Download App

Chapter 2: Jangan Kau Dekati Zina

"Telah ditentukan atas setiap anak Adam bagiannya dari perbuatan zina, ia pasti melakukannya. Zina kedua mata adalah dengan memandang, zina kedua telinga adalah dengan mendengarkan, zina lisan adalah dengan berbicara, zina kedua tangan adalah dengan menggenggam, dan zina kedua kaki adalah dengan melangkah, sedangkan hati berkeinginan dan berandai-andai, dan kemaluan mempraktekkan keinginan untuk berzina itu atau menolaknya". [Muttafaqun 'alaih]

"Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji, dan suatu jalan yang buruk" [Al-Isrâ`/17:32]

***

"Yang kemarin jalan sama kamu siapa, Al?" tanya Aishah pada Alya, ketika mereka sedang duduk-duduk di dalam kelas, menunggu mata kuliah Matematika Dasar dimulai.

"Yang mana?" Alya bertanya balik.

"Laki-laki."

"Oh, pacar aku. Kenapa? Ganteng, kan ...," jawab Alya ringan.

"Hati-hati, ah. Jaga jarak sama laki-laki bukan mahram[1]. Tidak halal," Aishah mulai menasihati. 

"Kita pacarannya cuma pegangan tangan aja, kok. Gak lebih," ujar Alya merasa diintimidasi. Raut wajahnya terlihat tidak suka.

"Ya. Aku bilang, kan, hati-hati. Lebih selamat, kamu putusin dia aja. Pacarannya nanti, kalo udah nikah. Halal. Berpahala lagi."

Alya tidak menjawab dan hanya diam. 

Aishah memang seperti ini. Menasihati langsung pada intinya. Sama halnya soal hijab. Berulang  kali dan tidak bosan mengingatkan. Bahwa setiap helaian rambut yang Alya perlihatkan pada lelaki yang bukan mahramnya adalah haram. Dan sesuatu yang haram tentu mendapat dosa.

***

"Kalau aku pakai jilbab, nanti tidak ada laki-laki yang mau menikah denganku, Aish. Fikri pasti bakal mutusin aku nanti." Alasan yang Alya utarakan di lain waktu, kala Aishah mengingatkannya lagi untuk menutup auratnya dan memutuskan pacarnya itu.

"Kalo Fikri mutusin kamu karena kamu pake jilbab. Maka dia bukan calon suami yang baik. Dengan macarin kamu kaya gini aja udah kliatan, lho, dia bukan laki-laki yang baik. Lelaki yang baik itu, bakal jaga dirinya juga diri calon pasangannya. Kalo suka, ya, langsung minta kamu, dong, buat jadi istrinya," tutur Aishah. "Nih, buat kamu. Datang, ya, nanti sama Laila dan Eva, dipake jilbabnya, lho," ucap Aishah seraya menyerahkan undangan pernikahannya.

"Kamu mau nikah? Kuliahnya gimana?" tanya Alya heran.

"Ya, tetep kuliah atuh. Kan, gak ada larangan mahasiswa nikah di kampus kita. Kecuali ketauan zina. Bakal dikeluarin. Dah, yah, inget-inget nasihatku buat putusin pacar kamu itu atau minta dia buat lamar kamu sekalian kalo kalian memang saling cinta. Pamit dulu, mau kasih undangan buat yang lain." Aishah pun berlalu meninggalkan Alya yang tampak termenung.

'Nikah? Sama Fikri? Emang dia mau? Masih kuliah gitu, belum kerja,' batin Alya.

***

Pernikahan Aishah dan Faiz dilangsungkan di rumah kediaman Aishah di Sukabumi pada akhir pekan ke dua di bulan Januari.

Mereka berdua dikenalkan melalui perantara kedua orangtuanya. Paman Aishah, pak Zainal adalah salah satu pengurus pondok pesantren yang ada di Solo, dan Faiz adalah salah satu pengajar di pondok pesantren itu. Faiz pernah mengutarakan niatnya untuk menikah dan meminta pada paman Aishah untuk mencarikannya calon pendamping. Saat paman Aishah mengabarkan hal ini pada ayahnya Aisyah—pak Syahrul, agar membantunya mencarikan calon istri untuk Faiz, pak Syahrul sambil bergurau lantas menawarkan putrinya untuk dikenalkan pada Faiz. Bak gayung bersambut, ternyata pak Zainal setuju begitu pula Aishah. Proses ta'aruf[2] dan nadzar[3] akhirnya dijalani oleh Faiz dan Aishah tanpa kendala. Kemudian dilanjut dengan khitbah[3].

Dan disinilah mereka. Sudah sah menjadi suami-istri.

Resepsi pernikahan Aishah-Faiz digelar terpisah untuk laki-laki dan perempuan. Untuk menghindari ikhtilat[4].

Tampak Alya, Laila dan Eva hadir dalam acara akad nikah hingga resepsi digelar. Aishah mengucap hamdalah karena Alya mau mengikuti nasihatnya kali ini untuk mengenakan jilbabnya. 

Alya, Laila dan Eva pun menghampiri Aishah untuk memberinya selamat. Aishah memeluk erat Alya seraya berbisik, "Aku tunggu kabar hari bahagiamu, Al. Jangan ditunda lama-lama." Alya hanya menjawab dengan anggukan. Yang tidak Aishah ketahui, Alya datang bersama Fikri. Hanya saja laki-laki itu tidak ikut masuk ke acara nikahan Aishah. Setelah menurunkan Alya, Fikri langsung pergi dan akan kembali menjemput nanti.

***

"Alya, pulang sama laki-laki itu, ya?" tanya Laila saat mereka sudah berpamitan pada Aishah untuk kembali ke Bogor bersama Eva dan Alya.

Laila dan Eva yang tinggal satu kosan memang berangkat bersama dari Bogor menuju Sukabumi. Sedangkan Alya berangkat dari rumahnya di Depok dan tentu saja Alya berangkat bersama Fikri dengan mobilnya, meski mereka janjian di luar rumah Alya.

Tampak dari kejauhan Fikri sudah menanti kekasihnya di seberang jalan.

Eva mencegah Alya beranjak dari rumah Aishah seraya bertutur, "Al, kamu gak lupa, kan, nasihat Aishah untuk tidak lagi berhubungan dengan lawan jenis?"

"Udah, deh! Kalian ini bawel banget, sih! Urus aja urusan kalian sendiri. Aku mau pulang sama siapa bukan urusan kalian!!" jawab Alya kesal dan langsung menepis tangan Eva yang tadi mencegahnya.

Alya berjalan dengan terburu-buru menghampiri Fikri dan langsung masuk ke dalam mobilnya.

"Kenapa, Al?" tanya Fikri saat melihat Alya gusar dan langsung melepas jilbabnya dengan kasar.

"Gak ada apa-apa, kok. Udah jalan aja, deh."

***

Awal Februari terlihat Alya tengah bersiap-siap menuju kelas berikutnya. Seorang diri. Sejak peristiwa di pernikahan Aishah, Alya tampak sering menghindari ketiga temannya itu. Bagi Alya, ketiga temannya itu terlalu sering ikut campur dalam kehidupan pribadinya. Dan Alya memutuskan untuk berteman dengan teman sekelasnya yang lain, yang memiliki kesamaan, yaitu memiliki pacar. 

Alya merasa nyaman bersama teman dekat barunya itu dan berpikir kenapa baru sekarang Alya dekat dengan mereka. Padahal bergaul dengan mereka sangat menyenangkan. Saling bertukar cerita tentang pacar-pacar mereka dan apa saja yang telah mereka lakukan bersama pacarnya itu. 

"Masa, sih, Al, belum pernah ciuman sama Fikri?" tanya Dewi kala mereka sedang berkumpul di kosan Aida.

Alya yang mukanya mendadak menjadi merah pun menjawab dengan polosnya, "Iya. Kita paling pegangan tangan aja. Malu atuh klo ciuman mah."

"Ah, Fikrinya yang payah, nih," sahut Aida mengompori.

"Mang, lo, udah berapa lama pacaran?" tanya Dewi penasaran.

"Yang resminya ... baru tiga bulan, sih," jawab Alya malu-malu.

"Oh, pantesan," ucap Aida. "Ntar, deh, klo lo udah pacaran lebih lama, gue yakin Fikri bakal minta jatah sama lo."

"Igh, paan, sih, Da. Masa minta jatah kaya apaan aja," jawab Alya dengan muka merah. Membuat Dewi dan Aida tertawa geli.

Baik Dewi dan Aida mereka berdua sudah lama berpacaran sejak masih di SMU. Tidak perlu disebut deh, ya, gaya pacaran mereka seperti apa. Yang jelas bertukar saliva dengan pasangannya, bagi mereka bukan lagi hal yang tabu. Apalagi pacar mereka adalah kakak kelasnya yang berbeda dua tahun. Bahkan, pacar Aida saat dia masih SMU adalah seorang mahasiswa tingkat dua. Berbeda dengan Alya yang memang baru kali itu menyukai lawan jenis dan ternyata perasaannya bersambut.

Alya dan Fikri sendiri tidak berkuliah dalam jurusan yang sama. Alya yang merupakan mahasiswa jurusan Matematika berkenalan tanpa sengaja dengan Fikri. 

Fikri kala itu sedang bertandang ke kosan tempat Alya tinggal untuk bertemu dengan teman satu jurusannya-Ilmu Komputer, Rara, untuk meminjam diktat kuliahnya. Dan tidak hanya sekali atau dua kali. Karena sering bertemu, benih-benih cinta di antara mereka pun tumbuh subur.

***

Seperti biasa, sepulang kuliah, Alya pasti menunggu Fikri sambil terus menghindari ketiga mantan sahabatnya, Aishah, Laila dan Eva. Alya sengaja menunggu di pojokan bersama kedua teman dekat barunya, Dewi dan Aida. Berbincang-bincang seputar apa saja yang menurut mereka menarik.

Kala Fikri dan Alya sedang berjalan pulang menuju kosannya tetiba langit menurunkan airnya dengan deras. Tak ayal mereka berdua pun kebasahan di tengah jalan dan tidak sempat mencari tempat untuk berteduh.

Melihat tubuh mereka  yang sudah basah kuyup, Fikri berinisiatif mengajak Alya pulang ke kosannya dahulu karena jaraknya yang lebih dekat dari tempat mereka berada, sambil menunggu hujan reda. Dan Alya menyetujuinya.

***

[1] Mahram: (huruf mim dan ra' dibaca fathah) artinya orang yang haram dinikahi karena sebab tertentu. 

Berbeda dengan muhrim (huruf mim dibaca dhammah dan ra' dibaca kasrah) yaitu orang yang melakukan ihram, baik untuk umrah atau haji

[2] Ta'aruf: secara bahasa dari kata ta'arafa—yata'arafu, yang artinya saling mengenal

Diambil dari makna bahasa di atas, ta'aruf antara lelaki dan wanita yang hendak menikah, berarti saling kenalan sebelum menuju jenjang pernikahan. Dan umumnya dilakukan sebelum khitbah.

[2] Nadzar: melihat calon pasangan. Biasanya ini dilakukan ketika ta'aruf atau ketika melamar.

[3] Khitbah: meminang atau lamaran, menawarkan diri untuk menikah. Khitbah, ada yang disampaikan terang-terangan dan ada yang disampaikan dalam bentuk isyarat.

[4] Ikhtilat: bercampur-baurnya laki-laki dan perempuan dalam satu tempat.


CREATORS' THOUGHTS
Serenity_Lee Serenity_Lee

Di part ini lebih menonjolkan pernikahan Aishah karena part ini penting untuk part selanjutnya. Moga pada suka ya. Jangan lupa komen, review dan bintangnya ya. Save cerita ini agar dapat info ketika ada part baru. Terima kasih

Load failed, please RETRY

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C2
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login