Download App

Chapter 8: TUJUH: JANJI

Tumpukan berkas menjulang tinggi di atas meja, jam sudah menunjukan pukul lima sore lebih tiga puluh menit dimana semua rekan kerjanya sudah menghilang secepat kilat kembali ke rumah atau nongkrong. Sedangkan dia masih sibuk dengan pekerjaannya yang tak kunjung selesai. Ia menyandarkan tubuhnya pada kursi dan mengangkat tinggi-tinggi tangannya sehingga otot kakunya ikut tertarik. Tanpa sepengetahuannya, sebuah tangan lembut menutup kedua matanya dari belakang.

"Coba tebak!" suara renyah yang dikenalnya terdengar dari belakang. Ia pun mendesah panjang akan permainan tebakan yang dianggapnya kekanak-kanakan.

"Sudah pasti Crystal," jawabnya dengan malas. Crystal pun melepaskan tangannya dan berdiri di sampingnya sembari menyandarkan tubuh di atas meja dengan bertumpu pada lengannya.

"Ah, Kartika gak seru!" Crystal mulai merajuk dengan memajukan mulutnya. Kartika hanya tersenyum menatap sahabatnya. "Ayo pulang!" ajaknya.

"Pulanglah dulu, pekerjaanku masih banyak," jawab Kartika sambil menunjuk tumpukan kertas di mejanya. Crystal duduk di atas meja dan melihat satu-satu kertas di meja kerjanya.

"Apa-apaan ini? Ini bukan tugasmu?" ujarnya kesal, "ini pekerjaan si lampir Desi mencatat semua hasil rapat siang ini. Kenapa kamu mau menerimanya?" Crystal menaruh kembali dengan kasar tumpukan kertas itu dan mesin recorder mini di sampingnya.

"Apa aku harus menolaknya dan membiarkannya melaporkanku karena tidak mengerjakan tugas? Aku masih baru disini." Kartika menjawab dengan pasrah, mengingat posisinya sebagai pegawai baru yang masih melakukan training, dimana dia masih belum bisa berkata 'tidak' dan hanya bisa menjawab 'iya.'

Crystal menatap sedih sahabatnya dan mengelus lembut rambutnya yang agak berantakan, " Aku temani?"

"Tidak usah. Kamu pulang dulu saja, sebentar lagi ini selesai," Kartika menatap lurus ke Crystal untuk meyakinkannya, "kamu tidak ingin membuat ayang Rekka khawatir karena kamu masih di kantor belum kembali sampai malam, bukan? Lagi pula kalau kamu tidak pulang duluan, siapa yang bisa aku andalkan membelikan ketropaknya bang Udin. Kamu tau kan dalam sekejap ketoprak faforitku sudah habis masuk ke perut orang-orang."

"Baiklah, aku kembali duluan. Kamu juga jangan kemalaman. Kalau sampai jam sembilan kamu belum balik, aku akan menyeretmu pulang!" ancam Crystal kepada Kartika. Kartika hanya bisa mengangguk dan mengantarkan sahabatnya sekaligus teman se-kontrakannya sampai ruangan sekertaris tempatnya berada.

Setelahnya, ia kembali pada meja kerjanya dan tenggelam dalam pekerjaannya. Tanpa terasa dua jam telah berlalu, jika bukan karena pesan dari Crystal yang masuk ke poselnya, ia pasti masih tenggelam dalam kerjaannya. Kartika membuka ponsel dan melihat foto makanan pesanannya yang berhasil dibeli Crystal dengan senyuman suminggrah dan caption 'Sang ketropak menanti pemangsanya.' Ia pun tersenyum geli menatap layar datar ponselnya.

Puas tertawa, Kartika melirik jam di meja kerjanya, merapikan semua berkas, file-file yang ia kerjakan dan barang bawannya. Ia pun beranjak dari kursi dan mematikan semua lampu di seluruh ruangan yang hanya dia seorang tersisa. Kartika berjalan menuju lift sembari memijat pelan tengkuknya yang terasa kaku. Tak berapa lama pintu terbuka, ia pun masuk ke dalam dan menekan tombol tujuannya. Sambil menunggu, ia menyandarkan kepalanya yang terasa berat dan sesekali menguap lebar karena rasa capek yang menyerang.

Sesaat ia memejamkan mata, suara musik keras terdengar. Dua orang masuk ke dalam lift dengan aroma alkohol menyengat dari salah satunya yang mencoba menyapa. Kartika terdiam di tempatnya tanpa membalas sapaan lelaki di depannya.

"Maaf, dia agak sedikit mabuk." Kartika mendongak menatap sumber suara yang dikenalnya yang tak lain Rekka, kekasih baru sahabatnya. Ia pun mengangguk pelan dan membalas senyuman ramah Rekka padanya dengan senyuman singkat. Bukan bermaksud dingin, tapi Kartika benar-benar tidak bisa berhadapan dengan seseorang yang bernama laki-laki setelah apa yang dialaminya empat tahun yang lalu.

Padahal jika diingat kembali, ia tidak pernah ada masalah dengan laki-laki. Malahan dia menganggap semua laki-laki dan perempuan itu sama. Mereka sama-sama makhluk tuhan yang berbeda jenis kelamin saja, tidak lebih. Pemikirannya itu berubah sejak bertemu dengan paman dan bibinya yang selalu berbuat kejam padanya sejak tinggal bersamanya. Dan juga kakak sepupunya yang begitu baik namun pada akhirnya lelaki itu membuat Kartika ketakutan bukan main dengan makhluk bernama lelaki, karena kakak sepupunya itu hampir memperkosanya karena kecumburuan yang tak beralasan.

Jika bukan karena Crystal yang datang ke rumah bibinya saat itu, ia pasti sudah kehilangan kehormatannya sebagai wanita dan mengkhianati orang yang pernah ia cintai, dimana orang itu menghilang begitu saja dari hidupnya. Ia sangat berhutang budi kepada Crystal, karena kesaksiannya, saudara sepupunya masuk penjara. Dan jika bukan karena Crystal mengajaknya kabur untuk pergi bersamanya ke Jakarta, ia tidak tahu lagi apa yang akan terjadi padanya jika ia masih tinggal bersama paman dan bibinya yang kejam di Bandung.

Gratak... guncangan kecil membuyarkan lamunan Kartika akan kehidupannya yang suram. Ia juga dengan tanggap menangkap tubuh lelaki di sampingnya yang tidak dapat menyangga dirinya sendiri karena terlalu mabuk.

'Berapa banyak minuman yang ia minum, sih?' pikir Kartika kesal karena aroma alkohol yang begitu menusuk dari tubuh lelaki itu. Ia melirik ke arah Rekka yang berdiri membelakanginya dan sedang asik berbicara dengan orang yang menelponnya. Entah, mengapa ia bisa menebak siapa orang yang ia ajak bicara kali ini. Crystal. Tidak salah lagi. Karena Rekka sempat menyebut namanya yang ada dalam satu lift dengannya.

Kartika mendesah kesal karena Rekka tidak menyadari dirinya yang memegangi temannya yang mabuk dan berat. Dengan sekuat tenaga ia mencoba membuat lelaki itu bediri dan bersandar di dinding. Tanpa ia sadari, tangan lelaki itu meraih dagunya sehingga ia menatap ke arahnya. Ia menyengrit tidak tahan dengan aroma alkohol. Dalam sekejab, bibir lelaki itu menempel pada bibirnya.

Lelaki itu mencium dalam ke bibir Kartika dan menggigit pelan bibir bawahnya. Merasa sakit, ia pun membuka mulutnya dan lidah panjang lelaki itu langsung masuk ke dalam rongga mulutnya. Badannya seketika merasa kaku, rasa trauma yang pernah ia alami langsung menjalar ke seluruh tubuh dan membuatnya beku di tempat. Ia ketakutan, sangat ketakutan. Pikirannya seketika menjadi kosong.

Merasa ada yang tidak beres, lelaki itu menghentikan aksinya dan melepaskan bibirnya dari bibir Kartika. Serasa seperti sengatan listrik, pikiran Kartika kembali, rasa amarah memuncak di ubun-ubun. Ia pun menampar dengan keras wajah lelaki di depannya dan mendorong dengan sisa tenaga agar lelaki itu menjauh dari dirinya.

Buk... suara benturan terdengar dengan keras. Rekka langsung menghadap sumber suara dan mendapati Leo sudah tergeletak di sudut lift dan mandapati Kartika dengan tatapan menakutkan menggosok kasar bibirnya.

"Ada apa?" tanya Rekka penuh kebingungan kepada Kartika. Disaat yang sama pintu lift terbuka, tanpa menjawab pertanyaan Rekka, ia berjalan keluar. Namun cengkraman kuat Rekka berhasil menghentikannya. Ia pun menyibak keras tangan Rekka hingga terlepas.

"Jangan sentuh aku! Kamu, temanmu dan siapapun jangan pernah menyentuhku!" Kartika meninggikan suaranya sehingga terdengar hampir diseluruh Lobby. Tanpa memperdulikan tatapan orang-orang, Kartika berlari keluar gedung dan menghilang dalam kerumunan orang-orang yang berlalu lalang.

Dengan tergesa-gesa, Kartika memasuki rumah kontrkanya dengan kasar. Crystal yang sedang asik mengganti saluran televisi dibuatnya terkejut akan kehadirannya. Tanpa peduli dengan panggilan Crystal, Kartika masuk ke dalam kamar dan membanting pintunya dengan keras. Merasa ada yang tidak beres, Crystal berdiri dari tempatnya dan ikut masuk ke dalam kamar Kartika yang tidak dikunci. Ia mendapati sahabatnya duduk meringkuk di samping tempat tidur. Perlahan Crystal mendekatinya.

"Ada apa denganmu?" tanyanya dengan nada melembut. Kartika menatap tajam seakan berpikir apa yang hendak ia ucapkan. Mulutnya terbuka dan menutup kembali. Ia menutup mata sejenak menenangkan diri sebelum mejawab.

"Cowokmu, tidak, kalian berdua membiarkan lelaki kurang ajar itu menciumku!" Kartika menatap tajam seperti ada api di dalam bola matanya kepada Crystal.

"Apa maksudmu? Aku tidak paham. Kenapa aku ikut disalahkan? Memang siapa lelaki itu?"

"Entah! Aku tidak tahu dan tidak mau tahu lelaki kurang ajar dengan bau alkohol menyengat itu. Dan ya, kamu dan cowokmu itu salah. Gara-gara kalian asik bertelpon ria lelaki itu dengan leluasa menciumku. Bukan hanya mencium, dia..." Kartika memasang wajah jijik dan berteriak ketika mengingat kejadian tadi, "ia memasukkan lidahnya. Lidahnya. Sama. Sama seperti dia. Semua lelaki itu kurang ajar." Kartika berteriak kesal dan menenggelamkan mukanya di antara lututnya.

Memahami apa maksud Kartika, Crystal hanya bisa menghela napas panjang, ia bingung apa yang harus ia lakukan. Pada akhirnya ia hanya bisa memeluk sahabatnya yang terlihat begitu menyedihkan dan membisikkan kata maaf berulang kali sampai sahabatnya itu menatap dan mengangguk pelan. Mereka saling menatap satu sama lain tanpa suara, sampai salah satu dari mereka memecah keheningan.

"Mana ketoprak faforitku?" Kartika kali ini memasang wajah memelas karena kelaparan. Jika diingat kembali dia lupa mengisi perutnya waktu makan siang karena tumpukan pekerjaan yang diberikan seniornya. Dengan muka berseri, Crystal menarik lengan kecil Kartika menuju ruang depan dimana makanan mereka, yang sempat terlupakan, sudah siap di atas meja.

Karena perut yang sudah keroncongan, Kartika melahap habis makanannya, bahkan ia sempat tersedak karena begitu cepatnya dia makan. Crystal hanya bisa tertawa melihat sahabatnya itu sembari memberikan segelas air mineral padanya. Setelah mengeluarkan sendawa yang khas, Kartika bersandar di tempatnya dan mengganti saluran televisi yang saat ini menayangkan drama remaja yang tidak masuk akal menurutnya. Sedangkan Crystal sibuk melipat bungkus kertas ketoprak yang mereka makan dan memasukannya ke dalam tong sampah beserta tas plastiknya.

"Jadi, apa yang tadi kalian bicarakan sehingga Rekka mengacuhkanku di pojokan?" tanya Kartika penasaran, karena saat itu wajah Rekka terlihat begitu bahagia.

"Seperti biasa, dia menanyakan kabarku, dia merindukanku dan dia bertanya apa aku sudah makan apa belum? Ah... Dia juga mengingatkanku akan pesta topeng yang di adakan perusahan untuk perayaan 20 tahun perusahaan kita dan kamu harus ikut menjadi pasanganku." Crystal menjelaskan dengan menggebu-gebu, sedangkan Kartika hanya mengangguk menjadi pendengar cerita mereka, "tapi tunggu dulu, kamu bilang mengacuhkanmu di pojokkan?" lanjutnya saat mengingat perkataan Kartika sebelumnya.

"Ya... perhatiannya teralihkan akan dirimu yang menghubunginya. Sepertinya ia begitu mencintaimu. Jadi lupakan saja."

"Mana mungkin aku melupakannya ketika ia mengacuhkan sahabatku." Tiba-tiba ponsel Crystal berdering, "panjang umur sekali dirinya, langsung menghubungi saat kita bicarakan," ucapnya setelah melirik layar ponsel yang menyala. Tanpa basa basi Crystal langsung mengangkat ponselnya sehingga berhenti berdering.

"Apa yang sudah kamu lakukan kepada Kartika?"jawab Crystal dengan nada yang agak meninggi tanpa kata sapaan. Menyadari akan tatapan penasaran Kartika, Crystal pun mengubah mode panggilan menjadi loud speaker sehingga mereka bisa mendengarkan.

"Apa dia baik-baik saja?" tanya Rekka penuh kekhawatiran.

"Baik-baik saja? Dia pulang sambil menangis dan bilang semua gara-gara kamu. Apa yang sebenarnya terjadi?"

"Hah..." suara desahan terdengar, "aku sendiri tidak tahu apa yang sedang terjadi. Aku sedang berbicara denganmu ditelpon. Tiba-tiba aku mendengar suara tamparan keras dari belakang. Aku melihat Kartika mendorongnya sampai jatuh dan berlari begitu saja. Ia terlihat marah saat itu."

"Dia marah sekali. Kamu harus kemari dan meminta maaf padanya. Aku tidak mau jika ada yang menyakiti sahabatku."

"Maaf. Aku akan segera kesana." Kartika terkejut tidak percaya dengan jawaban Rekka. Ia benar-benar akan mendatanginya. Crystal tersenyum bangga akan kekasihnya.

"Cepatlah!" ujar Crystal, dari jauh ide iseng muncul dari benak Kartika, ia membisikan suatu kata yang membuat Crystal senyum sumingrah, "Jangan lupa bawa martabak manis rasa keju susu, itu makanan kesukannya." Kartika menunjukkan kedua ibu jarinya.

"Ya, aku akan kesana setelah mengantar Leo, dia mabuk berat."ucapnya yang lalu mematikan sambungan. Kalimat terakhirnya membuat wajah Crystal kaget tidak percaya. Kartika bingung melihat perubahan ekspresi sahabatnya.

"Aku tidak salah dengar bukan?" Ia menatap Kartika seakan meminta pendapatnya, " dia tadi menyebutkan Leo, mabuk berat?" Tidak tahu apa yang di maksud Crystal, Kartika hanya bisa mengangguk menyetujui ucapan Crystal. Memang tadi Rekka menyebutkan Leo do akhir ceritanya.

"Kamu tadi bilang, kamu dicium lelaki dengan aroma alkohol yang bersama Rekka. Dan tadi Rekka bilang Leo mabuk berat." Kartiak terdiam menatap kosong karena tidak tahu apa maksud Crystal. "Jadi orang yang menciummu itu Leo?"

"Leo, Leonardo Kandou, Satu-satunya presdir muda di Indonesia, pemimpin perusahaan kita." Mendengar perkataan Crystal, tiba-tiba tenggorokan Kartika tercekat. Jika perkatannya benar ia tadi menampar dan mendorong jatuh pemimpinnya sendiri. "Bagaimana rasanya? Aku dengar dia sangat hebat dalam ciuman dan aksinya di ranjang tidak perlu diragukan. Gosipnya banyak wanita yang mendekatinya, tetapi pemimpin kita terlalu pemilih. Dia hanya mau meladeni wanita khusus yang memiliki nama panggilan Chika. Menggelikan sekali."

Crystal berbicara panjang lebar, sedangkan saat ini Kartika tenggelam dalam pikirannya sehingga ia tidak mendengar ucapan Crystal. Ia menampar pemimpinnya. Bukan hanya menampar ia juga mendorong jatuh sampai tumbang. Rasa takut seketika menjalar di tubuhnya. Jika pemimpinnya tahu ia bisa dipecat dari pekerjannya yang ia dapatkan dengan susah payah. Tapi apa yang ia lakukan tidak salah. Siapapun yang tiba-tiba dicium seperti itu pasti akan marah. Dengan gusar, Kartika pun segera kabur dengan pergi mandi untuk menjernihkan pikirannya dan perasannya yang sedang kalut, sebelum ia menemui Rekka dan memastikan semuanya.

Duk... Duk... Suara gedoran pintu kamar terdengar begitu keras, meskipun sudah menutup kepalanya dengan bantal, suara gedoran itu masih terdengar di telinga Kartika. Dengan malas, ia bangun dari tidurnya dan berjalan membuka pintu sambil menggaruk kepalanya sekaligus menguap lebar. Crystal muncul dari balik pintu menatap kesal ke arah Kartika sambil menaruh kedua atangannya di pinggul. Crystal berdecak menyaksikan penampilan sahabatnyaa yang awut-awutan.

"Sudah jam berapa ini?" omel Crystal dengan tatapan tajam, "Jangan lupa nanti malam kamu harus menemaniku pesta topeng dan kita belum memilih pakaian untuk dikenakan."

"Aku tidak mendapat undangannya, itu pesta khusus para pegawai tetap seperti kalian, bukan pegawai kontrak dan training seperti ku." Kartika mengucek matanya dan sesekali menguap lebar kembali karena rasa kantuknya yang masih menggelayutinya.

"Kau sudah janji akan datang sebagai pasanganku!"

"Kenapa aku harus jadi pasanganmu? Mana pangeran Rekka mu yang tampan dan ramah itu?" tanyanya penasaran dengan tatapan penuh selidiki setelah kesadarannya perlahan kembali. Crystal masuk ke dalam kamar Kartika dan duduk begitu saja di atas ranjangnya sambil menghela napas pendek.

"Pangeran Rekka, yang tampan dan ramah itu lebih memilih menjadi pasangan sang raja Leonardo." Crystal menjawab dengan tatapan menerawang ke atas. Mendengar nama itu disebut pikiran Kartika kembali ke saat itu, dimana Rekka benar-benar datang dan meminta maaf akan perbuatan sang raja kepadanya. Bahkan ia sempat berjanji tidak akan memberitahukan apa yang terjadi sebenarnya kepada sang raja dan rela berbohong demi sahabat sang pujaan hati dengan mengatakan bahwa sang raja jatuh dengan sendirinya.

"Aku gak ikutan!" Kartika menolak dengan tegas, ia pun merebahkan dirinya kembali diatas ranjang sembari membelakangi Crystal.

"Kamu sudah janji! Kamu sudah janji!" rengek Crystal seperti anak kecil. Ia menarik kaos Kartika sehingga ia terpaksa berbalik dan menghadapnya.Kartika pun mendengus, menutup telinganya dan beranjak dari kasur. Ia langsung kabur ke kamar mandi mencoba mengacuhkan Crystal. Pantang menyerah, kelebihan dari Crystal, ia pun mengikuti Kartika dan menungginya di depan kamar mandi dan bernyanyi riang membuat telinga Kartika panas.

"Stop! Oke, aku ikut. Tapi, aku tidak akan selalu di sampingmu. Terutama saat kamu bersama pangeranmu yang selalu dengan sang raja." Kartika pasrah. Ia hanya memberikan syarat jika dia tidak akan dekat-dekat sang raja. Ia sedikit trauma berada di sampingnya dan dia tidak mau ambil resiko jika nanti sang raja akan mengingatnya.

"Yay, saatnya menyewa pakaian!?!"teriak Crystal dengan riang dan langsung melesat ke kamarnya sendiri untuk berganti pakaian. Kartika hanya bisa menghela napas melihat sahabatnya yang berteriak kegirangan. Ia pun kembali ke kamar dan mengganti pakaian untuk berburu pakaian sewaan di butik, secara mereka anak perantauan, sebisa mungkin mereka harus menghemat uang demi bertahan hidup di kota metropolitan dengan layak.

Semua akan baik-baik saja. Semua akan baik-baik saja. Semua akan baik-baik saja.

Seperti sebuah mantra, Kartika mengucapkan kalimat itu berulang-ulang, berharap malam ini terlewati tanpa ada masalah dalam kehidupannya nanti. Juga sebagai doa agar sang raja, Leonardo Kandou, tak mengenalinya, wanita yang pernah mendorongnya sampai tak sadarkan diri.


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C8
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login