Download App
57.14% Cewekku!

Chapter 4: Chapter 4

.

.

.

"K-kau bilang apa b-barusan, Qilla?" tanyaku dengan gugup.

"Seperti yang kubilang.....jadilah pacarku"

Ucapannya memang terdengar seperti bercanda. Tapi, saat aku melihat matanya, sangat serius tapi penuh kesedihan.

"Katakan padaku yang sebenarnya. Jangan seperti ini. Kau bukan orang yang seperti ini, kan?" ujarku.

".....hahaha, ya ampun. Aku ketahuan, ya?" ucapnya sambil tertawa kecil.

"Ada apa?" tanyaku.

"Begini, aku akan menunjukanmu sesuatu"

Qilla kemudian menunjukanku sebuah surat.

"Surat pernyataan cinta? Kenapa memangnya?" tanyaku dengan bingung.

Aku mengerti kalau dia pasti sering mendapatkannya, tapi kenapa sampai begini.

"Aku ingin kau jadi pacarku supaya aku bisa menolaknya. Soalnya, penulis surat ini sudah mengirimkan ini padaku berkali-kali meskipun aku menolaknya. Tapi kali ini, dia meminta kepadaku untuk menunjukkan bahwa aku benar-benar tidak bisa menerima perasaannya" ujarnya.

"Begitu rupanya. Tapi, apa kau tidak lelah dengan ini?"

"Tenang saja, aku sudah terbiasa"

Tidak.

"Bukan itu" ucapku.

"Apa maksudnya?" tanyanya.

"Apa kau tidak lelah, dengan berpura-pura seperti itu secara terus menerus?" tanyaku.

"Huh?"

"Aku tahu kau selalu menjahili orang lain itu bukan karena kau memang jahil. Tapi, karena kau merasa sedih, kan?"

*(Mengelus)

".....fufufu, kau memang bisa melihat semuanya, ya?" ucapnya sambil mengelus kepalaku.

"Jadi, kenapa kau bisa seperti ini?" tanyaku.

Qilla hanya terdiam.

*(Berdiri)

".....baiklah. Tidak apa-apa jika kau tidak ingin menceritakannya. Aku akan merapihkan rak yang di sana dulu"

Aku langsung berdiri dan menuju ke salah satu rak. Aku pun merapihkan buku-buku di rak itu. Tanpa kusadari, Qilla sudah berdiri di belakangku.

*(Terkejut)

"Uagh?!? Qilla?! Kenapa kau tiba-tiba menghampiriku?"

Qilla masih terdiam di hadapanku. Aku pun tetap melanjutkan merapihkan rak buku. Saat aku ingin pergi ke rak lain, Qilla langsung meletakkan tangannya ke rak dan menghalangiku.

"...aku pernah ditipu oleh orang-orang terdekatku"

"Ditipu?"

"Dulu, aku memiliki banyak teman yang baik padaku. Aku selalu baik hati dan jujur kepada mereka tentang apapun yang aku pikirkan. Dikagumi, dipuji, itulah keseharianku. Karena itu, banyak laki-laki yang menyukaiku, tapi aku biasa saja dengan hal itu. Hingga suatu saat....."

Qilla pun terdiam lagi.

"Kenapa?"

"Waktu itu, ada seorang laki-laki yang sangat populer. Teman-temanku pun juga menyukainya. Meski begitu, aku tidak terlalu menyukainya. Jadi, aku mengatakan apa yang kupikirkan tentang laki-laki itu. Meskipun itu adalah hal yang benar, itu semua seperti hinaan bagi mereka. Mendengar itu, mereka hanya tertawa kecil. Kemudian, mereka bilang harus pergi karena suatu urusan. Aku pun memutuskan pergi ke perpustakaan seperti biasa. Tapi ternyata..."

"Apa yang terjadi?"

"Di perpustakaan, teman-temanku dan laki-laki populer itu sudah ada di dalam. Tiba-tiba, aku langsung dipukul dari belakang hingga aku pingsan"

"Apa-apaan mereka itu?"

"Saat terbangun, aku sudah diikat di salah satu kursi perpustakaan dengan pakaianku yang hampir terbuka. Di depanku sudah ada banyak laki-laki beserta teman-temanku. Mereka berencana mengotori tubuhku agar aku tidak menghina cowok yang populer itu. Aku tetap diam saja sampai mereka mengucapkan sesuatu yang membuatku sangat marah"

"Kejam sekali mereka"

"Mereka bilang 'Berhentilah bersikap seperti itu! Selalu mengatakan sesuatu yang ingin kau katakan, itu sangat membuat kami kesal! Jika kau tidak kaya, kami sudah meninggalkanmu dari dulu, kau tahu! Anak wanita jalang tukang menghina sepertimu lebih baik menjauh dan menghilang saja!!!' padaku. Kemudian, aku hanya terdiam mendengar itu. Bukan karena aku takut, tapi karena aku marah dengan kata-kata itu. Lalu... "

"Lalu?"

"Aku langsung memutus tali yang mengikatku, dan menghajar mereka semua dengan membiarkan salah satu bagian tubuhnya lumpuh. Lalu, aku melaporkan kejadian tersebut ke Kepala Sekolah agar mereka ditindaklanjuti. Kasus itu diselesaikan dengan sangat rapih hingga tidak ada murid lain yang mengetahuinya. Dan dari hari itu, aku memutuskan untuk berpura-pura baik kepada siapapun dengan perlahan-lahan membuat mereka menjauhiku"

Mendengar cerita itu, aku hanya bisa terdiam karena tidak menduga kalau orang seperti Qilla bisa mengalami kejadian seburuk itu.

"Kau....ketakutan juga, ya? Sudah kuduga"

Qilla kemudian menarik tangannya kembali. Tapi, aku langsung memegangnya.

*(Memegang tangan)

"Tidak, bukan itu! Memang aku terkejut dengan apa yang menimpamu, tapi aku sama sekali tidak takut padamu. Justru, aku kagum padamu yang berani mengambil tindakan seperti itu. Bahkan aku saja....tidak bisa"

"R-Ryan?!"

"Tapi, kau salah jika tetap bersikap seperti ini! Lebih baik kau mengatakan yang sejujurnya kepada mereka, daripada harus berpura-pura baik kepada mereka! Kalau tidak, itu sama saja dengan apa yang mereka lakukan kepadamu!"

*(Blush)

Qilla langsung menunduk. Kemudian, dia bersandar di dadaku. Perlahan-lahan, dia menangis. Yang dapat aku lakukan hanyalah membiarkannya.

"Jadi, aku harus berhenti bersikap seperti siswa yang baik hati, lembut, tukang jahil dan ramah ini, dan menjadi siswa yang menakutkan, kasar, dan tidak ramah?"

"Itu tergantung"

"Tergantung? Pada apa?"

"Jika itu adalah dirimu yang sebenarnya, maka bersikaplah seperti itu. Tapi, jika bukan, maka berhentilah. Karena yang paling mengetahui tentang diri kita, adalah kita sendiri" ucapku sambil mengelus kepala Qilla.

*(Mengelus)

"K-kau tahu, Ryan? Kau tidak boleh bersikap seperti ini ke sembarang wanita, kau tahu?"

"Haha~~jika itu untuk membantu orang lain, aku rela melakukan apapun demi itu"

"Fufu~~~pantas Niendya..."

"Hm? Kau mengatakan sesuatu?"

"Tidak, tidak apa-apa. Tapi, apa kau yakin ingin tetap seperti ini?" tanyanya.

Memang, jika orang lain melihat kami seperti ini, pasti akan banyak rumor yang beredar.

"Jika itu bisa membuatmu tenang, tidak jadi masalah buatku" ucapku.

"Fufufu~~~dasar kau ini"

.

.

.

Setelah beberapa saat, Qilla kembali seperti dirinya yang biasa.

"Jadi, bagaimana dengan surat itu?"

"Akan kujawab dengan sejujurnya, meskipun itu akan menyakitkan" ucapnya dengan serius.

"Bagus. Sekarang, temui dia dan ucapkanlah apa yang ingin kau ucapkan. Aku akan menunggu di sini"

"Eh? Kau tidak perlu menungguku, kau tahu?"

"Kita masih dalam pertemuan untuk klub, bukan? Selama waktunya masih ada, aku akan menunggu di sini"

*(Senyum)

"Uhk?!"

"Ryan? Kau kenapa?"

"T-tidak apa-apa. Ayo, kau harus menemuinya, bukan?"

"Hmhm. Aku pergi dulu ya!"

Qilla pun pergi. Tadi, aku sangat terkejut kalau Qilla bisa tersenyum seperti itu. Senyumannya sangat menyilaukan.

.

.

.

.

.

Setelah beberapa menit, Qilla kembali. Saat memasuki perpustakaan, wajahnya terlihat sangat bahagia seperti bebas dari segala masalahnya.

"Jadi, bagaimana? Merasa ringan?" tanyaku.

"Hm~(Mengangguk)"

"Baguslah. Semua orang bisa bebas dari masalah jika masalah itu ada. Masalah itu bisa kau rangkul, tinggalkan, lupakan, dan bisa juga dihadapi. Tidak ada yang tahu mana cara yang benar, karena cara yang benar itu, adalah cara kita sendiri"

"Seperti yang kau katakan. Aku selesaikan masalah ini dengan caraku. Meskipun dibantu sedikit olehmu, hehehe" ucapnya sambil tersenyum.

"Jadi, bagaimana pertemuannya? Tetap dilanjutkan?" tanyaku.

"Ya, kita lanjutkan"

Qilla dan aku melanjutkan pertemuan di Ruang Komite Perpustakaan. Tiba-tiba, Niendya datang dengan napas terengah-engah.

"Kau tidak apa-apa, Niendya? Kau terlihat kelelahan" tanya Qilla.

"Ah-aku...hah....aku langsung larih....dari klub voli"

"Hei hei, duduklah dulu" ucapku.

*(Duduk)

"Ini, silahkan diminum" ucap Qilla sambil menyajikan segelas teh kepada Niendya.

"Ahh...segarnya. Jadi, saat pertemuan Klub Voli tadi, kami semua diuji terlebih dahulu. Saat giliranku tiba, aku berhasil mendapat nilai sempurna" kata Qilla.

"Bukankah itu bagus?" tanyaku.

"Tidak! Tidak sama sekali! Mereka langsung memujiku seperti aku adalah seorang penyelamat! Kau tahu hal itu paling mengganggu, kan Ryan?!" teriaknya.

Benar. Meskipun Niendya sangat ahli dalam olahraga, dia sangat merasa terganggu apabila orang-orang memuji dia berlebihan.

"Benar juga. Kau pernah bilang padaku, saat SMP kau tidak pernah menunjukkan bakatmu dalam olahraga. Ternyata itu penyebabnya" kataku.

"Tidak kusangka, orang seperti Niendya ternyata bisa merasa terganggu karena hal seperti itu" ujar Qilla.

"Kasar sekali kau. Aku juga punya kelemahan, tahu" kata Niendya.

"Tapi, kenapa sekarang kau memutuskan untuk masuk ke klub olahraga?" tanya Qilla.

"Guhuk!"

Niendya yang sedang minum langsung tersedak.

"Hei, kau tidak apa-apa?" tanyaku.

"Uhuk-uhuk, t-tidak masalah. Aku hanya tersedak saja" katanya.

"Fufufu~~"

"Kenapa kau malah tertawa, Qilla?!" ucap Niendya yang kesal pada Qilla.

"Tidak apa-apa, kok. Oh iya, apa kau bisa membantuku, Ryan?" tanyanya.

"Hm? Tentu saja"

"Bisa kau ambilkan kunci perpustakaan di ruang guru? Aku lupa mengambilnya tadi"

"Tidak masalah. Baiklah, aku pergi dulu ya"

Aku pun pergi ke ruang guru.

.

.

*(Duduk)

"Niendya" panggil Qilla.

"Ya? Ada apa?"

"Ryan itu orang yang baik, ya~~" ucap Qilla sambil tersenyum.

"Hm? Ah, iya benar. Dia memang orang yang baik sejak kecil"

"Aku penasaran, kenapa tidak ada yang mau berpacaran dengannya, ya?"

"Yah, dia memang selalu menyukai satu orang saja sampai kelas 3 SMP"

"Oh ya? Lalu, apa dia berpacaran dengannya?"

"Itu...." ucap Niendya dengan muka gelisah.

"Ada apa? Dia ditolak?"

"Dia memang ditolak, tapi...."

"Apakah kau keberatan menceritakannya padaku?"

"....huft, baiklah aku ceritakan"

.

.

.

.

"Begitu rupanya. Jadi itu alasan kenapa dia berkata seperti itu.."

"Hm? Ryan mengatakan sesuatu padamu?"

"Fufufu~~itu rahasia~~"

"H-hm..b-begitu, ya?" ucap Niendya dengan terbata-bata.

"Kalau kau? Bagaimana denganmu, Niendya?"

"Tidak, dia tidak mengatakan apapun padaku" kata Niendya.

"Bukan itu maksudku. Apa kau sedang tidak menyukai siapapun, Niendya?"

"E-eh? T-t-tidak, kok. Aku sedang tidak menyukai siapapun!" ucapnya dengan tangan sedikit gemetar.

"Ara? Begitukah?"

"K-k-kenapa memangnya?"

"Tidak, hanya ingin bertanya saja" ucap Qilla.

"Ada tidak ya, orang yang menyukai Ryan saat ini~~" lanjutnya sambil mengintip ke arah Niendya.

"E-entahlah"

"Kalau tidak ada, itu akan bagus untukku~~" ucap Qilla.

"H-hm? Apa m-maksudmu?" ucap Niendya dengan ragu.

.

.

.

"Aku pikir, aku mulai menyukai Ryan~~"

"Nhagh?!??"

"...hanya bercanda! Hahaha~~~apa itu membuatmu terkejut?" tanya Qilla.

"T-tidak sama sekali!"

Aku pun kembali.

"Hm? Ada apa? Kok kalian ribut-ribut begini?" tanyaku.

"Fufufu~~aku hanya bercanda dengan Niendya saja" ucap Qilla dengan tertawa.

"Bercanda? Oh iya, bagaimana kalau kita mulai saja pertemuannya? Niendya juga sudah ada di sini" kataku.

"Oh, benar juga. Baiklah akan kumulai"

Qilla menuliskan sesuatu di papan tulis.

"Pertama adalah tujuan. Tujuan dari klub ini adalah menjaga, mengatur, dan memperbaiki segala hal yang berkaitan dengan perpustakaan"

"Baik" ucapku dan Niendya.

"Kedua, keuangan. Dalam hal ini, sekolah memberikan klub ini dana lebih. Hal itu karena perpustakaan akan berpengaruh terhadap kebutuhan sekolah. Jadi, kita harus mengatur pengeluaran kita dengan baik. Apa kalian mengerti?"

"Mengerti"

"Hm, selanjutnya mungkin lebih seperti aturan. Yang pertama, karena kita adalah klub, kita juga harus mengikuti acara sekolah yang berkaitan dengan klub-klub sekolah. Kedua, dengan alasan yang sama, setiap klub harus mengikuti minimal satu kompetisi apapun jenisnya meskipun itu tidak berkaitan dengan kegiatan klub. Sehingga klub tersebut dianggap aktif, bukan hanya klub kosong. Ketiga, kalian boleh melakukan apapun di sini asalkan kalian mendapatkan izinku sebagai Ketua, atau izinmu sebagai Wakil Ketua, Ryan. Hm...kurasa itu saja"

"Baiklah, akan kuingat" kataku.

"Oh! Ada satu hal lagi"

"Dalam menjalani kegiatan klub maupun kegiatan sehari-hari di sekolah, pastikan kalian tetap mematuhi aturan. Kalian akan dalam bahaya bila dua organisasi sekolah mengawasi kalian"

"Huh? Organisasi?" tanya Niendya.

"OSIS dan Komdis"

"Ada apa memangnya?" tanyaku.

"Keduanya memang hanya sekedar organisasi. Tapi, mereka bisa saja membuat kalian mengalami kesulitan di sekolah. Kusarankan agar kalian menjauh dari anggota organisasi itu" ujar Qilla.

"Baiklah. Akan kami ingat"

"Bagus! Sekarang mari kita pulang!" kata Niendya.

Kami pun bersiap-siap untuk segera pulang.

.

.

.

Kami memutuskan untuk pulang bersama. Sebelumnya, Qilla selalu menjaga jarak dengan kami. Dengan kejadian tadi, Qilla akhirnya semakin terbuka padaku, dan Niendya.

"Ryan!!"

Tiba-tiba, ada seorang perempuan memanggilku dari depan gerbang sekolah.

"Hm?"

Dia pun mengampiriku. Ternyata, dia adalah Tiara.

"Kenapa, Tiara?" tanyaku.

"Ryan. Boleh aku minta sesuatu?" tanyanya.

"Akan kubantu sebisaku"

"Apa akhir pekan ini kau sibuk?"

"Kurasa tidak. Aku tidak ada kegiatan sama sekali"

"Bagus. Kalau begitu, tolong temani aku, ya" katanya.

"Huh?" ucap Qilla dan Niendya bersamaan.

"Oh, boleh saja, kok. Beritahu saja lokasi dan waktu nya saat di kelas besok"

Lagipula aku tidak tahu apa yang ingin aku lakukan saat akhir pekan. Biasanya aku hanya tidur dan olahraga seharian.

"HAH?!?!!" teriak Niendya dan Qilla.

"Baiklah. Sampai jumpa"

Tiara pun pergi. Saat aku berbalik melihat Qilla dan Niendya, mereka terlihat marah padaku.

"Umm...apa aku melakukan sesuatu yang membuat kalian marah?"

"Tidak, tidak ada!" jawab mereka dengan kompak.

Sore itu, mereka tetap menatapku dengan tajam sampai halte bis.

To be Continued...


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C4
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login