Download App

Chapter 4: Pembuktian Cinta yang Salah

BAB 4

Aku bergegas pergi usai berbincang sebentar dan menyalimi kedua orang tua Dion. Tak mau berlarut-larut dihantui rasa was-was karena pergumulan tadi. Entah apakah Dion melakukan hal-hal yang membuat acara kami berdua tak ketahuan. Aku mengendarai mobil dengan kecepatan sedang namun pikiranku mengembara entah kemana. Mmebayangkan bila seandainya orang tua Dion datang lebih awal ketika kami sedang memadu kasih tentu akan menimbulkan kegemparan yang luar biasa. Aku mengacak rambutku yang tak gatal, kesal sekaligus merasa takut gara-gara ulah Dion yang menyuruhnya pagi-pagi ke sana dan mengatakan keadaan aman namun naytanya orang tuanya datang tiba-tiba. Bila telat sedikit saja, tentu akan ketahuan aktifitas apa yang kami lakukan, pikirku.

Tak berapa lama, aku sampai di kampus. Untunglah ketika masuk kelas, dosen belum datang. Jadi, aku bisa sedikit mengatur napas dan pikiranku agar bisa sedikit santai.

"Han, lu kenapa? Tegang amat kayaknya" tanya Indri sambil menepuk pundakku.

"Ah, nggak. Kecapean aja nih gue, kan lagi banyak tugas nih" ujarku sambil menyenderkan bahu ke kursi yang ku duduki. Sekitar kurang lebih sepuluh menit kemudian, dosen mata kuliah pertama pun datang. Selama perkuliahan hari ini, Hana tak fokus sama sekali. Mau mengecek gawai namun ia tak berhasrat sama sekali memainkan gawainya, padahal ia benar-benar ingin tahu apa yang terjadi di rumah setelah kepergiannya tadi. Untunglah mata kuliah yang berlangsung selam kurang lebih dua jam ini sudah selesai. Ia mengambil gawainya yang ia letakkan di dalam tas ketika pembelajaran berlangsung. Ternyata benar, Dion sama seklai tak mengirimi dirinya pesan sama sekali. Menyebalkan. Akhirnya seperti yang sudah, sudah, aku yang harus selalu menghubunginya Mulailah aku mengetik pesan, menanyakan mengapa orang tua Dion datang lebih cepat padahal jelas-jelas ia yang mengatakan bahwa mereka akan pulang terlambat. Kemudian menanyakan apakah semua aman terkendali setelah aku pergi ke kampus.

Cukup lama menunggu balasan dari Dion, hingga ia menuliskan beberapa patah kata yang membuat Hana sedikit tenang. Dion mengatakan bahwa mama papanya hanya mengambil berkas yang tertinggal saja kemudian langsung balik ke kantor lagi. Aku menhembuskan napas lega, tak terbayang seandainya mama dan papa Dion sempat masuk ke kamar Dion dan melihat pemandangan kamar yang berantakan. Namun untunglah semuanya berjalan dnegan lancer tanpa harus merasa was-was lagi. Tak ku balas lagi esan dari Dion, biarkan saja. Aku sudah terlalu Lelah dnegan perlakuannya tadi. Tunggu saja, pasti nanti kalau dia inngin, baru nanti menghubungiku.Terkadang aku merasa Dion hanya melampiaskan nafsunya saja kepadaku, tapi di sisi lain dia selalu berusaha meyakinkan aku bahwa dia serius menjalin hubungan ini. Kalau sudah begitu, aku seakan takluk dan hanya bisa mengiyakan segala perkataannya walapun masih ada sisa-sisa keraguanku terhadap Dion.

Selesai kuliah, aku langsung pulang. Ingin mengistirahatkan badan yang penat. Membayangkan segarnya air yang turun dari shower kamar mandi saja membuat diriku ingin buru-buru sampai ke rumah. Jalanan cukup macet karena aku pulang kuliah ketika jam pulang kerja sedang ramai-ramainya. Saat terjebak macet seperti inilah, rasanya aku menyesal mengapa menggunakan kendaraan roda empat padahal cuaca mulai pagi tadi cukup bersahabat. Tak hujan, namun juga tak begitu panas. Beberapa kali aku harus stop di lampu merah karena perpindahan lampu merah ke lampu hijau yang terasa sangat sebentar. Beberapa kali aku menglakson pengendara roda dua yang malah menyalahi aturan ketika berkendara. Ku lihat jam di pergelangan tangan sudah menunjukkan pukul setnegah enam sore lewat sepuluh menit, keadaaan jalan masih ramai. Sengaja ku putar musik dengan volume lebih keras agar aku tak semakin bosan. Untung tadi aku sudah menelepon mama dan mengatakan bahwa aku terjebak macet sehingga akan terlambat sampai rumah.

Akhirnya setelah perjuangan cukup panjang, sampai juga akhirnya di rumah. Rasa lelah semakin bertambah efek macet di jalan tadi, benar-benar rasanya remuk. Apalagi ulah Dion jelas membuatku lelah duluan sebelum akhirnya bertambah rasa lelah karena belajar di kampus tadi. Usai memarkirkan mobil, dan mengucapkan salam ke mama dan papa yang juga sudah pulang ke rumah. Aku bergegas untuk segera mandi, melepaskan sedikit rasa penat karena seharian beraktifitas di luar rumah, yang harusnya siang baru ke kampus namun atas keinginan. Dion akhirnya pagi-pagi aku pun harus menuruti kemauannya. Maunya tapi belum tentu sesuai mauku. Rasa jenuh dan rasa sayang tercampur menjadi satu sehingga antara mau atau tidak untuk selalu menuruti semua kemauan Dion apalah daya, aku adalah Hana yang bila sudah mencintai seseorang maka akan memberikan semua yang bisa ku berikan. Salahnya, hal yang penting dari seorang wanita pun tak segan kuberikan, awalnya karena sebuah ketidak sengajaan yang berujung dengan sebuah pembiasaan.

Air mengguyur tubuhku, rasa segar menjalar merambat ke seluruh tubuh. Benar-benar menenangkan. Apalagi usapan sabun mandi yang beraroma terapi membuatku semakin dimanjakan. Melupakan sejenak rasa lelah yang mendera. Aku sengaja berlama-lama di kamar mandi, berusaha melepaskan penat dengan cara sederhana. Selalu, rasa sesal timbul ketika aku selesai berhubungan intim dengan Dion. Ya, kami melakukannya sejak beberapa bulan lalu. Saat itu aku yang merupakan mahasiswa baru berkenalan dengan sosok Dion yang merupakan kakak tingkat tapi dari fakultas yang berbeda, aku mengenalnya karena kebetulan temanku berpacaran dengan temannya Dion. Sejak saat itulah kami mulai dekat satu sama lain.

"Aku mau kita lebih dekat lagi Han, entah kenapa aku bahagia kalau di dekat kamu" begitulah ucapan Dion yang menandakan babak baru untuk hubungan kami berdua. Aku pun tak menolak ajakan Dion untuk mulai membangun cinta kasih di antara kami berdua. Perhatannya membuatku luluh, walaupun Dion tak seberapa tampan namun kasih sayanng yang ia berikan kepadaku membuatku mampu memberi nilai lebih untuk seorang yang bernama Dion tersebut. Hingga harta paling berharga yang harusnya kujaga, tak mampu lagi ku jaga karena sebuah pembuktian cinta yang mungkin benar hanya karena nafsu dan keingintahuan belaka.

"Sayang, aku mencintaimu" ucap Dion ketika kami sedang berdua di rumahnya yang sedang sepi. Kosong. Ditemani guyuran hujan lebat yang membuat suasana menjadi sangat syahdu Aku terlena, terbuai oleh sentuhan yang gencar ia berikan ke sekujur wajahku. Dengusan napasnya mulai terdengar tak beraturan, akupun merasakan hal yang sama. Adrenalin kami seakan terpacu, napas pun semakin memburu. Ketika cinta telah terbungkus nafsu, maaka semuanyaa pun terlihat indaah bak di surrga. Saat itulah, bisikan setan mulai memanas-manasi dari berbagai penjuru. Aku menjauhkan posisi tubuh kami yang saling berdekatan di sofa depan TV, ketika Dion mulai berani mendekatkan wajahnya ke arahku dan memagut mesra bibir ini.


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C4
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login