Download App

Chapter 7: Terjebak di Tempat Asing

"XELIA!"

BRAK

Mata Hans dan Salsa membulat lebar, melihat pohon besar yang jatuh tepat di depan mata ditambah dengan Nerva yang berada tepat dibawah pohon gara gara menyelamatkan Salsa.

Salsa langsung menangis sedangkan Hans terpaku melihat kejadian yang sangat tiba tiba ini, tapi dengan segera ia memanggil pengawas dan menelpon polisi serta mengabari keluarga Nerva.

Saat pohon berhasil di singkirkan tak ada siapapun disitu, bahkan Nerva juga tak ditemukan, padahal sudah sangat jelas Nerva terjatuh dibawah pohon besar ini bahkan terdapat beberapa cipratan darah disekitar dan saat dicek itu adalah DNA milik Nerva.

Keluarga Nerva sampai di tempat kejadian, mendengar kabar Nerva tak ditemukan Karina sang ibu Nerva langsung kehilangan kesadarannya dan segera dibawa ke rumah sakit terdekat. Sedangkan ayah Nerva nampak sedikit frustasi.

Hans dan Salsa menjelaskan awal kejadian hingga Nerva tertimpa pohon, setelah diselidiki lebih lanjut pohon besar itu merupakan pohon yang dijaga baik baik oleh penjaga hutan karna pohon itu sudah dapat tumbuh dalam jangka waktu yang lama. Pohon itu juga sangatlah kuat, baru kali ini pohon pohon didaerah sana roboh.

Hans merasa sedikit ada yang janggal dengan kejadian ini, sebenarnya Hans ingin ikut menyelidiki lebih lanjut tapi saat melihat Salsa yang sangat terpukul dengan kejadian mendadak itu, Hans memutuskan untuk menemani dan menghibur Salsa agar tak terlalu memikirkan kejadian itu.

Ayana, Putri, dan Kaiya yang kebetulan berada ditempat yang sama pun ikut terkejut. Tubuh mereka serasa beku, tak bisa bergerak. Ayana meneteskan air mata saat suara seorang gadis menggema di kepalanya.

"Bagaimana, Ayana? Kau harus bahagia karna aku telah menyingkirkan Xelia.", suara 'gadis' itu memenuhi kepala Ayana, dan hanya dia yang dapat mendengar suara 'gadis' itu.

"Nerva ... maaf ... aku tak dapat ... berbuat apapun untuk ... menyelamatkanmu ... ", batin Ayana sambil menangis.

Berita tentang insiden tersebut langsung menyebar luas ke seluruh media. Dan secara terpaksa tempat wisata tersebut harus ditutup untuk sementara, dan sekolah diliburkan untuk sementara.

Sedangkan di lain tempat terlihat seorang lelaki dengan surai hitam dan iris hitam pekatnya melihat berita di ponselnya tentang kejadian mematikan di wilayah pariwisata.

"Nerva ... bukannya kau yang menyuruhku untuk datang ... secepat ini kah?", ujar lelaki tersebut sambil menangis.

Dia adalah Reygan, seorang lelaki asing yang Nerva anggap sebagai keluarga sendiri. Dia sedang duduk termenung disebuah bangku taman dekat dengan tempat pariwisata tersebut.

***

Malam harinya, di tempat Nerva berada. Suasana disana sangat sunyi dan gelap, hanya ada suara aliran sungai dan semilir angin. Terlihat seorang gadis terbaring lemah dipinggir sungai kecil, keadaannya sangat mengenaskan dimana terdapat ranting kecil yang menusuk perutnya dan juga darah yang mengucur dari kepalanya.

Dia adalah Nerva, dia berhasil selamat dari kejadian mengerikan tersebut. Ya, Nerva ingat jika dia menyelamatkan Salsa dan ia malah terdorong maju. Tapi ia terlalu maju sehingga saat pohon tersebut roboh ia jadi terhempas ke jurang dan terbawa arus sungai.

Nerva mulai membuka matanya perlahan, ia mengerang kesakitan. Ia mencoba bersandar ke batu yang cukup besar, udara disana sangat dingin sehingga membuat Nerva kedinginan. Tapi Nerva malah tidak sengaja mengingat kejadian yang sangat ingin dia lupakan.

***

Nerva PoV

Sial, kenapa aku mengingat kejadian malam itu. Dimana malam itu adalah awal dari semua kejadian dalam hidupku terjadi.

Malam itu aku benar benar lapar, aku belum makan dari siang karna aku sibuk belajar ujian juga sudah dekat. Aku keluar dari kamar untuk makan malam bersama keluarga kecilku. Saat tinggal satu langkah ... hanya satu langkah aku akan menuju ruang makan, tetapi ada suara berisik yang masuk ke pendengaranku.

"Lia itu sudah dewasa jangan dimanja terus dong!"

Itu adalah suara ayahku. Saat ini pukul sembilan lebih lima puluh menit, aku ingin sekali ke ruang makan, tapi tubuhku memilih untuk mendengarkan suara itu.

"Aku bukan bermaksud memanjakan Lia, hanya saja ... kasihan dia belum makan apapun sejak siang."

Perempuan yang mengatakan itu adalah ibuku.

Aku terus mendengarkan pembicaraan kedua orang tuaku sambil bersembunyi dibalik pintu dapur, walau terkesan tidak sopan tapi aku tetap mengupingnya karna penasaran.

Ya, bukan masalah ku ... tapi rasa penasaran akan pembicaraan selanjutnya membuat rasa laparku hilang. Aku mencoba mundur menaiki satu tangga lagi, dan bersembunyi di kegelapan agar tak ketahuan menguping.

"Sudahlah biarkan saja Lia tak makan, lagipula dari tadi siang ia hanya mengurung diri dikamar dan itu salahnya sendiri mengurung diri!", ujar ayahku.

Hahaha, padahal dia yang menyuruhku untuk belajar dengan giat agar aku mendapat nilai ujian yang bagus. Saat ibuku ingin mengatakan sesuatu, ayahku memotong perkataannya lagi dengan kata kata yang menusuk bagiku.

"Aku bilang tak apa! Lagipula jatah makanan Lia sudah habis dimakan adiknya, kasihan juga dari tadi belum makan! Biarkan saja Lia tak usah dipedulikan!"

Ibuku mengiyakan saja perkataan ayahku, dan saat aku ingin kembali kekamar aku lagi lagi mendengar perkataan yang sangat menyakitkan dari ibuku.

"Merawat Lia ... sangat merepotkan ya.", ujar ibuku.

"Dia sudah begitu banyak mengikuti lomba, olimpiade, cerdas cermat, dan lomba lainnya yang membutuhkan banyak biaya ... andai saja dulu aku tak melahirkan anak merepotkan sepertinya ... ", lanjutnya

Mata ku melebar, aku mencoba menutupi mulutku agar tak berteriak. Air mata ku keluar dengan sendirinya ... jadi selama ini orang tua ju menyesal karna, begitu?!

"Ya, dia sangat merepotkan walau prestasinya bagus tapi dia sangat pemalas itu membuatku terganggu.", lanjut ayahku.

Sial, aku tak tahan lagi. Padahal ayahku yang sangat terobsesi dengan prestasi. Ibuku yang sangat ingin aku menjadi anak yang pintar dan mereka menuntutku untuk mendapat prestasi terbaik sampai aku tertekan, stress, dan depresi karna sekolah. Tapi sekarang mereka menyesal?!

"JADI SELAMA INI KALIAN MENYESAL MELAHIRKAN DAN MERAWATKU, BEGITU?!", teriakku. Sontak ibu dan ayah langsung menoleh padaku.

Aku berlari menuju kamarku, sekarang sudah hampir larut malam, saat sudah didepan pintu kamar aku masuk dan membanting pintu, lalu aku terduduk dibalik pintu sambil menyembunyikan wajahku di tekukan lututku.

Aku menangis sejadi jadinya, rasanya hancur sekali hatiku hari ini, benar benar hancur rasanya ingin aku mengakhiri hidupku saat ini, tapi aku masih mempunyai impian dan bahkan sampai saat ini belum ku capai.

Sudahlah, tak ada gunanya mengingat kejadian itu. Saat ini aku hanya merasakan sakit di sekujur tubuhku. Sungguh keajaiban aku bisa selamat dari kejadian itu.

"Maaf karna membuatmu terhempas terlalu jauh ya Nerva, pasti sakit ya? Maaf kan aku", ujar seorang gadis secara tiba tiba.

Suara ini adalah suara gadis yang muncul dimimpiku waktu itu, sontak aku langsung menoleh ke kanan dan ke kiri untuk mencari keberadaan gadis itu. Aku ingin berteriak memanggil gadis itu karna aku tak menemukan siapapun, tapi suaraku tak mau keluar. Tenggorokanku rasanya sangat sakit.

Kepalaku berdenyut, rasanya sangat pusing dan sakit. Pandanganku buram, walau aku adalah anak yang rabun tapi kurasa ini lebih parah dari rabun. Aku tak dapat melihat apapun dengan jelas.

Tiba tiba mataku menangkap sebuah cahaya biru terang, saat kufokuskan lagi penglihatanku cahaya itu terlihat seperti portal. Ini sudah seperti di film dan komik saja, aku pasti berhalusinasi.

Tapi aku penasaran, akupun berdiri dan berjalan ke arah cahaya biru itu. Walau aku sempat takut, tapi entah kenapa rasa penasaranku mendorongku untuk masuk ke cahaya ini.

Dan benar saja, aku tersedot kedalamnya. Ah, aku tak kuat pandanganku juga sudah mulai menggelap. Mungkin inilah akhir hidupku.

***

Normal PoV

"Tutup portalnya, bodoh!", ujar seorang lelaki berambut putih dengan warna mata biru terang.

"Tunggu, ada seorang gadis yang masuk!", sela seorang lelaki berambut biru.

"Sudah kubilang untuk tutup dari tadi!", ujar lelaki berambut putih.

Bersamaan tertutupnya portal, seorang gadis juga keluar dari portal itu, dia berambut pendek dengan surai coklat serta luka dimana mana dan yang lebih mengerikan, ada ranting menembus perutnya. Dia tak sadarkan diri dan gadis itu adalah Nerva.

Kedua lelaki tersebut terkejut, lelaki berambut biru langsung heboh dan berteriak.

"HERCULES?!", teriaknya.

Sedangkan yang berambut putih hanya memasang wajah datar dan memukul pria disampinya.

"Bukan bodoh! dia memiliki bau manusia!", ujarnya setelah memukul lengan temannya.

"Ravinno, kita apakan dia?", tanya lelaki berambut biru.

Lelaki yang dipanggil Ravinno itu menatap Nerva dari atas sampai bawah, ia sedikit merasa takut untuk membawa Nerva pulang karna ia tak tau siapa Nerva sebenarnya. Tapi Ravinno merasa tak asing dengan Nerva, ia seperti mengenal Nerva. Akhirnya Ravinno memutuskan untuk membawa Nerva kerumah pengobatan dan menyuruh temannya untuk membawa Nerva.

"Bawa dia ketempat pengobatan, Ergan! Kita serahkan dia pada Licia.", ucap Ravinno sembari mengangkat Nerva kepunggung lelaki yang bernama Ergan untuk dibawa pergi.

Tak ada pilihan lain selain membawa Nerva, selama perjalanan Ergan hanya menatap Nerva kasihan karna terdapat banyak sekali luka di tubuhnya bahkan saat menggendong Nerva tubuhnya terasa sangat ringan.

Saat sampai ditujuan ada seorang gadis Albinisme atau bisa disebut Albino yang menghampiri mereka. Gadis itu bernama Carol Licia, dia adalah pemegang tanggung jawab atas tempat pengobatan tersebut.

Ergan dan Ravinno segera memerintahkan Licia untuk mengobati Nerva, mereka mengatakan jika Nerva diserang oleh para 'Hercules'. Licia pun segera membawa Nerva, dan meninggalkan dua temannya diluar.

Saat Ergan hendak pergi pulang, ia dicegat oleh Ravinno. Ergan sempat bingung dengan temannya, tapi saat Ravinno mengatakan jika ia akan menanyai beberapa hal kepada Nerva yang menurut mereka misterius. Ergan hanya mengiyakan ajakan Ravinno, sesungguhnya ia lelah karna misi tapi mau bagaimana pun ia juga sedikit penasaran.

Mereka berdua pun masuk dan menunggu Licia keluar, tak lama kemudian yang ditunggu pun keluar. Licia menyuruh mereka masuk karna tau jika Ergan dan Ravinno akan menanyai Nerva beberapa hal.

"Masuklah.", ucap Licia.

"Ha? kenapa?", tanya Ergan.

"Dia ingin berterima kasih pada orang yang menyelamatkannya ... dan kau juga Ravinno ingin menanyai beberapa hal bukan?", jelas Licia.

Ergan dan Ravinno mengangguk dan masuk, sedangkan Licia pergi pulang karna merasa misi dan tugasnya sudah selesai.

Ergan dan Ravinno pun mmasuk dan melihat Nerva yang dibalut perban serta wajahnya seperti sedang kebingungan, karna mendengar suara pintu yang dibuka Nerva menoleh dan tersenyum pada mereka berdua. Tak lupa ia berterima kasih pada keduanya.

***

Nerva PoV

Saat aku sadar aku melihat seorang gadis Albino dia tersenyum padaku. Akupun menanyakan siapa yang telah menyelamatkanku, aku ingin berterima kasih.

Lalu gadis tadi tersenyum dan pergi untuk memanggil dua lelaki yang telah menyelamatkanku. Tak lupa aku juga berterima kasih pada gadis itu.

Lalu aku melihat sekeliling, ini bukanlah rumah sakit bukan juga sebuah klinik. Ini hanya seperti rumah tradisional biasa, tapi obat obatannya sangatlah manjur. Terlebih lagi gadis tadi terlihat ramah, aku lupa menanyakan namanya.

Lalu aku mendengar pintu yang terbuka dan melihatkan dua lelaki, sepertinya merekalah yang menyelamatkanku. Akupun segera berterima kasih dan dibalas anggukan oleh mereka.

Yang menarik perhatianku adalah lelaki berambut biru dia terlihat familiar.

Tak lama kemudian, lelaki berambut putih bertanya.

"Apa kau terkena serangan Hercules?", tanya nya.

Hercules? Apa itu? Lagipun tadi aku tersedot oleh cahaya biru terang, tapi kenapa tiba tiba aku bisa diselamatkan oleh mereka?

Selain itu jika diperhatikan lagi, lelaki berambut biru itu mirip dengan seseorang rasanya tak asing. Sedangkan lelaki disampingnya yang berambut putih terlihat sangat dingin terlebih lagi tatapannya yang mengintimidasiku.

Ah! Ergan Alvaro, karakter di film yang bang Reygan berikan. Ya! Lelaki berambut biru itu sangat persis dengannya.

Apa ku tanya saja? Tapi nanti terkesan tak sopan dan aku malah dianggap aneh oleh mereka.

"Hey, jangan melamun!", ujar lelaki bersurai putih itu.

Ku abaikan pertanyaan nya, dan mencoba untuk balik bertanya.

"Maaf, tapi sebelum itu bolehkah aku tau nama kalian?", tanyaku sesopan mungkin.

Mereka pun menjawab pertanyaanku, tapi aku sempat mendengar helaan napas dari si rambut putih.

"Namaku Ravinno.", ujar si rambut putih.

"Aku Ergan Alvaro, salam kenal ya!", ujar si rambut biru.

Tunggu! Jadi dia benar benar ... Ergan Alvaro karakter fiksi itu?!


Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Rank -- Power Ranking
    Stone -- Power stone

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C7
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank NO.-- Power Ranking
    Stone -- Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login