Download App

Chapter 3: Chapter 2 ~Kebohongan~

Rian POV

"Apakah ada kemungkinan ingatan Stella bisa kembali, Dok?" tanya ku sambil menatap sang Dokter dengan penuh harap.

Dokter yang ber-nametag Dr. Andi diam sejenak, menatap ku dengan tatapan yang sulit diartikan. Aku meremas jari-jari tangan dengan gelisah, mencoba menguatkan hati dengan jawaban yang akan keluar dari mulut Dokter Andi.

Dokter Andi menghela napas. Membuat ku berkeringat dingin. Suara ketukan dari jarum jam dinding semakin mempertegang suasana di dalam ruangan serba putih itu.

Dokter Andi menggeleng. "Stella di Diagnosis Amnesia Permanen."

Deg

"Karena benturan di kepalanya ketika kecelakaan itu sangat keras, ditambah dengan syok berat. Sangat kecil kemungkinan ingatan Stella akan kembali," lanjut Dokter Andi.

Cukup sudah....

Apakah lagi-lagi aku dipermainkan oleh Takdir?

Ayolah, aku baru saja lega melihat Stella sadar dari koma nya. Tetapi, cobaan baru datang kembali dan bahkan lebih parah.

Aku menunduk, lidah ku terasa kelu, mata ku kembali mengeluarkan air, membuat dada ku lagi-lagi terasa sesak.

Bunda yang sedari tadi duduk di samping menggenggam tangan ku dengan erat. Sekilas, aku merasakan kehangatan yang menenangkan. Tetapi, tidak bisa menghilangkan rasa perih di hati ku.

Aku berdiri dan berpamitan pada Dokter untuk keluar.

Sementara Bunda hanya diam membiarkan. Mengerti dengan keadaan ku yang butuh menyendiri saat ini.

Aku keluar dari ruangan khusus Dokter Andi, lalu duduk di atas kursi yang tak jauh dari sana.

Parah sekali. Aku benar-benar tidak mengerti dengan jalan Takdir.

Ingatan ku kembali berputar saat melihat Stella sadar beberapa saat yang lalu. Setelah mengeluarkan seluruh tangis ku dan semua rasa syukur pada Tuhan. Aku dikejutkan dengan tatapan Stella seperti orang kebingungan. Dia berusaha mengeluarkan suara dan bertanya 'Kamu Siapa?' Kepada ku.

Itu benar-benar berhasil membuat hati ku hancur, luka di hati ku kembali sobek dan lagi-lagi mengeluarkan darah segar.

Stella tidak mengingat semuanya. Ia kehilangan ingatannya.

Apa yang harus aku lakukan?

Kau menang lagi, Takdir.

Rian POV end

Kondisi Stella sudah stabil. Dan operasi transplantasi jantungnya juga berhasil. Tidak ada tanda-tanda pemberontakan di dalam tubuhnya, seluruh organ tubuh Stella menerima jantung baru dan saling bekerja sama untuk memulihkan tubuh Stella.

Sudah seminggu berlalu setelah kenyataan yang mengejutkan itu. Kenyataan bahwa Stella kehilangan ingatannya. Tidak mengingat apapun bahkan dirinya sendiri.

Selama seminggu itu pula Rian tidak datang menjenguk Stella karena sibuk berdamai dengan hatinya. Ia tidak menemui Stella karena masih belum siap. Ia bahkan belum menjawab pertanyaan Stella yang bertanya 'Siapa dirinya?' Rian benar-benar tidak tau harus menjawab apa. Maka dari itu, sembari menenangkan hatinya, Rian berhenti menemui Stella sambil mencari jawaban yang tepat untuk gadis itu.

Dan di sinilah ia sekarang. Di depan pintu ruang rawat Stella.

Pemuda itu berulang kali menghela napas berat. Jelas sekali berusaha menenangkan suasana hatinya yang buruk.

Rian menggenggam handle pintu, lalu mendoronya.

Pemandangan pertama kali yang ia lihat adalah seorang gadis dengan perban melingkar di kepalanya sedang menatap pemandangan kota dari jendela yang terbuka. Rambutnya yang hitam pekat bergerak anggun diterbangkan angin malam. Tangannya yang tertancap infus mencoba meraih bintang di langit, bersamaan dengan iris hitam pekatnya yang terlihat kosong mencoba menyerap cahaya sang bulan.

Rian tertegun melihat pemandangan itu, ia meneguk salivanya sembari mengepalkan tangan dengan erat.

'Tidak apa-apa. Sama sekali tidak apa-apa' batin Rian.

Dengan pelan Rian berjalan ke arah gadis itu.

"Stella" panggil Rian pelan.

Gadis itu berhenti menatap langit, lalu menggerakkan kepalanya menatap manik mata Rian dengan sorot bingung.

"Hai," sapa Rian sambil berusaha memasang wajah ramah supaya gadis itu tidak takut.

Stella mengerjapkan matanya. "Nama aku, Stella?" tanya gadis itu.

Rian tersenyum tipis lalu mengangguk mengiyakan.

"Gue Rian. Saha...–" Rian menggantungkan kalimatnya membuat Stella menatap Rian bingung.

"Saha?" beo Stella.

Rian menggelengkan kepalanya, lalu menghela napas. Ia menatap manik Stella dengan dalam.

"Gue pacar lo, Stella" ucap Rian.

'Maaf'

Stella memiringkan kepalanya. "Pacar?" tanyanya.

"Iya, pacar. Hubungan yang lebih dari sekedar teman. Itu namanya pacaran," jelas Rian.

Stella terdiam. Jelas sekali ia tidak mengerti. "Apakah kita dekat?" tanya Stella lagi.

Rian mengangguk. "Kita pacaran, sudah pasti kita dekat," ucap Rian sambil menarik kursi dan duduk di samping brankar gadis itu.

"Ma-maaf, aku tidak bisa mengingatnya. A-aku tidak mengingat tentang mu. Dan aku juga tidak ingat siapa aku dan kenapa aku bisa begini," ucap Stella panjang lebar dengan susah payah.

Rian tersenyum kecut. "Tidak apa-apa. Tidak apa-apa jika lo tidak bisa mengingat gue. Gue janji, setelah keadaan lo membaik. Gue akan memberitahu lo. Semuanya," ucap Rian sambil meraih tangan gadis itu. Tapi dengan cepat Stella menarik tangannya kembali, jelas sekali tidak mau kontak fisik dengan Rian.

Rian tersenyum maklum.

"Kata Dokter keadaan lo sudah mulai membaik. Lo akan menjalani Rehabilitasi besok," ucap Rian mencoba membuka topik baru.

"Rehabilitasi?" tanya Stella sambil memperhatikan Rian yang berjalan ke arah jendela.

Rian menutup jendela. "Lo akan tau besok," ucap Rian, "Angin malam nggak baik buat tubuh lo, jangan buka jendela ini lagi," lanjutnya.

"Tapi, aku suka melihat benda yang berkilauan itu," ucap Stella sambil menunjuk langit.

Rian mengernyit dan mengalihkan atensinya ke langit. "Maksud lo, Bintang?" tanya Rian.

Iris hitam pekat Stella berbinar. "Jadi namanya Bintang? Indah sekali," ucap Stella dengan mata yang berbinar menatap bintang.

Rian tersenyum tipis. 'Jadi, lo benar-benar lupa semuanya ya, Stella?' gumam Rian dalam hati.

"Ya, begitulah. Sekarang tidur, lo harus banyak istirahat supaya cepat sembuh," suruh Rian.

Stella mengangguk. "Iya" ucapnya sambil menarik selimutnya.

Rian tersenyum tipis melihat itu. "Selamat malam," ucapnya

"Selamat malam juga," jawab Stella.

Rian menghela napas sejenak, lalu berjalan ke arah pintu.

"Rian" panggil Stella.

Rian yang hendak membuka pintu otomatis terhenti ketika mendengar suara itu, ia berbalik menatap wajah pucat Stella dari kejauhan.

"Terima kasih" ucapnya sambil berusaha tersenyum. Senyuman tulus yang berhasil menghipnotis pasang mata yang melihatnya.

Rian terkejut, lalu membuang pandangan. Ia dengan cepat membuka pintu dan keluar dari ruang rawat Stella.

Rian menyandarkan punggungnya ke pintu, lalu menatap lantai dengan tatapan sendu. Sakit, hatinya kembali menjerit sakit melihat tatapan itu. Membuat rasa bersalahnya kembali menikam hatinya ribuan kali lipat.

"Lo nggak pantas bilang 'Terima kasih' pada gue, Stella. Justru gue yang seharusnya minta maaf sama lo. Maaf sudah membuat lo menderita seperti ini," gumam Rian sambil menyentuh dadanya yang terasa perih.

****


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C3
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login