Download App

Chapter 41: Part. 2/Bab. 29 Nggak Punya Otak.

Anton adalah seorang playboy, tentu dia jauh lebih jago memanjakan wanita, bahkan mungkin lebih jago dibanding Bayu, mungkin!.

Setelah dirasa terlalu lama jarinya bermain dengan bibir-bibir lubang vagina tersebut.

Anton memasukkan jari tengahnya ke dalam lubang vagina tersebut dan melakukan sedikit penetrasi dengan jarinya secara perlahan dibagian G-spot vagina nya Dewi, penetrasi itu dilakukan dengan di iringi goyangan-goyangan indah pada jarinya sembari mengelomoti bagian klitoris luarnya.

Ulah Anton membuat Dewi mendesah sembari menggeliat, mengangkat pinggangnya dan tubuhnya yang di sertai otot-otot kaki yang mengencang.

"Ach ..., ach ...." desah Dewi saat jari tersebut bergoyang bersama bibir Anton yang sedang bercumbu dengan klitorisnya, lalu ....

"Anton ..., masih lama nggak? Aku sudah nggak tahan nih ..., seluruh ototku mengencang dan tulang tulang persendianku terasa mau copot." tanya dan kata Dewi yang merasa tulang-tulang telah merenggang.

Mendengar ucapan Dewi yang sudah tidak tahan, Anton justru menghentikan semua gerakannya.

Tetapi jarinya masih tetap berada didalam vagina tersebut, dengan ujung jari yang masih menempempel di bagian G-spot vagina tersebut.

"Masih lumayan lama ...." jawab Anton dengan santai.

Karena semua sentuhan yang dilakukan Anton membuat Dewi merasakan nikmat yang sangat terasa nendang di sekujur tubuhnya, hingga membuatnya larut dan hanyut dalam sebuah kenikmatan. Dewi yang sudah tidak tahan dengan rasa yang sangat gatal di seluruh bagian vaginanya yang seakan-akan sudah ingin menyemburkan sesuatu keluar dari dalam vaginanya tersebut, membuatnya semakin kesal karena Anton menghentikan semua gerakannya.

"Kalau masih lama! Kenapa malah berhenti! Cepat lakukan lagi aku sudah tidak tahan!" ucap Dewi dengan tegas dan kesal.

Dewi kesal bukan karena Anton menghentikan pengobatannya, tetapi karena Anton menghentikan gerakannya.

"Tanggung tau ..., udah hampir kok malah berhenti! Kalau berhenti malah makin gatal, rasanya sudah dipucuk dan mengganjal di saluran kemih ku, kok. " kata Dewi dalam hati.

Mengetahui Dewi sudah tidak sabar, Anton justru tersenyum.

"Ketagihan juga, kan, akhirnya kamu Dew ...." ucap Anton dalam hati sembari tersenyum, lalu Anton melanjutkan aksinya, namun, kali ini dengan varisai yang berbeda. Anton tetap melakukan penetrasi dengan jarinya di bagian G-spot tersebut, menggoyangkan jarinya dengan cepat sembari mengulum bagian klitoris luarnya  dan menghisap-hisap bagian klitoris luar tersebut dengan perlahan dan penuh perasaan.

"Hellup! Hellup!  Hellup! " suara saat Anton menghisap-hisap bagian klitoris tersebut.

Seketika itu pula, Dewi menggeliat-liatkan tubuhnya, bagaikan cacing kepanasan, tangan kirinya membantu tangan Anton untuk meremas-remas habis payudaranya sendiri dengan sekuat-kuatnya, pinggangnya diangkat setinggi-tingginya dengan kedua kaki yang gemetar sebagai penopang tubuhnya yang disertai dengan desahan-desahan yang tersendat-sendat, terputus-putus dan bibir yang gemetar, dengan raut wajah yang memerah.

"Oug ..., ac_ ac_ ac_ ach ..., ac_ ac_ ach ...." desah Dewi dengan tersendat-sendat, terputis-putus dan disusul dengan nafas yang ngos-ngosan dengan hati dan perasaan yang sangat lega.

"Hah ..., hah ..., hah ...." nafas Dewi yang ngos-ngosan usai mendesah-desah.

Disaat Dewi sedang ngos-ngosan, Anton malah sibuk bermain dengan klitoris dan lubang vagina Dewi. Anton masih mengulum klitoris tersebut dan masih menghisap-hisapinya sembari menggoyangkan jarinya yang masih berada di dalam lubang vagina tersebut.

Walaupun Anton sebenarnya tau, kalau Dewi sudah orgasme, tetapi gairahnya seks juga sudah meningkat dan ingin segera menusukan penisnya ke vagina yang sedang di cumbunya itu.

Namun ..., ketika hembusan nafasnya sudah sedikit normal, Dewi menyadari sesuatu hal yang ganjal, lalu Dewi mencoba berpikir sejenak sembari menikmati sentuhan Anton pada klitorisnya, rasa geli di dalam lubang vaginanya disaat jari Anton masih bermain di dalam lubang vagina tersebut.

"Kalau satu tangan Anton ada di payudaraku, dan satu lagi sedang bermain di vaginaku, lalu Anton mengobati lukaku pakai apa? Kaki?Nggak mungkin. Berarti ...? Hah!" ucap Dewi dalam hati saat ia sedang berpikir dan hingga dia menyadari sesuatu.

Saat dia telah menyadari sesuatu hal yang ganjal tersebut, seketika itu pula, Dewi segera membuka kain penutup matanya, lalu sedikit mengangkat badannya, dengan kedua siku tangan nya sebagai penopang. Setelah melihat lidah Anton sedang bercumbu dengan bagian klitorisnya tersebut.

"Anton!!!" teriak Dewi sembari menyingkirkan muka Anton dari Vaginanya dan lalu langsung menamparnya.

"Plak!" suara saat Dewi menampar Anton.

"Anton! Apa yang telah kamu lakukan?! Dasar penipu!" cletus Dewi dengan sangat kesal sembari meneteskan airmata.

Melihat Dewi meneteskan air mata, Anton justru malah tersenyum dan berkata.

"Lihatlah ini ..., ini milikmu!" ucap Anton sembari menunjukkan jarinya yang masih basah karena sperma Dewi yang masih melekat di jari tersebut.

Seketika itu pula, Dewi langsung melayangkan tangannya kembali menampar muka Anton dengan lebih keras lagi dari tamparan yang ia berikan sebelumnya.

"Plak!"

Seketika itu pula, Anton merintih kesakitan.

"Aoh ...." rintih Anton sembari memegang pipinya yang kembali ditampar oleh Dewi, lalu ...

"Sakit tau ...." ucap Anton yang merasa sakit di bagian pipinya karena Dewi telah menamparnya.

Mendengar ucapan Anton, Dewi justru semakin kesal dengan ulah Anton, hingga dia tidak bisa mengontrol emosinya dan ucapannya sampai hewan-hewannya dikeluarkan.

"Dasar bodoh! Goblok! Nggak punya otak! Tolol! Babi! Bajingan! Anjing, kau Anton!" cletus Dewi sembari menangis.

Dimaki-maki oleh Dewi, Anton hanya diam sembari menundukkan kepalanya.

Usai mencaci maki Anton, lalu Dewi menyingkurkan mukanya dari Anton, dan bergeser menjauhi Anton hingga sampai di ujung Ranjang dia kembali berkata.

"Aku itu kakakmu Anton! Apa kamu ini nggak punya otak? Harusnya kamu menjagaku! Bukan, malah melecehkanku seperti ini!" ucap Dewi sembari meneteskan air mata dan sambil memakai pakaiannya kembali.

"Yaudah, iya ..., aku yang salah ...." sahut Anton sembari menundukan kepala.

"Ya, jelas! kamu yang salah! Tidak sepantasnya kamu berbuat seperti ini padaku." ucap Dewi sembari meneteskan air mata.

"Kan, aku sudah mengaku salah ..., lagian, kamu juga menikmatinya, jadi ini bukan kesalahnku saja! Tetapi ini murni kesalahan kita berdua." ujar Anton.

Ucapan Anton justru semakin membuat Dewi menangis hingga tersedu sedu. Kepala Dewi semakin pusing memikirkan apa yang telah ia lakukan bersama Anton. Dewi menyesal membiarkan Anton menyentuhnya, sehingga membuatnya larut dalam kenikmatan, membuatnya hilaf hingga sampai bisa orgasme di tangan Anton.

"Bodohnya aku yang telah mempercayaimu dan membiarkanmu menikmati bagian privasiku." ucap Dewi sembari membasuh airmatanya.

Mendengar ucapan Dewi yang menyesali kejadian ini, Anton terdiam sesaat lalu, ia berkata.

"Terus, mau gimana lagi? Sudah terlanjur gini! Lagian, aku, kan, belum menodaimu." ucap Anton.

Mendengar ucapan Anton yang seakan-akan tidak punya dosa,membuat Dewi kembali kesal dan bahkan muak dengan Anton.

"Tutup mulutmu Anton!" bentak Dewi dengan sangat kesal dan membenci Anton.

Setelah berdebat mereka terdiam untuk beberapa saat. Dewi mengusap rambutnya dengan kedua tangan nya dari pangkal rambut hingga berherti di pundaknya sembari menengadahkan muka dengan pendangan kosong, menarik nafasnya dalam-dalam, lalu menghembuskan nya.

"heft ..., huhf ...." suara saat Dewi menarik nafas lalu menghembuskan nya, lalu ....

"Kalau sampai Kak Bayu tau apa yang telah kita lakukan, maka, habislah kita." ucap Dewi dengan penuh kekhawatiran sembari meneteskan air mata.

"Ya, jangan sampai tau lah, ini akan jadi rahasia kita berdua, lagian, kan, aku belum sepenuhnya menodaimu, baru masih hampir saja." ucap Anton.

"Kamu sadar nggak sih Ton ..., kamu sudah melihat bahkan bercumbu dengan daerah privasiku, bisa-bisa nya kamu bilang tidak menodaiku setelah jari-jarimu bersemayam di dalam vaginaku selama berjam-jam." ucap Dewi.

"Itu, kan, baru jariku saja ..., kan, belum penisku yang bersemayam disitu." kata Anton.

"Ah sudahlah! Tutup mulutmu! Aku tidak mau lagi mendengar ocehanmu itu!" cletus Dewi sebari berdiri dan lalu berjalan berniat ingin kembali ke kamarnya.


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C41
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login