Download App

Chapter 2: MUSEUM

Hari yang dinantikan Jingga akhirnya datang juga, hampir saja semalaman Jingga tidak tidur hanya karena terlalu senang memikirkan dirinya akan jalan-jalan ke salah satu museum. Pilihan Jingga adalah museum Pancasila Sakti di kawasan Lubang Buaya, museum tentang tujuh pahlawan revolusi.

"Lo serius ini pergi sendiri?" ulang Rere untuk kesekian kali membuat wajah manis Jingga kali ini ditekuk sebal. "Oke-oke... gue tahu kalau gue sudah ngulang ini beberapa kali, gue cuma ngerasa agak khawatir sama lo." Imbuhnya lagi.

"Ini bukan yang pertama kalinya gue pergi sendirian, Re. Terus lo lihat nih penampilan gue, santai banget kan, nggak ada glamornya sama sekali. Yakin deh kalau orang di luar sana nggak akan ngenalin gue." Yakin Jingga pada sahabat sekaligus manajernya ini.

Dengan berat hati Rere melepas kepergian Jingga ke museum. "Lo kabarin gue begitu sampai di tempat ya, Ngga. Jangan lupa. Nanti gue bisa lapor polisi gara-gara lo hilang." Kekeh Rere tetap menyuarakan kekhawatirannya. Mau tidak mau Jingga ikut terkekeh bersama Rere lalu ngeloyor pergi dengan mobilnya.

***

Sesampainya Jingga di museum, tak lupa Jingga segera men-texting Rere agar tidak khawatir lagi dan yang lebih jauhnya tidak melapor polisi. Setelah memasuki monumen Pancasila Sakti segera saja Jingga berjalan-jalan beserta pengunjung lainnya menyusuri kompleks museum tersebut membaca beberapa tulisan penjelasan mengenai kejadian pada tahun tersebut.

Jingga menyusuri monumen Pancasila dan berhenti tepat di depan tugu para para pahlawan revolusi. Hatinya sungguh miris membayangkan segala peristiwa yang terjadi saat itu, lama Jingga memandangi tugu itu sampai pada akhirnya beberapa pengunjung lain menegur dan mengajaknya ikut berfoto bersama.

"Permisi, Mbak. Mau ikutan foto nggak?" tegur seorang ibu yang menjadi salah satu pengunjung tersebut membuat Jingga sontak terkejut.

"Ah, ya! Tentu saja." Balas Jingga dengan tersenyum, lalu berpose bersama dengan beberapa pengunjung lainnya. Berfoto dengan menggunakan kamera ponsel masing-masing membuat Jingga berkali-kali pula ikut berpose dengan berbagai gaya. Setelah selesai, tak lupa Jingga mengucapkan terimakasih dan setelahnya Jingga melanjutkan kembali sesi jalan-jalannya menuju rumah yang menurut keterangan adalah tempat penyiksaan para pahlawan revolusi yang masih hidup sebelum akhirnya dibunuh dan dimasukkan ke dalam sumur tua yang berada bersisian dengan rumah tersebut.

Jingga memerhatikan dengan seksama patung-patung yang merepresentasikan kejadian saat itu, hatinya menjadi sendu. Begitu menyedihkan pemandangan ini sekaligus menyakitkan, seharusnya banyak generasi muda yang menyempatkan diri datang ke museum ini agar mereka tidak melupakan sejarah kelam bangsa ini dan agar dapat menghargai para pahlawan ini, batin Jingga masih dengan memandangi satu persatu isi rumah tersebut. Kini Jingga menelusuri tempat sumur maut, hatinya seketika kecut melihat sumur kecil itu. Lagi dan lagi Jingga membayangkan semua kejadian itu sambil menerka seperti apa kira-kira suasana mencekamnya dulu. Tak terasa Jingga menitikan air mata, aku tidak pernah bisa membayangkan bagaimana hati keluarga yang ditinggalkan, bukankah luka itu akan terus terasa selamanya? Batinnya bertanya-tanya lalu kembali melangkahkan kaki menuju dapur umum dan tempat pos komando.

Jingga melepas lelah berbarengan dengan pengunjung lain di depan dapur umum. Duduk di lantai sekenanya dan meminum air mineral, haus sekali pikirnya. Setelah sejenak hilang lelah kali ini Jingga melanjutkan sesi jalan-jalannya menuju museum Pengkhianatan PKI (Komunis) di dalam sana cukup ramai dengan pengunjung yang berlalu lalang melihat semua diorama pemberontakan yang pernah dilakukan oleh PKI dari awal hingga pemberontakan terakhir membuat Jingga terus saja bergidik ngeri kalau Appa yang menjadi korban dari keganasan ini entah bagaimana hatiku dan mama...

Selesai dari museum Pengkhianatan PKI, Jingga beranjak ke museum Paseban yang masih berada di kompleks museum Pancasila Sakti. Jingga melangkahkan kakinya ke dalam museum tersebut dan kembali melihat beberapa diorama tentang partai terlarang tersebut, di dalam museum Paseban ada ruang khusus yang bernama Ruang Benda Besejarah / Relik yang dapat dikunjungi oleh umum, di dalam ruang tersebut terdapat benda-benda bersejarah peninggalan para pahlawan revolusi.

Jingga menyusuri secara perlahan lemari-lemari kaca yang memajang pakaian sampai benda lain seperti sepeda tua. Jingga begitu sedih melihat pemandangan dari pakaian yang masih jelas dengan bercak darah. Pakaian seolah itu bercerita jelas tentang apa yang terjadi bagi pemiliknya.

Jingga menyentuh secara hati-hati satu persatu dan bergumam sendu. "Mereka semua punya latar belakang yang hebat, sejauh yang aku browsing melalui internet, namun nasib mereka sungguh miris, sungguh mereka benar-benar layak menjadi pahlawan bangsa ini..." Jingga melanjutkan langkahnya dan terhenti di depan lemari kaca salah satu pahlawan yang entah mengapa menarik perhatiannya, lemari kaca tua yang bentuknya seragam dengan yang lainnya dengan aroma kayu tua yang menyeruak ke dalam indera penciuman namun, sepertinya lemari tersebut memiliki daya tarik tersendiri baginya hingga membuat Jingga melangkahkan kaki semakin mendekat sembari bergumam kecil "bahkan ada yang begitu muda turut menjadi korban kekejaman peristiwa ini... aku sungguh penasaran, pasti menyenangkan jika bisa mengenal secara langsung salah seorang dari mereka." Jingga berusaha menyentuh lemari kaca tersebut namun sungguh diluar dugaan ternyata lemari kaca tersebut terasa menghisapnya sehingga sekejap membuatnya berpikir kalau dirinya akan jatuh ke dalam. Mati aku! Bisa-bisa aku diteriaki petugas keamanan karena sudah merusak benda bersejarah ini! Booodooooh!! Batinnya berteriak.

Ketika Jingga kehilangan keseimbangan ada rasa aneh dan takut yang menggelayuti hatinya karena lemari kaca itu terus saja menghisap keseluruhan tubuhnya kini, jauh ke ruang gelap nan hampa, jauh dan jauh sehingga kata tolong yang diucapkannya tidak terdengar bahkan oleh dirinya sendiri.


Load failed, please RETRY

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C2
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login