Download App

Chapter 3: Calon Suami dari Ibu

Savira keluar dengan perasaan kesalnya. Ia meninggalkan Gadis, perempuan yang selama ini ternyata dipacari oleh Doni.

Ketika berada di luar kafe, Savira menatap cincin yang ada di tangannya itu kemudian tersenyum licik.

"Enak saja mau diambil, mending aku jual," gumamnya senang. "Sebagai pengganti sakit hatiku."

Savira kemudian berjalan menuju toko emas. Niatnya memang sudah bulat jika akan menjual cincin tersebut daripada disimpannya.

Lagian untuk apa dia menyimpan cincin dari orang yang sudah menyakitinya itu.

Namun Savira harus terhempas dari kenyataan ketika si pemilik toko mengatakan jika dia tidak bisa membeli cincin miliknya.

"Beli murah aja gak apa-apa kok, Pak. Bapak gak mau beli karena ini gak ada suratnya kan? Tenang Pak, ini bukan hasil curian kok," kata Savira menjelaskan.

"Bukan karena itu mbak, saya tahu mbak lagi butuh uang. Tapi masak iya harus jual cincin imitasi."

Kedua rahang Savira menganga sampai lupa ia tutup kembali. Dia terkejut mendengar dari pemilik toko emas tersebut jika cincin yang diberikan oleh Doni adalah imitasi.

"Imitasi Pak?" tanya Savira tak percaya.

"Iya Mbak, makanya saya gak bisa beli. Nanti saya rugi dong."

"Tapi modelnya kan—"

"Modelnya bagus, tapi kalau imitasi kan apa gunanya." Pemiliki toko emas itu terkekeh pelan, ia melihat raut kebingungan dari Savira lantas mengerti. Karena sudah banyak wanita yang pergi ke sana dan hendak menjual cincin pemberian dari kekasihnya dan adalah kebanyakan imitasi.

"Bukan cuma cintanya yang palsu, tapi cincinnya juga," dengus Savira kesal. Kemudian dia melemparkan cincin tersebut ke sembarang tempat, dia sudah emosi karena dipermalukan seperti itu.

"Aduh!" Terdengar suara lelaki mengaduh, tampaknya setelah terkena lemparan cincin dari Savira.

Lelaki itu mencari-cari keberadaan orang yang sudah melemparinya barang kecil itu, tapi dia tidak menemukan siapa-siapa selain seorang wanita yang sedang memainkan ponselnya.

Ia pun datang menghampirinya dan melihat wajah Savira yang menegang.

"Tante, kalau mau buang sampah jangan sembarangan dong," keluhnya pada Savira.

Mata Savira melotot. "Tante?!"

Ia paling anti jika dipanggil tante oleh orang lain selain anak kecil.

"Iya tante, memangnya saya panggil apa? Neng?"

Savira memutar bola matanya. "Jangan sembarangan ya, saya baru umur 20 tahun lho, masih muda," ucapnya dengan bangga.

Lelaki itu tergelak karena tidak percaya dengan ucapan Savira.

"Kalau tante 20 tahun, saya umur berapa? 10 tahun?" ledeknya. Ia kemudian pergi sebelum mendapatkan omelan dari wanita itu.

"Awas ya! Ketemu lagi! Gak bakalan hidup!" ancam Savira. "Anak jaman sekarang ternyata gak sopan," gerutunya. Dia melihat cincin itu sudah menggelinding di depannya lagi.

Ia kemudian menendangnya agar jauh dari pandangannya. "Awas aja kamu ya Doni, aku bakalan buktiin kalau aku bisa dapat lelaki yang lebih baik dari kamu. Kita lihat aja nanti," geramnya dengan tangan mengepal sebelum akhirnya ponselnya berdering dan ternyata telepon dari ibunya.

"SAVIRA PULANG!" Suara itu terdengar lantang dan nyaring, membuat Savira harus menjauhkan layar gawainya dari telinganya.

"Apa sih Bu."

"Pulang! Ibu jodohin kamu sama kenalan ibu!"

"Gak mau!"

"Oh kamu mau ibu coret dari kartu keluarga ya?"

"Ngancemnya itu terus, bosen," tantangnya.

"Pulang sekarang atau kamu gak bakalan ibu bukain pintu rumah lagi kalau kamu pulang ke sini."

KLEK!

Telepon ditutup kasar, dan Savira hanya bisa menghela napasnya. Perjodohan? Mana ada perjodohan di jaman milenial ini?

**

Savira membuka pintu rumah ibunya setelah ia sampai. Dua jam perjalanan cukup membuatnya capek hingga ia langsung masuk ke dalam kamarnya tanpa menyapa ibunya.

"Kamu mandi sana," suruh ibunya ketika membuka pintu kamar anaknya.

"Masih capek Bu, nanti bentar lagi."

"Orang yang mau ibu jodohin udah mau datang."

"What!" Savira terduduk, ia menatap ibunya tak percaya. Jadi ancaman ibunya tadi benar-benar terjadi padanya?

"Bu?!" tolak Savira dengan rengekan menjijikan itu.

"Kamu udah 30 tahun, mau nunggu nikah berapa lama lagi? Kamu gak ingat kata keluarga besar, kalau cuma kamu yang belum nikah sampai ngira kamu itu kelainan."

Savira menghela napasnya. "Bukan kelainan Bu, tapi Savira lagi mencari yang cocok dengan Savira."

"Gak usah alasan, buruan mandi dan siap-siap. Dandan yang cantik biar dia mau lamar kamu."

Savira tidak tahu dengan siapa ibunya itu menjodohkannya. Padahal selama ini hidupnya sudah mulai adem-adem saja apalagi ketika dia tahu sedang serius menjalin hubungan dengan Doni.

Atau mungkin ibunya memang sudah menyiapkan seorang lelaki karena tidak percaya dengan Savira? Meski pada kenyataannya wanita itu memang gagal lagi dalam menjalin hubungan.

Savira mengambil handuknya kemudian berjalan masuk ke dalam kamar mandi. Dia melihat ibunya yang sedang memasak kemudian mencium aroma tersebut.

"Mandi, baru makan," usir ibunya.

"Bu, ibu mau ngenalin Vira sama siapa?" tanyanya penasaran. "Jangan-jangan sama om-om, terus mukanya gak ganteng. Dia pasti kaya, terus pasti ibu punya utang sama dia makanya ibu jual Vira sama dia."

TUK!

Sendok sayur melayang ke atas kepala Savira.

"Kamu ngomong apa sih? Kamu abis nonton sinetron apa, hah?"

"Bukan ya?"

"Bukan," ketusnya. "Dia masih muda kok."

"Wah! Serius?"

"Iya, makanya sana mandi terus dandan yang cantik."

Ternyata ibu Savira tidak seburuk yang Savira pikirkan. Ternyata ibunya masih memikirkan perasaan Savira saat ini.

Padahal dia sudah berpikir jika akan dijodohkan dengan om-om mirip centeng.

Kalau masih muda dan tampan mungkin Savira bisa menerimanya. Yah, daripada dia harus menjadi jomblo seperti ini.

**

Jam tujuh malam. Savira sudah bersiap menyambut calon jodohnya tersebut. Ia sudah senang ketika diberi tahu oleh ibunya tadi jika yang datang ternyata lebih muda dua tahun di bawahnya.

Ia sudah membayangkan bagaimana wajah lelaki itu, dengan iler yang menetes dari sudur mulutnya.

"Gimana kalau mirip sama Song Joong Ki," kekeh Savira ia membayangkan terlalu tinggi.

"Ah, mungkin mirip Cha Eun Woo, kan lebih muda." Ia tertawa sendiri, tanpa sadar jika ibunya sudah mengintipnya dari celah balik pintu dengan senyum penuh makna.

"Vir, udah datang tuh calon kamu," ucap ibunya dari balik pintu.

Lain halnya ketika pertama kali dia datang ke rumah dan tampak tak bersemangat. Kini Savira lebih besemangat untuk menemui calon suaminya itu.

"Di mana Bu?"

"Di ruang tamu," jawabnya.

Savira merapikan rambut dan pakaian sebelum nememui lelaki yang saat ini di ruang tamu.

Namun langkahnya terhenti ketika dia melihat bayangan itu dari tempatnya berdiri, dia ragu hendak menemuinya.

Savira merasa jika sedang ditipu oleh ibunya.

"Muda dari mana?" batin Savira.

Lelaki itu berdiri, kemudian menjabat tangan Savira.

"Perkenalkan nama saya Rinaldi." Ucapnya sambil memperlihatkan kawat giginya.


Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Rank -- Power Ranking
    Stone -- Power stone

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C3
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank NO.-- Power Ranking
    Stone -- Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login