Download App

Chapter 89: Pamit

"Jangan meminta yang aneh-aneh!" lepaskan tanganmu, ini jalannya sempit!"

"Itu rumahnya, yang kanan jalan." Kira menunjuk pada Ryan rumah sederhana tak jauh dari mobilnya.

"Masih tak ingin melepaskan tanganku? Aku sulit parkir!" Kira memang belum melepaskan tangan Ryan dan masih memegenginya masih bersandar di sana.

"Aku mohon, berjanjilah dulu.. Baru aku lepaskan" pinta Kira lagi..

"Kau.. Haaaah, Baiklah aku berjanji! Lepaskan tanganmu sekarang!"

"Yeaay.. Makasih, suamiku." Kira langsung memakai niqob dan sarung tangannya, segera keluar dari mobil saat Ryan baru mematikan mesin mobil.

"Wow, bersemangat sekali kau turun!"

"Apa dia mau mngenggapku sebagai supir, sekarang?" Ryan berpikiran negatif. tapi, berubah tak lama setelah Kira menggedor pintu mobilnya

Klek

Kira membukakan pintu mobil Ryan.

"Kau sedang apa?"

"Mengajakmu turun, suamiku.. Ayo!" Kira menarik tangan Ryan turun.

"Maaf, mencari siapa ya?" seorang wanita bercadar menyapa Kira dan ryan yang memarkir mobil si depan pintu rumahnya.

"Umi.. Ini aku.. Aku yang sewa kamar itu!" Kira menengok dan menjelaskan..

"Hah, subhanallah.. Neng Icha?"

"Hmmm.. Iya .. Aku.. Icha. Dan ini suamiku Ryan."

"Hey, apa kau sebut siapa namamu?" Ryan tak sabar melihat ke Kira yang menyebut nama lain, sudah sambil melotot ke Kira.

"Aaah.. Icha, dari Chairunisa. Kan nisa itu biasa di sebut Icha, suamiku.."

"ShaKira Chairunisa, kau mengganti namamu?" Ryan protes dan menunjukkan wajah tidak suka

"Bukan mengganti, hanya nama panggilan.. Aku mohon suamiku, jangan marah dulu, ya."

"Suami.. Jadi benar yang dibilang Lina bukan bercanda, kalau icha sudah punya suami? Dan suaminya terlihat bukan orang sembarangaan.." umi bergumam dalam hatinya, sambil melihat pertengkaran kecil. Ryan dan Kira.

"Ehm.. Neng Icha.. Ajak suaminya masuk dulu sini!" umi menengahi kedua orang di depannya yang sedikit bersitegang.

"Ah, iya umi.. Sebentar kita masuk!" Lalu Kira menengok ke Ryan. "Ayo suamiku.. Masuk!" Kira sedikit menarik tangan Ryan untuk masuk

"Hah.. apa maunya.. Rumah sekecil ini aku harus masuk.. Apa-apaan dia menarikku seperti ini?" Ryan kesal, mencoba menahan lagkah kakinya, tapi kira masih saja menariknya masuk

"Hey.."

"Ayolah, suamiku.. Kau bebas menghukumku nanti, tapi masuk dulu, ayo!" Kira berbisik dan akhirnya berhasil mengajak Ryan masuk, seperti biasa, harus diiming-iming dulu.

"Kau mau apa lagi?"

"Mencopot sepatumu.. Kalau bertamu di rumah oramg, ga boleh pakai sepatu ke dalam, suamiku!" Kira menjelaskan sambil membukakan sepatu Ryan

"Asslaamu'alaikum!"

"Wa'alaikumsalam.. Teh Icha.. kenapa beda begini?" Lina keluar dan menyapa Kira.

"Di belakang teh Icha suaminya? Uuuh, ganteng banget.. Yah, sudah pasti kalah Ajat kalau ini benar suaminya.." Lina bergumam

"Hmm.. Sebenarnya, caraku berpakaian ya seperti ini. Tapi kemarin aku sedikit nakal, hahhaa!" Kira tertawa kecil setelahnya.

"Shakira Chairunisa, apa maksudmu? Kau nakal menggoda seseorang?"

"Bukan.. Bukan suamiku.. Mana berani aku lakukan itu.. Ayo duduk sini!" Kira menarik Ryan, untuk duduk di sofa sederhana.

"Di minum dulu, teh Icha.. Aa Ryan.." Umi datang membawakan gelas berisi teh dan kue cemilan.

"Teh Icha, makan dulu ya, di sini, bareng-bareng." bujuk umi.

"Aduuuh... Umi gapapa.. Ga usah.. Aku ngerepotin dari tadi malam numpang makan terus di sini.."

"Ish, mana ada ngerepotin hayu, makan dulu!"

"Assalamu'alaikum." Ajat keluar dari dalam dan tersenyum ke Kira dan Ryan.

"Wa'alaikumsalam." jawab Kira.

"Siapa laki-laki ini?" Ryan sudah membuat alarm di kepalanya.

"Ini beneran teh Icha? Subhanallah.." Ajat tersenyum tulus mengomentari penampilan Kira

"Hmm.. Maafkan aku... Kemarin aku memang bodoh merubah penampilanku. Hahah!" Kira tergelak tawa menutupi nervousnya

"Jadi laki-laki ini melihat tubuh istriku tanpa penutup seperti sekarang?" Ryan semakin kesal melihat arah pembicaran Kira.

"Hayu, makan dulu.. " Umi menarik lengan Kira

"Hmmm... Umi, aku cuma sebenatar, gapapa va usah makan dulu!"

"Hussh.. perjalanan ke Jakarta jauh, hayu makan dulu! Umi bikin sayur asem!"

"Haaaah.. Sayur asem.. Menggoda ini.." hati kira sudah ga tahan ingin icip, tapi Ryan.. Tatapannya sudah seperti singa menatap Ajat.

"Hmm.. Sebentar umi.." Kira menarik Ryan. "Suamiku, kita makan dulu, ya!"

"Hey, tadi kau lihat aku sudah makan, kan?"

"Yang ini beda... masakan umi sangat enak.. Ayolah.." Kira sedikit merengek pada Ryan, membuat Ryan terpaksa mengikutinya lagi untuk ke meja makan.

Sayur asem - pepes ikan - ikan asin - tempe - tahu goreng - jengkol - pete - terong balado, lalapan dan sambal, semua terhidang di meja makan.

"Umi, piringnya satu saja.." Pinta Kira.

"Hah? Suamimu.."

"Suamiku aku suapin, biasanya memang seperti itu." Kira menjelaskan.

"Hahaha.. Bagus, aku suka ini.. Kau harus liat istriku menyuapinku, supaya matamu tak lagi berharap mendapatkan istriku!" Ryan yang memang sudah kesal dengan Ajat, sangat senang dengan keputusan Kira untuk menyuapinnya.

"Bismillah.. Makanlah suamiku!"

"ShaKira Chairunisa... Kenapa pakai tangan?" Ryan melihat ke Kira dengan megernyitkan dahinya.

"Makan lalapan memang enak pakai tangan begini. Ayolah...aku tadi kan sudah ke dapur cuci tangan.. Buka mulutmu.."

"Aku ga mau!" Ryan melihat kira dan menutup mulutnya dengan tangannya.

"Ayolah suamiku.. Coba dulu sedikit!" Kira memaksa.

"Aku ga mau! Kau mau membunuhku?" nada bicara Ryan sudah meninggi.

"Mana mungkin aku beriat membunuhmu, lihat semua orang di meja ini makan menggunakan tangan tapi tak akan mati.. Ayo buka mulutmu, makanlah dulu!" Kira masih memaksa Ryan

"Aku buka ini kalau kau tak mau memakannya!"

"Hey, kau berani melawanku?" Ryan snagat tak suka ancaman Kira untuk membuka niqobnya.

"kalau sampai kau berani membuka itu, awas kau! Jangan berharap aku bisa mengampunimu!" Gumam Ryan.

"buka mulutmu kalau tak ingin aku membukanya!" dengan sangat terpaksa Ryan membuka mulutnya dan memakan dari tangan Kira.

"Euleuh.. Euleuh.. Suami teh Icha lucu banget, hihi!" Lina tersenyum sendiri melihat pertengkaran Kira dan Ryan.

"Hmmm.. Beruntungnya laki-laki ini.. punya istri sudah cantik, baik, solaehah.." Ajat mengomentari Kira dan Ryan dalam hatinya

"Neng Icha... subhanallah... Hihi semoga menjadi keluarga sakinah, mawadah, warohmah, yah! Umi seneng banget liat neng Icha sama suaminya.." Umi berkata jujur, meluakan isi hatinya.

"Hihi.. Amiiiin umi."

"Apa maksudnya kata-kata tadi?" Ryan mengernyitkan dahi tanda tak paham

"Suamiku, umi mendoakan kita supaya pernikahan kita langgeng dan bisa jadi keluarga yang bahagia, seperti itu kira-kira." Kira menjelaskan, sambil menyuap satu suapan lagi ke Ryan. Yang seperti biasa, saat lidah Ryan menangkap makanan yang ditawarkan enak, Ryan tak akan menolaknya lagi.

"Teh Icha ga makan?" tanya Lina, yang melihat Kira hanya menyuapi Ryan saja tanpa menyuap untuknya sendiri.

"Nanti.. Aku pasti makan nanti." Kira menjawab singkat.

"Kamu nanti kalau sudah menikah, perlakukan suamimu seperti teh Icha memperlakukan suaminya, Lina!" Umi berkomentar

"Eh iya, emang harus begitu, umi?"

"Atuh, iya.. Suamimu kan sudah banyak berkorban untukmu.. Jadi kamu harus menghormati dan mendahulukan kepentingannya. Bahkan untuk seorang istri, urusan suami lebih penting dari urusan anaknya.. jangan sampai di balik!" umi menambahkan ceramahnya ke Lina.

"Kenapa wanita ini bicara seperti istriku? Apa semua wanita yang memakai itu sama pemikirannya?" Ryan sedang menganalisa.

"Tapi umi, kalau misal suamiku galak dan menyiksaku, apa aku juga harus berbuat baik?" Lina bertanya

"Uhuk.. Uhuk.. Uhuk.." Ryan keselek,

"Aah, kurangajar, anak itu.. Kenapa bicara seperti itu saat makan?" Ryan kesal dengan kata-kata Lina dan merasa tersindir

"Suamiku, minum.. Maaf, tadi aku kasih sambelnya kebanyakan ya?" Kira berkilah

"Kau tersindir dengan ucapan Lina, ya? Hahahhaa! Rasakan, kau!" Kira tahu apa yang dirasakan Ryan, tapi untuk menutupi aib Ryan, Kira menyalahkan dirinya sendiri dengan sambel yang kebanyakan..

"Eh iya.. Ati-ati Neng Icha, sambalnya memang lada." umi memang benar panik, karena sambalnya memang pedas.

"Iya, umi, aku tadi kebanyakan kasih sambal."

Obrolan ringan terus berlanjut di meja makan. Setelah selasi menyuapin Ryan, Kira menyuap untuk dirinya sendiri. Tapi, tak terlalu banyak. Tadi Kira makan cukup banyak di cafe, jadi saat ini, Kira hanya makan sedikit. Mereka semua masih duduk di meja makan yang sama, selama Kira menghabiskan makanananya. Masih sambil mengobrol ringan, hanya Ryan saja yang memilih untuk memgamati tanpa banyak bicara. Ryan mendengarkan apa saja yang dibicarakan Kira dengan keluarga ini.

"Aku sudah, umi.. Alhamdulillah.. Enak masakannya." Kira berucap syukur, sambil berdiri mebawa piring kotornya ke dapur.

"Neng Icha, biar sama Lina saja nabti di cuci piringnya.

"Gapapa umi.. Aku ga tau kapan bisa ke sini lagi. Biar aku cuci piringnya." Kira bersikeras, dan tetap memaksa untuk mencuci piring, hingga umi tak bisa lagi menolaknya. Lina dan umi juga ke dapur untuk membantu berberes, dan mereka mengobrol singkat sambil bercanda di dapur. Kira lupa, kalau Ryan dan Ajat ada di meja yang sama.

"Bagaimana istriku bisa sampai Ke sini? Kau yang membawanya? Atau adikmu?" Ryan mulai memberikan pertanyaan.

"Ah, Teh Icha kenal sama Lina di jalan dan Lina mengajaknya kost di sebelah." Ajat menjawab dan tersenyum ke Ryan.

"Hah, dia pikir bisa membohongiku dengan senyumannya? Jelas sekali matanya berbohong! Cuiiih!" Ryan duduk bersandar dan melipat tangan didadanya.

"Dimana kau bertemu istriku? Jangan kau pikir kau bisa membohongiku! Apa tujuanmu membawanya ke sini?" Ryan sudah melihat Ajat dengan tatapan menghakimi, seperti biasanya.

"Ehmm.. Teh Icha kebingungan di terminal. Dan saat itu, saya cuma menawarkan kontrakan." Ajat tersenyum. "Kemarin dia sangat panik saya cuma khawatir ada orang berniat jahat pada wanita secantik teh Icha. Insya Allah ga ada niat jahat sama sekali." Ajat menambahkan kata-katanya.


Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Rank -- Power Ranking
    Stone -- Power stone

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C89
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank NO.-- Power Ranking
    Stone -- Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login