kalian tertipu, yang!" Aku menatap Rangga.

"Maksudmu?"

"Dirumah Daddy, bukan cuma Mom and Dad. Uncle Farhan dan Aunt Fathin juga tinggal disana. Aunt Fathin adalah kepercayaan Mom. Dia melakukan apa yang harus Mommy lakukan!" Aku kembali ke dalam pelukan Rangga.

"Maksudmu, Shanti Rose tidak menyembunyikan dari Fathin?"

"Hmm.. Tentu saja! Mereka saling bekerja sama! Aku yakin, perkataannya di saat makan malam pernikahan Kita, itu disengaja untuk membuatmu membenciku. Sebenarnya, mereka sangat tak ingin Aku menikahi orang yang ga bisa mereka stir. Mereka ingin Aku tetap bisa mereka manfaatkan.." Kata-kataku terhenti.. Karena sepertinya Aku tahu kemana aliran dana itu . Jika memang Aunt Fathin mengaturnya. Setelah keluar rumah sakit, Aku akan mencari tahu kesana.

"Sayang.. "

"Eh, iya?"

"Apa yang Kamu pikirkan?"

"Ehm... Itu.. "

Klek

"Makanan dataaaang!" Dennis tiba, pas sekali. Aku jadi ga harus menjelaskan semua ke Rangga. Mungkin, Aku akan meminta tolong Dennis untuk mencari tahu.

"Hey, Apa yang Kau lakukan ke Vina? Adikku masih sakit!" Dennis menatap Rangga terlihat sangat kesal.

"Vina istriku, Aku berhak melakukan apapun dengannya!" Rangga mengeratkan pelukannya padaku.

"Jangan macam-macam, Kau! Dia belum sanggup untuk melayani nafsu kotormu!" Dennis meletakkan basket ayam di meja makan. "Akan kuhabisi Kau bila terjadi sesuatu dengan adikku!" Sepertinya Dia terprovokasi dengan Rangga.

"Hey, Kalian berdua.. Ah, yang lepaskan Aku dulu!" Aku berusaha melepaskan dari pelukan Rangga "Kamu salah sangka, Kakakku Denniiiiiis! Suamiku tak melakukan apapun padaku. Aku menyuruhnya membuka bajunya supaya Aku bisa mencium harum tubuhnya!"

"Apaaa?" Dennis setengah ga percaya.

"Mualku hilang, menciumi tubuh Rangga seperti ini!" Aku menunjukkan pada Dennis, disambut tawa kemenangan Rangga dan tatapan tak percaya sekaligus jijik dari Dennis

"Vinaaa... " Dennis memanggilku setengah ga percaya dengan apa yang kulakukan.

"Sudah.. Sudah.. Ayamku, Kak!"

Dennis menghampiri dari sisi kiriku memberikan se-basket ayam dan duduk djsampingku.

"Kau mau?" Aku menawarkannya. Dan Dia mengambil satu potong. Dennis membeli isi sembilan potong ayam dan semua besar-besar.

Aku memakan ayam sangat lahap. Dennis baru menghabiskan satu, Aku sudah memakan empat.

"Kau mau lagi?" Aku menawarkannya.

"Habiskan saja, Aku sudah kenyang."

"Yakin? Ini enak lho.." Aku menyodorkan ke Dennis dan menyuruhnya mengambil lagi. Tapi Dia menggeleng. Dan Aku menghabiskannya kurang dari sepuluh menit. Bersih hanya sisa tulang. Hehe.. Rangga? Hmm.. Aku ga menawarkannya. Karena dari tadi, Dia sudah ngomel terus. Mengomentari makananku.

"Apa Kau sudah kenyang?" Dennis menatapku agak heran karena Aku menghabiskan semuanya.

"Mmm... Aku masih mau makan lagi..."

"Ga boleh! Itu yang terakhir, Kamu ga boleh makan itu lagi!" Kali ini Rangga mengambil basket kosongku, berdiri dan membuangnya ke tempat sampah. Aku hanya cemberut kesal melihatnya melarangku untuk membeli ayam lagi.

"Minumlah!" Rangga kembali membawa Obat dan segelas air untukku. Rangga kemudian duduk di sofa dan mengerjakan tugas kantornya dengan laptop setelah memastikan kondisi mualku sudah hilang sepenuhnya. Aku banyak mengobrol sengan Dennis setelah itu. Semua yang Kami bicarakan seputar masa lalu. Aku ingin tahu bagaimana ibuku, untungnya, Dennis masih menyimpan fotonya. Dia sangat cantik.. Dennis memberikan fotonya padaku untuk Aku simpan.. Di foto itu, ada ayah, ibu, dan dennis. Ibu sedang hamil dan semua di foto itu tampak bahagia.

"Kak, tinggalah di penthouseku!"

"Aku sudah ada rumah sewaan. Kau pernah kesana, kan!" Dennis menggeleng, Dia memang dari dulu termasuk kaum anti kemapanan. Lebih suka tinggal ditempat padat penduduk dengan ekonomi menengah ke bawah daripada tinggal ditempat yang lebih nyaman walaupun Aku tahu Dia mampu untuk tinggal ditempat yang lebih layak.

"Tapi, penthouse ku kosong sekarang.. Aku.. Ga tega buat sewain ke orang lain. Karena itu tempat favoritku dan Aku Membuat design untuk penthouse itu sendiri.. Aku mohon, tinggalah disana.. Kau bisa menjaganya untukku.." Aku sedikit memaksa.

Akhirnya, dengan beberapa kali perdebatan, Dennis mau menempatinya. Rangga menyuruh Fadli membawakan kunci penthouse dan memberikannya kepada Dennis. Jam sembilan malam, Dennis berpamitan dan berjanji akan kembali menemaniku besok, karena Rangga harus pergi, menghadiri rapat penting. Dia tadinya bersikeras untuk tidak Kemana-mana. Tapi, aku mencuri dengar betapa penting rapat itu. Akhirnya, dengan negosiasi alot, Rangga bersedia meninggalkan Aku dengan Dennis sampai Dia kembali.

"Yang, Aku ngantuk..." Mataku terasa berat. Karena dari tadi malam Aku belum tidur.

Rangga menutup laptopnya dan berjalan ke kasurku, menurunkan posisi kasur, dan tiduran disampingku. Memelukku.

"Tidurlah.."

"Janji, Kamu ga akan kemana-mana yang?"

"Iya, sayang. Tidurlah!"

Mendengarkan irama detak jantungnya, mencium harum tubuh Rangga, membuat seluruh tubuhku rilexs dan rasa mualku hilang. Perlahan, kantuk menguasaiku dan Aku tertidur.

 

(Rumah Daddy)

"Ada apa? Kenapa menyuruhku kembali begitu mendadak?" Farhan tampak kesal dengan sikap istrinya yang menyuruhnya kembali sebelum Dia menyelesaikan urusannya.

"Kita tidak bisa menggunakan si bodoh itu lagi! Vina sudah tahu kalau Dia bukan ibunya!", Fathin tampak sangat frustasi.

"Apaaa? Mana mungkin! Satu-satunya yang dapat memberitahu Vina sudah mati, sudah Kita singkirkan sebelum sempat mengatakannya pada Vina!", Farhan kini terlihat sangat frustasi.

"Ini semua salahmu! Harusnya Kau habisi Vina di apartemenmu! Itu kesempatan terbaik Kita dan Kau melewatkannya!" Fathin sangat emosi.

"Apa? Kau menyalahkanku? Aku sudah mengirim seseorang untuk menghabisinya malam itu! Tapi Dia tak ada di apartemenku!" Farhan berdiri dan berjalan bolak-balik.

"Aku tidak mau tahu! Tiga puluh tahun Aku hidup dalam bayang-bayang keluargamu! Mengikuti keinginan mereka bagai kerbau yang di cocok hidungnya! Kali ini, Kita harus berhasil! Aku sudah menyelesaikan tugasku dengan membunuh Ayahmu kemarin dan Ibumu yang sangat berbahaya, lima tahun lalu! Kini, Aku ingin Kau menyelesaikan Andri, Shanti dan Vina! Aku ingin segera menjadi nyonya besar di kerajaan bisnis milik keponakanmu!"


Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Rank -- Power Ranking
    Stone -- Power stone

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C43
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank NO.-- Power Ranking
    Stone -- Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login