Download App

Chapter 2: PHMS 2 Penyakit Pikun

Seperti biasa, Paman Louis dan Bibi Kelly duduk berpelukan di depan televisi. Kadang-kadang mereka akan tidur di rumahku, kalau kebetulan aku memiliki banyak pekerjaan dan mengharuskan lembur. Bibi Kelly adalah asisten rumah tangga yang membantuku membersihkan rumah dan merawat Stella. Sedangkan Paman Louis adalah suaminya yang tidak sengaja mengantarkanku pulang ketika kabur dari rumah sakit beberapa tahun yang lalu. Aku tidak mengerti dengan takdir Tuhan. Aku rasa dunia cukup sempit, karena dari sekian ribu driver taksi, aku cukup beruntung mendapatkan Paman Louis sebagai orang yang mengantarku pulang.

Paman Louis adalah orang terpilih yang sampai sekarang masih menyayangiku karena hidupku cukup malang. Aku mengerti kalau Bibi Kelly dan Paman Louis adalah orang yang tulus, tapi aku masih merasa tidak enak hati kalau terus menerus menyusahkan mereka. Terlalu banyak jasa yang mereka berikan kepadaku yang tidak mampu aku bayar. Aku beruntung pernah mengenal mereka.

"Aduh romantisnya." Aku menggoda Bibi Kelly yang masih saja salah tingkah, padahal mereka sudah cukup lama menjadi suami istri.

"Stella baru saja tidur." Bibi Kelly memberikan informasi tanpa aku minta. Mana ada balita yang masih bisa bertahan sampai jam sepuluh malam? Aku tersenyum melihat kebersamaan mereka.

"Kalla, malam sekali baru sampai ke rumah? Marahi saja bos mu itu kalau sering-sering membuatmu lembur." Paman Louis menatapku dan kubalas dengan kekehan.

"Ah, Paman bosan ya, menungguku pulang?" Aku meletakkan belanjaan dan menatanya secepat kilat.

"Bukan begitu, tidak baik wanita berkeliaran malam-malam. Kalau kau tidak keras kepala, paman tidak keberatan kalau disuruh menjemput."

"Tidak usah, Paman. Aku bisa pulang sendiri. Lihat, aku baik-baik saja. Kalian jadi kan, ke rumah Samantha? Kasihan, dia sudah hamil besar." Aku membuat pengalihan agar mereka tidak perlu mengkhawatirkanku.

"Besok kami akan berangkat, bagaimana kalau Stella ikut?" Bibi Kelly menatapku. Meskipun dari jarak yang cukup jauh, aku tahu kalau mereka berharap Stella diperbolehkan untuk ikut. Sudah waktunya mereka peduli dengan cucu mereka sendiri. Lagipula aku bisa merawat Stella selama mereka berada di dekat Samantha.

"Tidak apa-apa, Stella anak yang pintar dan bisa diatur. Kalian pergilah, aku titip salam untuk Samantha. Aku akan mengunjunginya nanti kalau cutiku sudah disetujui oleh bos gilaku itu. Aku sudah lama tidak berkunjung ke rumah Samantha" Aku terkekeh sendiri, mengingat kebaikan dan kejahilan Samantha yang selalu menganggapku seperti saudara perempuannya.

"Padahal kami akan senang kalau Stella ikut." Paman Louis berkomentar. Ada kesedihan tersirat di wajah tuanya.

"Jam berapa kalian berangkat, aku titip sesuatu, ya? Untuk anak Samantha."

"Kemarin saja kau sudah memberinya kereta bayi, padahal bayinya masih tenang di perut ibunya." Kelly berkomentar dan ikut membantuku menata bahan makanan yang aku beli.

"Itu akan berguna, Bibi. Aku akan marah kalau bibi tidak mau membawanya, karena aku sudah membungkusnya seindah mungkin."

"Terserah kau saja. Kau itu keras kepala seperti ibumu. Melihatmu aku jadi teringat dengan ibumu yang sering menyuruhku membawa pulang makanan untuk diberikan kepada Samantha" Bibi Kelly tampak menerawang saat dulu dia membantu ibuku menjadi asisten rumah tangganya. Ibuku mengalami kelainan jantung dan tidak bisa melakukan banyak pekerjaan. Ibuku dulunya adalah seorang wartawan yang beralih profesi menjadi editor di salah satu penerbit besar.

Aku tersenyum. Setiap membahas soal ibu, aku jadi semakin merasa bersalah. Andai hari ini ibu masih hidup, pasti aku bisa membuatnya bahagia. Tapi sayang, saat ini aku hanya bisa berdoa semoga ibuku berada di surga.

Setelah sedikit bercakap-cakap dan makan malam, aku menemani mereka sebentar di depan tivi. Aku tidak mengikuti acaranya, karena aku malah asyik mengobrol dengan Bibi Kelly. Ketika mereka berpamitan untuk tidur, karena memang sudah larut, aku baru mencari anakku ke kamarnya. Hari ini mereka menginap, karena memang kadang-kadang malas untuk pulang ke rumah mereka yang letaknya satu blok dari tempatku tinggal.

Aku mengambil posisi ternyaman dan memeluk Stella. Tidurnya damai. Sebentar lagi ia akan masuk sekolah, sudah waktunya Stella bersosialisasi dengan teman-teman seusianya. Stella merengek berkali-kali, dan sebentar lagi usianya 4 tahun, sudah waktunya bagiku untuk melepasnya bebas bermain di luar sana. Meskipun ada kekhawatiran yang kupikirkan. Wajar terjadi, karena diriku begitu mencintai Stella dengan sepenuh jiwaku.

Hidupku sudah tenang sekarang, meskipun hanya memiliki Stella. Aku tahu kalau Romeo Evans tidak akan mau ambil pusing soal diriku. Aku hanya pacar taruhannya. Romeo tidak pernah tahu bagaimana kehidupanku yang sekarang. Aku memang menyingkir dari siapapun yang mengenaliku. Romeo tidak tahu kalau Stella adalah anaknya. Begini lebih baik, karena semakin diungkit, aku yang akan tersakiti. Sudah cukup cintaku dipatahkan oleh dirinya. Aku tidak mau Stella tersakiti gara-gara tidak diakui oleh ayahnya sendiri. Aku mengingat dengan benar, kalau ada seseorang yang begitu dicintai oleh Romeo. Aku akan membiarkan mereka bahagia dengan rumah tangga mereka.

Romeo Evans itu apa? Hanya laki-laki banci yang terlalu sombong yang selalu menganggap kalau dirinyalah yang terhebat. Dia memang hebat sekarang. Semua orang tahu kalau dia adalah lajang yang diincar oleh para calon mertua. Ketampanannya saja sudah terlihat sejak aku masih kuliah. Kalau dia tidak tampan mana mungkin aku khilaf atas dirinya? Wajahnya begitu memikat dan sulit untuk dilupakan. Kadang aku malas untuk mengakui kebodohanku itu.

Sekarang dia tidak hanya tampan, tapi juga kaya raya. Hotelnya ada di mana-mana. Setiap melintasi jalan raya, aku kadang melihat wajahnya yang sedang terpampang di dinding gedung yang tinggi. Semakin dewasa Romeo Evans menjelma menjadi sosok pria bertubuh kekar dengan wajah diatas rata-rata. Iklan hotelnya hilir mudik tersaji di tempat-tempat umum, belum lagi baliho-baliho yang menggambarkan betapa berkuasa dan berpengaruhnya seorang Romeo di negaranya. Apa mereka tidak tahu kalau aku sangat terganggu dengan iklan-iklan itu? Apa mereka tidak tahu kalau Romeo adalah bagian dari masa lalu yang ingin aku tanggalkan?

Aku sangat benci ketika bosku dengan centilnya menciumi majalah yang sering memunculkan potret Romeo Evans. Mereka tidak tahu kalau orang yang mereka puja-puja adalah seorang pecundang yang sebenarnya. Mereka hanya melihat ketampanan dan kekayaan Romeo tanpa mau melihat kepribadiannya yang buruk. Hanya korbannya saja yang mengerti bagaimana keburukan sifatnya.

Kalau aku adalah ibu yang melahirkan Romeo, aku akan merasa sangat malu dengan kelakuan anaknya itu. Kalau bisa aku akan menghajarnya sampai babak belur karena telah melukai hati anak gadis orang dan membuatnya hamil di luar nikah tanpa mau menanggung beban hidupnya. Beruntung sekali Romeo, karena aku bukan ibunya.

Aku jengkel ketika kepopulerannya melebihi artis, semakin melihat gambar-gambarnya kepalaku jadi pusing. Setiap aku melihatnya, yang terbayang adalah betapa aku sangat membencinya. Aku membencinya karena diriku pernah begitu sangat mencintainya. Aku malas menceritakan bagaimana hubunganku dulu ketika bersamanya. Dia itu seperti serigala bertopeng pangeran. Mereka tidak tahu seberapa jahatnya seorang Romeo Evans, andai mereka tahu, apakah mereka masih menghormatinya? Kalau mereka tahu kebusukannya apa mereka masih mau memuja dan menjadikannya idola?

Aku menghirup aroma bedak Stella dan memejamkan mata. Dunia tidak akan kejam kepada anak semanis Stella. Meskipun dalam tubuh Stella terdapat sebagian diri Romeo, aku pastikan anakku tidak akan tumbuh seperti ayahnya. Aku akan menjaganya agar Stella Rei tetap menjadi gadis manisku, bukan seorang pecundang nan menyedihkan seperti Romeo Evans.

Ini bukan sekedar kata-kata dari hatiku. Ini lebih seperti janji yang akan aku tepati sampai akhir.


CREATORS' THOUGHTS
EsterinaAllen EsterinaAllen

Ini hari keduaku menulis di Webnovel. Tolong semangati aku ya, supaya aku semakin optimis untuk mengetikan sesuatu di laptopku. Dukungan kecil kalian sangat berharga untukku. Terima kasih masih setia bersama Ester.

Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C2
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login