Download App

Chapter 3: Detektif Henry

Detektif Henry melotot seolah matanya akan melompat keluar. Rokok yang bertengger di sudut bibirnya terjun bebas jatuh ke lantai. Seakan tak percaya apa yang dihadapannya kini. Wanita yang menurutnya cukup menyebalkan dan sombong itu kini malah menjadi atasannya. Serasa tersambar petir di siang bolong.

"Apa-apaan ini!" bentak Henry sambil melempar majalah yang baru dipegangnya.

"kau dengarkan. Sekarang aku ketua devisi Kriminal. Kau menjadi wakilnya jelas" kata Ambrosia dengan dagu yang terangkat. Wanita cantik itu membenarkan kerah kemejanya. Meskipun hanya memakai hem putih dan celana hitam kasual Ambrosia masih terlihat anggun dan menawan. Semua mata pria di ruangan itu menatap terpesona pada kemolekan tubuh ala dewi yunani itu. kecuali Henry yang jelas kilatan kebencian dalam sinar matanya.

"selamat datang bu" sapa Darius dengan mengangkat tangan kanannya melakukan gerakan hormat.

"terima kasih, 15 menit lagi kita kumpul di ruang rapat" perintah pertama Ketua Devisi Kriminal itu langsung menggerakkan penghuni di ruangan serentak berdiri tegap dan membalas dengan sikap siap.

"Siap Bu!!!" sahut semua polisi kecuali Henry yang masih cemberut.

"maaf bu, ruangan Anda sudah siap" kata petugas kebersihan ternyata baru saja selesai menata ruangan ketua sebagai kantor baru Ambrosia.

"hei.. sejak kapan kantorku disekat begini?" Tanya Henry dengan ketus.

"sejak hari ini" jawab Ambrosia cuek. Lalu melenggang memasuki ruang kantor barunya. Beberapa petugas sudah meletakkan meja, kursi lemari dan barang-barang kantor milik Ambrosia.

"kenapa aku harus menjadi wakil? Apa lagi, Kau orang baru langsung menggeser ku! Lelucon macam apa ini!!" kata Henry makin tak bisa mengendalikan kekesalannya.

"itulah kenyataannya. Segera terimalah dengan lapang dada." Jawab Ambrosia dingin.

Tepat 15 menit kemudian. Semua anggota tim devisi kriminal sudah siap diruang rapat. Ambrosia menyuruh Darius menyalakan proyektor sekaligus menjadi operatornya.

"rapat ini hanya 60 menit aku jelaskan visi dan misi ku" kata Ambrosia.

Semua tim serius memperhatikan penjelasan Ambrosia. Henry yang baru kembali dari kantor pusat untuk protes pada komandannya, tentang keberadaan Ambrosia yang menggesernya menjadi ketua devisi. Mendapatkan jawaban yang mengecewakan. Karena memang sudah keputusan dari atasan. Dia tak bisa banyak protes lagi. Lalu dengan terpaksa ikut rapat itu.

"dari mana saja pak Henry? Anda terlambat" Tanya Ambrosia melihat Henry yang baru masuk ruang rapat.

"dari kantor pusat!" jawab Henry masih cemberut

"maaf yang terlambat keluar saja. Saya tidak toleran pada keterlambatan! Keluar!" kata Ambrosia dengan wajah dingin.

"terserah" sahut Henry acuh. Lalu pergi meninggalkan ruang rapat dengan membanting pintu.

Ambrosia melanjutkan rapatnya lalu tepat 60 menit meskipun masih ada yang bertanya, Ambrosia menutupnya.

"maaf pertanyaannya di skip. Waktunya habis. Dibahas di luar rapat saja. Silahkan selamat bekerja" kata Ambrosia tegas. Anak buahnya tak ada yang membantah. Rapat berakhir. Tugas yang diberikan Ambrosia membuat mereka melangkah tegang dan sibuk dengan masing-masing tugasnya.

"apa yang terjadi? Mengapa semua orang tampak sibuk?" Tanya Henry pada Marcos yang baru kembali ke mejanya.

"ooo.. ketua baru kita memberikan proyek besar yang cukup serius. Laporannya harus masuk minggu ini" kata Marcos. Setahu Henry selama ini, Marcos adalah detektif paling santai dan tenang. Kali ini ekspresi baru menghiasi wajah pria berambut ikal itu. yaitu ekspresi serius dan fokus.

"tugas apa sih?kok serius banget?" Tanya Henry semakin heran dengan sikap sahabatnya itu.

"kau ingat kematian yakuza yang diduga bunuh diri? Lalu kasus kematian di taman, kakek 70 tahun ketua mafia white Vanom sebulan lalu? Kita harus menyelidikinya. Kemungkinan mereka korban dari seorang pembunuh bayaran dengan sebutan Mercury" kata Marcos

"apa? Bukankah kematian mereka sudah dikonfirmasi kalau kematian normal? Kasusnya sudah ditutup. Untuk apa diselidiki lagi?" kata Henry makin heran.

"kau tadi tidak mengikuti rapat jadi ketinggalan info. Ketua kita memiliki bukti kuat kalau mereka di bunuh" kata Marcos

"ketua kita lagi.. AAAH.. kesal aku mendengar kau sebut nama itu" kata Henry makin kesal.

Marcos menatap mata sahabatnya yang sedang frustasi itu. lalu bibirnya menipis dan kembali ke layar komputernya.

"kau akan jatuh cinta pada dewi yunani itu. cepat atau lambat" kata Marcos seolah meramalkan suatu prediksi tentang Henry.

"hii.. najis.. dewi yunani apaan. Wanita itu kaya macan!!" kata Henry

"ya.. cinta memang begitu awalnya benci lalu jadi benar-benar mencintai" kata Marcos menggoda Henry.

"kebanyakan makan tape nih orang" celoteh Henry

"hahahaha.. udah sono. Kayanya bu Ambrosia memanggilmu tuh!" kata Marcos melemparkan pandangan pada Ambrosia yang sedang menatap tajam pada Henry. Tangan lentiknya menggerakkan jari seolah menyuruh Henry segera mendekat padanya.

"eh.. Anjir.. kenapa tiba-tiba bulu kudukku berdiri" bisik Henry pada Marcos.

"yakin bulu kudu aja yang berdiri? Si piton apa tak ikut berdiri bro?" goda Marcos dengan memainkan alisnya.

"stress nih orang!" celetuk Henry

"hahaha.." Marcos tertawa terpingkal-pingkal melihat tingkah kikuk sahabatnya melangkah memasuki kantor ketua.

"pak Henry tugas Anda mengecek ini. Tolong ya" kata Ambrosia menyodorkan file kasus pada Henry. Pria bertubuh tinggi itu dengan enggan melirik pada file kasus yang teronggok di meja.

"apa ini? Aku tidak diijinkan ikut rapat. Mana ku tahulah kalian membahas apa?" kata Henry acuh.

"duduklah leherku capek harus mendongak padamu" perintah Ambrosia dengan tangan tetap asik menari pada keyboard komputer.

Henry menghela nafas dan duduk di kursi dengan malas. Dibukanya file kasus kata yang terbaca di sana adalah bunuh diri.

"kasus-kasus bunuh diri?" Henry membaca file itu.

"kasus ini kasus besar. Pembunuh bayaran yang disebut Mercury itu sudah beroperasi selama 5 tahun di berbagai Negara. Aku sudah mengejarnya sampai ke mana-mana. Itu file yang diduga menjadi korban Mercury." Kata Ambro menjelaskan secara singkat kasus yang akan mereka selidiki.

"sebenarnya siapa Mercury itu?" Tanya Henry

"seorang yang tak memiliki kewarganegaraan, entah pria atau wanita, tak memiliki identitas pasti, dan dia psikopat yang hobi membunuh dengan diam-diam, karena hobinya ini dia memilih profesi sebagai pembunuh bayaran professional dengan bayaran yang tinggi" Ambro menjelaskan dengan serius.

"ooh Tuhan.. orang ini adalah Dewa kematian. Bagaimana menangkap Dewa? Mustahilkan? Karena di dunia nyata tak ada dewa" kata Henry mengejek. Karena menurutnya mustahil ada pelaku pembunuhan yang sempurna tak meninggalkan jejak bahkan identitasnya tak ada.

"baca sampai habis. Mercury di setiap Negara mengganti identitasnya. Entah bagaimana dia melakukannya. Yang pasti orang ini sangat berbahaya. Yang pasti dia ahli racun dan obat mungkin seorang dokter, gesit dan pandai ilmu beladiri mungkin juga mantan militer, bisa merubah-rubah identitasnya mungkin dia mantan agen intelejen" kata Ambro masih serius menjelaskan.

"ada orang sejenius ini? itu tidak mungkin? dia seperti malaikat maut saja" kata Henry makin heran.

"kalau kau punya uang sekitar 20.000 dolar hubungi dia kau bisa menyebut nama orang yang ingin kau bunuh. Itu harga paling murah. Bila orang itu tokoh penting harganya bisa lebih mahal" kata Ambro menunjukkan layar di letopnya. Terpampang situs yang menawarkan jasa pembunuh bayaran lengkap dengan harga dan cara memesannya.

"hah? situs apa ini?" Tanya Henry menganga terperanjat dengan apa yang dilihatnya.

"ini bukan situs internet biasa ini deepweb" kata Ambrosia lalu mengklik tombol enter maka masuklah pada halaman berwarna serba hitam. Lalu munculah chat room dengan Mercury sang pembunuh bayaran.

"anda mau mencobanya? Chat dengan sang dewa kematian?" Tanya Ambrosia menyodorkan laptop pada Henry.

"serius? Ini hanya lelucon" kata Henry

"coba saja chating" kata Ambrosia

Henry dengan ragu mengetikkan kata Hi pada chat room itu.

"Hi" clien 099

"Hi" Mercury menjawab. Dengan ragu Henry mengetik kembali

"benarkah anda pembunuh bayaran?" Tanya clien 099

"yeah" Mercury menjawab.

"berapa aku harus bayar?" clien 099 mengetik

"sebutkan namanya" kata Mercury. Jantung Henry tiba-tiba berdebar-debar. Seolah Mercury memang ada di ruangan itu sedang berbicara dengannya.

"berapa harga yang harus aku bayar?" Tanya clien 099

"aku tahu kau polisi alamat IPmu berada di kantor polisi kota S.. hahaha kau pikir ini lelucon detektif?" Mercury mengetik.

Layar muncul lambang emoji smile face lalu laptop mati seketika.

"sial dia menemukan lokasi ku" kata Ambrosia dengan menekan tombol ESC tetapi terlambat laptopnya sudah mati.

"virus..! ini sudah laptop ke lima" bentak Ambrosia kesal karena kali ini laptopnya rusak lagi karena terkena virus dari web Mercury.

"apa yang terjadi?" Tanya Henry.

"Mercury tahu kalau kita polisi. Dia mematikan laptop ku lagi. Padahal aku sudah memakai filter yang canggih." Celoteh Ambro.

"bahkan dia bisa tahu lokasi kita saat ini?" Tanya Henry semakin ngeri.

"mungkin Mercury sebuah organisasi. Sulit mencapainya. Tetapi dia hanya fokus pada satu titik seolah dia bekerja sendirian. Entahlah apa dia ini? Aku sudah mendedikasikan mengejar mahluk ini selama 5 tahun. Selalu jejaknya sulit ditemukan" kata Ambro bercerita dengan cemas.

"dengar detektif Henry, bila kita bisa menangkap Mercury maka pangkat anda bisa naik dan aku bisa kembali mendapatkan kembali pekerjaanku sebagai agen." Kata Ambro dengan mendekatkan wajahnya pada Henry. Detektif tampan itu mau tak mau menarik tubuhnya menjauhkan dirinya untuk menghindari kedekatan dengan Ambrosia.

"Kita harus bekerjasama menangkapnya. Kau bisa dapatkan posisi ini bahkan lebih tinggi lagi." Kata Ambro makin mendekatkan wajahnya pada Henry. Henry bisa mencium aroma parfum wangi bunga lily yang lembut.

"Aku tahu kau tak suka padaku. Tetapi bila kita bisa menjebloskan Mercury kita bisa bahagia dengan impian kita masing-masing. Bagaimana pendapatmu?" Tanya Ambro kali ini wajahnya sudah benar-benar dekat sekali dengan wajah Henry.

"eh.. oke.. ayo kita lakukan" kata Henry kikuk. Dia menahan debaran di dadanya yang kini berubah atmosfir dari ngeri menjadi gejolak aneh yang biasanya dirasakannya saat melihat sesuatu yang sensual. Tubuhnya seketika menjadi panas. Sampai telinganya kini semakin memerah.

"baik sekarang, antarkan aku ke tukang service laptop di dekat sini" kata Ambro memiringkan wajahnya sambil tersenyum manis.

"o.. oke" kata Henry mencoba menata nafasnya dan menenangkan jantungnya yang berdebar kencang. Henry melihat Ambrosia menyambar jas mantelnya lalu melangkah keluar kantor, dia pun mengekor di belakangnya. Dirabanya dadanya yang masih berdebar agar menjadi lebih tenang.

Ekor matanya melihat Marcos sedang membuat gerakan tepuk tangan seolah memberikan dukungan entah untuk apa.

"kerja.. fokus kerja!" kata Henry pada Marcos

"hahaha.. siap pak!" jawab Marcos dengan ekspresi kocak.

"kau yang setir!" kata Ambrosia melemparkan kontak mobil pada Henry.

Kedua detektif itu berdiri di depan mobil Maserati Ghibli berwarna biru. Henry tertegun melihat mobil mewah itu. bahkan gajinya setahun pun takkan bisa membeli mobil mewah itu.

"eh.. bu.. ini mobil anda?" Tanya Henry

"yeah.. ayo masuk" kata Ambro membuka pintu mobil. "kenapa? Anda tidak bisa mengendarai mobil?" Tanya Ambro.

"tentu bisa.." kata Henry lalu membuka pintu mobil dan duduk di belakang kemudi. Mobil Italia itu melaju di tengah kota S dengan gagah membelah jalanan yang cukup sibuk. Pagi itu.


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C3
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login